24.

111 14 4
                                    

Masih ingat kisah Roro Jonggrang? Sepertinya aku mau meniru gayanya yang ingkar pada janjinya ke Bandung Bondowoso. Meski janjiku tidak ada yang tahu selain diriku sendiri, tetapi aku tidak sudi jika harus mencintai Jerico.

Lagipula Jerico itu manipulatif, dia pernah menempatkan diri sebagai penyelamatku dari Kevin, waktu di UKS, kepada orang tua kami. Kali ini pun dia pasti mengambil peran Lucas untuk menipuku.

Kini sudah beberapa jam setelah Jerico meninggalkan kamarku dan aku masih tidak tahu apa yang ada di dalam kamar ini. Semuanya tampak normal meski aku sudah berusaha mencari dan berpikir apa yang seharusnya aku curigai dari kamar ini. Hasilnya nihil.

Aku meraba-raba satu persatu dinding, tidak ada yang bergeser dan memunculkan ruangan rahasia.

Membuka lemari, hanya sebuah tempat pakaian biasa.

Menggeser sedikit meja rias, hanya ada tembok.

Saat aku mulai mengangkat meja belajar, kupikir ada jalan rahasia di bawahnya, itu hanya lantai marmer.

Kini aku menggeret bangku belajar ke dinding yang menghadap langsung ke tempat tidur. Di sana ada sebuah lukisan bunga tulip yang masih kuncup, berwarna orange. Lukisan itu digantung lumayan tinggi dan aku tidak yakin bisa menggesernya, walau sedikit, karena lukisan ini sangat besar, pasti berat.

Aku mulai naik ke bangku dan berdiri di atasnya.

Orange, warna kesukaanku.

Tanpa sadar aku bergumam dan terpesona menatap hamparan bunga tulip orange di depan mataku. Hingga sebuah kilatan gambar masuk ke otakku, menusuk kepalaku dengan tajam. Aku refleks memegang kepala yang mendadak sakit.

Itu ... sebuah tangan mungil dari seorang anak lelaki sedang mengulurkan bunga tulip kehadapanku. Dia dan aku versi mini memakai seragam TK. Namun, aku tidak ingat dengan jelas wajah anak lelaki itu.

Ceklek.

Rasa sakit di kepala dan kaget karena pintu kamar yang terbuka membuatku kehilangan keseimbangan sehingga bangku yang kunaiki  bergoyang. Pada akhirnya aku ... jatuh!

Aku tidak jadi jatuh karena seseorang menangkap tubuhku terlebih dahulu.

"APALAGI SEKARANG YANG LO LAKUIN, HAH?"

Ternyata yang menolongku adalah monster bernama Jerico.

Aku meringis, "Kepala gue tadi kayak ditusuk jarum."

Aku merasa Jerico semakin memeluk erat tubuhku dalam gendongannya lalu membawaku ke tempat tidur. Dia memeriksa denyut nadi di tanganku, mendengarkan detak jantungku dengan telinganya, dan memperhatikan ekspresiku. Rasa sakit itu sudah hilang secepat gambaran itu datang.

Jerico berlagak seperti dokter, "Gimana perasaan lo?"

Aku tentu saja menyembunyikan apapun darinya.

"Minggir, gue udah nemu tempat rahasia lo." Aku berusaha duduk. "Gue mau periksa apa sih yang lo sembunyiin di balik lukisan itu."

Jerico bergeser menghalangi jalanku. Tingkahnya ini semakin membuatku percaya  diri. Hanya lukisan itu yang belum aku periksa dan yang lain-lainnya hanya benda mati.

"Kalo lo mau tau apa yang ada di balik lukisan itu, tinggal buka pintu, Jenn," kata Jerico ringan namun terkesan meledek di telingaku.

Kepercayaan diriku hancur berkeping-keping saat ini juga. Lukisan bunga tulip itu menyatu dengan pintu kamar, jadi jika aku ingin membobol dinding di balik lukisan itu berarti aku keluar dari kamar ini. Barusan aku terlalu bersemangat dan akhirnya menyimpulkan sendiri tentang lukisan bunga tulip tersebut. Sudah berapa kali aku tampak bodoh di mata Jerico?

Kakak Tiriku Villain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang