Aku tidak bisa tidur. Cerita Jerico terus bercokol di kepalaku dan tatapannya yang menuduhku lepas tanggung jawab begitu menghantui pikiranku. Aku juga sudah frustasi karena tak kunjung menemukan hal tersembunyi dari kamarku di mansion ini.
Kamarku tampak sangat mewah dan normal. Tidak ada yang bisa dicurigai. Seperti awal aku tidak menyangka kalau ternyata kamar ini dilengkapi dengan bahan kedap suara.
Jadi, aku memutuskan untuk menunggu. Menunggu Jerico sendiri yang muncul dari manapun dia bisa muncul sendiri di kamarku. Dan harapanku tidak terkabul.
Aku membuka pintu kamar dan di depanku sudah ada Jerico yang membawa nampan makan.
"Gue gak napsu makan, lo tau kan karena apa," kataku lesu, "jadi, please, bawa pergi aja."
"Ini udah jam sepuluh malem dan lo udah ngambek selama berjam-jam. Energi lo butuh diisi lagi, Jenn," kata Jerico lalu nyelonong masuk ke kamarku.
Setelah di ruang billiar, aku memang langsung pergi ke kamarku sendiri dan mencari tahu apa yang harus aku tahu. Meski yang kudapat hanya kesia-siaan dan rasa jengkel yang diakibatkan karenanya. Jerico duduk di sisi tempat tidurku dengan nampan makan di tangannya, dia mengkodeku untuk duduk di sebelahnya.
Mau tidak mau, aku harus menurut. Lagipula perasaan serba salah ini begitu menghukumku hingga aku tidak tahu lagi cara menghadapi Jerico. Yang pasti, sepertinya kali ini dia sedang dalam mode goodboy.
"Udah tau jam segini masih aja disuruh makan makanan berat," omelku, menutupi rasa canggung. "Elo mau gue jadi babi?"
Jerico tampak berpikir, berkata, "Kebetulan gue suka boneka babi."
Baiklah, emosiku terpancing lagi.
Aku memaki sinis, "Lo babi."
Dia berseloroh, "Kita bisa jadi couple dong karena sama-sama babi."
Bisa tidak sih aku meremas Jerico jadi seukuran bola kapas lalu aku telan bulat-bulat? Menjengkelkan sekali bicara dengannya. Mulutku bisa saja kecetit bila berlama-lama meladeni omong kosongnya.
Respon diamku malah membuat raut wajah Jerico jadi sedikit kecewa. Aku tidak tahu mengapa. Kadang begini kadang begitu adalah gambaran seorang Jerico yang tidak kumengerti.
"Makan, Jenn," kata Jerico seraya menyodorkan sendok berisi makanan.
Aku memutar bola mata, tetapi kemudian mengembuskan napas dan membuka mulutku sendiri. Jerico meyuapiku dengan telaten dan ini ketiga kalinya dia memberiku makan dari tangannya sendiri. Dua sebelumnya berlangsung di rumahku.
Lama aku berpikir mengapa Jerico mau repot-repot begini, aku malah tersinggung. Dia menyuapiku karena menganggap aku adalah boneka lumpuh yang tidak bisa apa-apa, begitu?
"Kenapa muka lo jadi jelek?" tanyanya, "bukannya gue bersikap romantis ke elo?"
Papah kandungku pernah menyuapiku makan, dulu, tapi bukan cara yang seperti papahku kan yang Jerico maksud? Entahlah. Mungkin keluarga harus saling menyuapi makan. Sekarang Jerico adalah kakak tiriku. Jadi, dia bisa menyuapiku makan karena kami adalah keluarga.
"Lo udah nerima gue jadi adik tiri lo?" Aku menyelesaikan kunyahan terakhir.
"Masih aja begonya." Jerico menyerahkan gelas air padaku.
"Terus apa nama sikap lo ini?" Aku meminum air itu.
Jerico mengambil gelas ditanganku, ditaruh di nampan, lalu menyimpannya di meja.
"Memanjakan," jawabnya sambil tersenyum manis.
Apapun ekspresinya, wajah Jerico itu tampan, enak dipandang. Namun, aku sudah tahu dibalik senyum manis seorang Jerico itu ada moncong serigala yang sedang menyeringai. Aura Jerico menawan namun menakutkan, di benakkui.
"Gue gak pernah ngerasa kalo gue itu manja, elo nya aja kurang kerjaan," kataku sewot.
"Ini inisiatif gue sendiri, Jennie sayang," balas Jerico sambil mencubit pipiku. "Lo itu boneka gue, jadi lo layak dapat penghargaan dengan dimanjain sama gue. Ngerti?"
"Bisa gak, jangan pandang gue itu barang? Gue manusia sama kek elo," keluhku muak.
"Nggak bisa karena elo udah jadi milik gue," ujar Jerico keras kepala.
Apakah aku harus dimiliki dia dengan peran sebagai boneka lumpuh yang harus dimanjakan? Setelah itu dia meninggalkanku sendiri di kamar. Dia berpesan, mulai besok malam dia akan mengajariku belajar.
Aku merebahkan diri di tempat tidur. Baru saja memejamkan mata lelah, gawaiku berbunyi. Aku mengambilnya dari atas nakas.
Hmmm. Lucas.
"Halo, Jenn?"
"Kenapa, Kak?"
"Jenn, aku masih gak percaya kamu sama Jerico. Dia maksa kamu? Bilang sama aku, Jenn. Biar aku kasih pelajaran ke dia."
"Apa yang bisa kakak lakuin emangnya?"
"Jadi, bener kan kamu dipaksa sama dia, Jenn? Kamu gak suka kan sama Jerico?"
Aku terdiam. Masalah perasaan, aku tidak akan membaginya pada siapapun. Karena hatiku hanya akan aku yang memilikinya.
Meladeni Lucas sekarang adalah keharusan karena aku bisa mengambil apa yang bisa aku peroleh darinya. Aku tidak sebodoh yang Jerico duga. Kira-kira apa yang Lucas bisa berikan padaku bila tahu Jerico memaksaku?
Balas dendam tidak selalu memakai tangan sendiri bila punya kaki tangan.
"Aku gak suka sama Jerico," ucapku sedih. "Dia maksa aku jadi pacarnya, Kak. Dan rasanya hidup aku tertekan banget. Yaah, kakak tau kan kalo sekarang kami itu saudara tiri?"
"Jenn, aku udah pikirin ini mateng-mateng sebelum aku bicara ke kamu," kata Lucas lalu mengembuskan napas panjang. "Besok jangan berangkat bareng Jerico ke sekolah."
"Nggak bisa, Kak, dia bakal maksa aku," jawabku dengan nada sebal. "Lagian, emangnya kakak mau ngapain?"
"Jenn, please, besok usahain kamu jangan berangkat sama Jerico, ya," mohon Lucas lagi. "Aku ada rencana dan aku gak mau kamu kenapa-napa."
Aku berpikir sebentar dan menemukan sebuah alasan untuk aku berikan pada Jerico besok. Akhirnya aku menyetujui rencana Lucas. Dan menantikan apa yang akan terjadi pada kakak tiriku yang seperti serigala itu!
Cerita masa kecilku dan Jerico memang menyeramkan, tetapi itu hanya masa lalu. Lihatlah apa yang dia lakukan padaku sekarang. Itu juga tidak termaafkan.
Keesokan harinya, aku mendapat kabar dari Bu Susan kalau Jerico sudah pergi sekolah lebih dulu. Setengah menit lamanya aku terdiam, seolah menancap dengan lantai marmer. Merasa ada yang salah tapi tidak tahu salahnya di mana?
Jerico meninggalkanku sendiri.
Saat sampai di sekolah bersama sopir dari keluarga Papah Hendra semua anak-anak Cenderawasih heboh membicarakan Jerico. Kudengar dia menabrak trotoar jalan dan mengalami luka ringan. Hal yang mencengangkan adalah, dia ditolong oleh Putri.
Aku menelan ludah. Aku merasa risih dengan keringat yang mulai bermunculan di keningku. Jerico kecelakaan ... mungkinkah perbuatan Lucas?
Jika mobil Jerico disabotase itu berarti di mansion ada penyusup. Yang utama dari drama pagi ini adalah, Lucas ingin nyawa Jerico. Aku tidak menyangka dia akan bertindak sejauh itu karena kupikir, Lucas hanya akan menambah beberapa luka lagi di wajah Jerico.
Sampai pulang sekolah pun aku tidak melihat Jerico. Putri juga kembali duduk di belakang, tidak bicara padaku. Semua hal tampak berbeda sejak aksiku di pesta Zafran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Tiriku Villain
Teen FictionAda banyak alasan kenapa Jerico melakukan hal hina itu pada Jennie, akan tetapi Jennie tidak pernah sampai pada kesimpulan kalau ternyata Jerico sangat mencintai dirinya. Bahkan perasaan Jerico pada Jennie dimulai sedari mereka kecil. Saat Jerico te...