Hari ini Jerico menjemputku untuk sarapan. Dia terlihat puas melihat aku tidak mengenakan seragam sekolah. Tanpa berkata-kata dia memangkuku di depan tubuhnya dan menempelkan punggungku ke dinding, menciumi bibirku hingga rasanya kakiku lemas.
Dia menurunkan kakiku ke lantai ketika dia puas.
"Nyokap lo nunggu di bawah," kata Jerico memberitahukan bahwa mamahku masih hidup.
Aku hanya berkedip pada Jerico. Sebenarnya ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku. Aku menimang-nimang, akan mengatakannya atau tidak.
"Ada apa, Jenn?" desak Jerico karena aku diam saja.
"Kalo lo tau mobil itu bermasalah, kenapa masih dipake?" tuntutku tak habis pikir.
"Gue cuma mau nunjukin ke elo," kata Jerico pelan-pelan, menatapku tajam, "kalo sebenernya Lucas gak sebaik yang lo kira."
Aku membuka mulut lalu menutupnya lagi. Jerico benar. Lucas tidak seperti dugaanku selama ini.
Jerico dan Lucas sama-sama berbahaya. Apakah di antara mereka tidak ada yang normal yang bisa menganggapku sebatas adik tiri saja?
"Gue, gue minta maaf," ucapku, mengalir begitu saja. "Atas apa yang terjadi di masa kecil kita, atas sifat matre gue, atau saat kemarin gue gak mikir panjang kerja sama sama Lucas. Gue minta maaf, Kak Rico."
Ini adalah batasku.
Batas di mana aku menyerah pada diriku sendiri, batas aku menerima kekalahanku, batas akhir aku harus melihat bahwa hanya Jerico yang ada di hidupku, batas yang membuatku ingin berdamai saja, batas yang mengurungku untuk melampaui batas-batas yang aku takut jika harus melaluinya.
Aku sadar, hatiku telah patah oleh orang-orang yang aku sayang, dan aku tidak mau fisikku ikut terluka, oleh orang yang kubenci, Jerico. Pada dasarnya, aku sudah lelah tapi aku masih harus berjuang. Jerico selalu mengataiku bodoh, tetapi dia tidak tahu kalau aku pandai menguasai situasi. Dan situasiku sekarang adalah bukan untuk memilih, melainkan menerima.
Menerima nasibku yang begitu buruk. Ingin sekali aku menertawakan lelucon nakal yang Tuhan buat di hidupku. Betapa aku takut untuk bergerak, tak berkutik pada takdirku yang nakal.
"Dan apa yang bakal lo lakuin buat minta maaf?" bisik Jerico, tepat di samping telingaku.
Tanganku bergerak melingkupi punggungnya yang lebar, "Ini adalah hal yang selalu pengen gue lakuin ke elo, Kak Rico."
Aku merasa tubuh Jerico tersentak dan menegang saat aku memeluknya. Aku sendiri merasa sesuatu meledak dalam diriku. Bahasa tubuh Jerico ... entah mengapa aku merasa familiar.
Seolah-olah aku dulu adalah orang yang selalu pertama kali memeluknya dan Jerico tidak menerima perlakuanku.
"Berapa kali kamu mau lecehin aku, hah?"
Seorang anak kecil muncul begitu saja di depanku, dia mendorong tubuhku. Ekspresinya galak sekali meski akhirnya dia juga merentangkan tangan menarikku, tidak membiarkanku jatuh ke tanah. Dia menolak disentuh tapi juga tidak mau aku terluka.
"Bisa gak sih jangan peluk-peluk?!"
"Jangan peluk akuuuu!"
"Heeei, berhenti memelukku!"
"Jennie, lepaskan cakarmu sekarang juga!"
Lalu anak kecil itu datang lagi padaku. Marah seperti biasa.
"Kenapa kamu meluk orang lain, Jennie?"
"Dia gendut seperti boneka beruang di kamarku. Aku sukaaaa. Hehehehe."
"Maka suapi aku makan agar aku bisa gendut seperti boneka beruangmu."
"Hah?"
"Kalau kamu meluk orang lain maka aku gak akan ngizinin kamu meluk aku lagi. Ngerti?"
"Hah?"
"Hah! Hah terus! Dasar bodoh!"
"Ya tapi kan kamu emang gak pernah ngizinin aku meluk kamu, Je."
Je ... anak lelaki dalam ingatanku sebenarnya adalah Jerico?
Aku membuka mata. Mengedarkan pandang dengan linglung ke kamarku. Dan mendapati mamah sedang duduk di sisi tempat tidurku.
Aku melotot melihat jam di atas nakasku sudah pukul tiga sore.
"Jennie, kamu pingsan lama sekali, nak," ucap mamah berurai air mata.
Aku pingsan? Jadi, yang tadi itu adalah potongan memoriku yang muncul melalui mimpi?
"Jerico udah ceritain semua yang kamu alami di sekolah. Ternyata kamu dikucilkan dan sejak kamu jadi adik tirinya Nak Rico, mereka baru mau jadi temen kamu. Mamah benar-benar sakit hati mendengarnya, Jenn.
"Jerico bilang kamu mau homeschooling. Tapi tiga bulan lagi kamu bakal kenaikan kelas jadi, mamah sudah bicarain ini sama papah baru kamu. Kita udah sepakat kalau tahun ajaran baru kamu ikut kakak kamu ke luar negeri. Mungkin kamu butuh suasana baru dan orang-orang baru juga."
Lama sekali baru aku bisa mencerna perkataan mamah. Aku bergerak gelisah. Menggapai tangan mamah lalu mencengkeramnya.
"Jerico tau rencana kalian?" tanyaku dengan jantung berdebar.
"Iya, dia bakal jaga kamu di sana," jawab mamah terharu.
Kalau begitu, Jerico bukan ingin aku diam di rumah saja melainkan ikut bersamanya agar dia selalu bisa memantauku. Aku merasa ngeri membayangkan kalau semua yang terjadi sudah direncanakan sedemikian rupa oleh Jerico. Dia mengambil alih semua hal yang bisa dia manfaatkan untuk menjeratku semakin dalam, hingga aku tidak bisa keluar dari jebakan yang kuciptakan sendiri.
Karena aku bekerja sama dengan Lucas, dia jadi punya alasan untuk membawaku ke luar negeri. Membawaku sejauh mungkin dari jangkauan Lucas. Sejauh mungkin dari tangan mamah.
Tapi apa tujuannya?
Apalagi salahku sehingga Jerico tetap dendam padaku meski aku sudah meminta maaf padanya dengan besar hati?
"Pergi, Mah, aku mau sendirian," usirku ke mamah, melepas tangannya dan memejamkan mata.
"Nggak, Jenn, kalau kamu mau cerita, mamah ada di sini buat kamu," tolak mamah keras.
"Aku cerita pun mamah gak bakal ngerti, Mah. Semua percuma ajaaaa," elakku sambil menangis.
Mamah mengusap air mataku dan berkata lembut, "Gimana mamah mau ngerti kalo kamu mendem semuanya sendiri, Jenn? Mamah minta tolong ke kamu, keluarin isi hati kamu ke mamah, Jenn. Kita saling memiliki di sini. Mamah ingin tahu apa yang kamu rasakan."
Jujur aku ingin menyuarakan semuanya. Yang utama adalah tentang anak tirinya, Jerico. Namun, lalu apa?
Segalanya pasti menjadi lebih buruk jika aku bercerita. Jerico memiliki semua yang bisa dia lakukan untuk tetap memenjarakanku sebagai boneka miliknya. Dan mamah akan terluka lagi bila gagal menjadi istri terakhir Papah Hendra.
Aku tahu mamah menyayangiku, tapi aku juga menyayanginya. Dan ini satu-satunya cara agar aku bisa melindungi posisinya. Diam.
![](https://img.wattpad.com/cover/371362042-288-k670390.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Tiriku Villain
Teen FictionTAMAT Season 1: Cinta yang penuh manipulasi dan konflik keluarga. Ada banyak alasan kenapa Jerico melakukan hal hina itu pada Jennie, akan tetapi Jennie tidak pernah sampai pada kesimpulan kalau ternyata Jerico sangat mencintai dirinya. Bahkan peras...