"Mah, aku mau bilang sesuatu ...."
Tiba-tiba aku tidak bisa melanjutkan ucapanku tentang Jerico yang sudah mengotori tubuhku. Mengapa tubuhku seolah menutup mulutku sendiri?
Aku menatap spion tengah, mobil Jerico melaju tepat di belakang mobil Mamah, beliau benar-benar menjemputku sepulang sekolah. Mobil Jerico yang tidak pernah tersalip kendaraan lain atau ketinggalan barang beberapa meter di jalan raya benar-benar membuat jantungku berdegup sangat kencang. Meski dia dan aku tidak berada dalam satu ruangan, aura Jerico yang melekat di ingatanku tetap terasa menakutkan.
Seolah-olah Jerico mengikutiku agar aku tetap pada "jalur" yang dibuatnya. Mendadak aku merasa tinggal di rumah Papah Hendra adalah keputusan yang salah. Tidak, tidak, aku sudah benar.
Aku punya rencana tentang apa yang akan aku lakukan di rumah Jerico. Semuanya sempurna. Dia tidak akan bisa melecehkan aku lagi.
"Kamu mau bilang apa, Jenn?" tanya mamah lembut.
Aku menggigit bibir bawah, "Mah, sebenernya Jerico--"
Mamah seketika antusias mendengar nama anak tirinya, "Ah, iya. Kalian udah nemu hadiah yang cocok buat pesta nanti malam?"
Rasanya hatiku menjadi dingin.
Aku mengembuskan napas dan menjawab dengan lemah, "Gak tau terserah Jerico."
Mamah mengernyit, "Kamu kenapa lemes, Jenn? Vitaminnya diminum nggak?"
Aku mengangguk, "Minum kok, Mah."
Sebenarnya aku lupa menaruh vitamin itu di mana?
Mamah kembali bertanya, "Bagus. Kamu harus minum tiap hari ya. Eh, tadi kamu mau bilang apa?"
Aku menelan ludah, "Nggak jadi."
Pak sopir dari keluarga Papah Hendra berkemudi dengan kecepatan sedang. Mamah menyerongkan tubuhnya dan menggenggam tanganku.
"Jenn, kamu sadar gak sih kamu semakin tertutup setiap harinya? Mamah udah lama nggak dengar cerita-cerita kamu lagi. Kata Pak Joko kamu juga gak pernah keluar rumah buat hangout sama temen-temeb kamu. Bilang, Jenn, sama mamah kalau kamu ada masalah."
Rasa-rasanya aku mau marah mendengarnya. Mamah saja jarang sekali berada di rumah, jadi bagaimana aku bercerita padanya selayaknya ibu dan anak?
"Bukan aku yang tertutup tapi mamah yang nggak peduli sama aku lagi. Mamah nanya masalah aku? Aku kehilangan kasih sayang mamah sama papah! Aku nggak butuh temen-temen, aku cuma mau orang tua yang lengkap kayak mereka." Akhirnya aku meledak juga.
"Jennie, kamu itu gak pernah dewasa, ya. Papah kamu, Jenn, yang menceraikan mamah. Dia lebih milih Tante Evelyn daripada mamah. Beraninya kamu bilang mamah nggak peduli sama kamu di saat mamah kerja cuma buat masa depan kamu!" ujar Mamah Miranda dengan mata berkaca-kaca. "Sekarang kamu cuma punya mamah jadi kamu harus terima Papah Hendra dan kakak baru kamu, Jerico."
Mamah memijit keningnya hingga membuatku merasa bersalah karena sudah membuatnya sakit kepala. Hanya saja aku terlalu gengsi untuk menjawab bahwa aku juga menyayanginya. Aku pun tahu beliau berbohong, karena mamah saja sudah sangat kaya jadi apa yang harus kutakutkan jika itu soal uang di masa depan?
Hubungan antara aku dan orang tuaku rasanya semakin jauh dan renggang. Padahal sebenarnya aku sedang mempertahankan kehormatan mamahku dari ancaman gila Jerico. Padahal, sebenarnya aku pernah bersabar kepada Celine tentang papahku, awalnya aku kasihan karena dia penyakitan.
Pengorbanan yang kulakukan tidak akan pernah menjadi nilai baik di mata mereka. Ternyata aku memang bodoh seperti apa yang Jerico katakan padaku. Aku sakit tapi aku tidak tahu sakitku di mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Tiriku Villain
أدب المراهقينAda banyak alasan kenapa Jerico melakukan hal hina itu pada Jennie, akan tetapi Jennie tidak pernah sampai pada kesimpulan kalau ternyata Jerico sangat mencintai dirinya. Bahkan perasaan Jerico pada Jennie dimulai sedari mereka kecil. Saat Jerico te...