14.

136 10 0
                                    

Urusan apa yang Jerico maksud itu, hah? Kenapa dia malah ikut belanja bersamaku di supermarket setelah kami pulang sekolah?

"Lo ngapain, sih?" keluhku.

Aku bosan melihat Jerico di mana-mana.

"Nemenin pacar belanja," kata Jerico, dia mengambil alih troli yang kupegang.

Aku kaget, melihat ke sekeliling, "Siapa pacar lo, di mana dia?"

Jerico malah memandangku, "Bukannya pacar gue itu elo."

Aku tertawa sumbang, "Ngaco. Kapan kita jadian?"

Jerico berjalan mendahuluiku hingga aku berlari mengikutinya, dia berkata, "Elo sendiri yang bilang baju yang lo pake itu baju pacar lo. Sementara itu baju gue. Otomatis gue pacar lo dong?"

Aku melihat Jerico seperti dia adalah orang aneh dan hanya berdecih, lalu berujar, "Kalo akhirnya barengan gini, ngapain lo jual mahal segala nolak permintaan mamah buat nemenin gue?"

Jerico menoleh, dia sedikit menunduk kerena aku lebih pendek darinya, "Kalau tadi pagi gue mau, berarti gue nemenin elo sebagai kakak dan bukannya pacar!"

Jadi, maksudnya sekarang dia bertindak sebagai pacarku, begitu?

Aku mendelik sinis padanya, "Geer banget lo. Mana mau gue pacaran sama bajingan!"

Jerico berhenti berjalan dan menghadapkan tubuhnya padaku, berkata pelan dengan nada yang dalam, "Gue jadi bajingan emang karena siapa?"

Hatiku bergetar diintimidasi seperti itu, tapi aku harus kuat jika ingin melawannya, "Siapa lagi? Bukannya demi menjaga cewek yang lo suka lo bikin gue jadi boneka se-ks lo, hah?"

Jerico menggeleng-gelengkan kepala, dia menunduk dan berbisik, "Gue ulangi. Bahkan dengan cara yang kotor, gue akan dapetin cewek itu."

Cara kotor apa yang Jerico maksud? Aku sama sekali tidak bisa menebak isi kepalanya, apalagi perilakunya. Jika dia memang mencintai gadis itu mengapa dia malah di sini bersamaku? Sepertinya aku salah lagi, dia bukan pria setia seperti Papah Hendra. Jerico itu buaya darat!

Jerico berjalan lagi sambil melihat daftar belanjaan. Dia dan aku mengelilingi setengah supermarket sampai akhirnya berdiri menunggu pembayaran di kasir. Setelah selesai, kami pulang menggunakan mobil.

"Eh, mampir dulu dong ke indomalu, gue lupa beli sesuatu," kataku ketika melihat tempat yang kumau di sisi jalan.

Jerico berhenti mengemudi, meski begitu dia tetap bertanya, "Daftar belanjaannya udah dibeli semua, kan. Lo mau beli apa?"

Aku membuka sabuk pengaman dan dia terlihat akan mengikutiku tapi aku melarangnya.

Aku turun dari mobil, "Gue cuma sebentar, kok.

Beberapa menit kemudian aku kembali masuk ke mobil Jerico. Dia mengintip plastik indomalu milikku dan wajahnya jadi tidak senang.

"Buat apa lo beli mi instan sebanyak itu? Rasa pedes semua lagi," cerca Jerico.

"Gue suka," tegasku nyolot.

"Buang, Jenn. Nggak baik lo makan mi banyak-banyak," perintah Jerico.

Aku sedikit mengernyit karena Jerico perhatian, kukira dia memerintahku untuk membuang makanan tanpa alasan.

"Nggak. Lo gak pernah kan ngerasain kelaparan? Ini makanan paling berharga yang pernah ada," tolakku memeluk belanjaanku sendiri.

"Sejak kapan lo miskin?" sindir Jerico. "Mamah lo pengusaha perhiasan berlian, bokap lo pengusaha tambang masa anaknya cuma dikasih mi?"

Kakak Tiriku Villain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang