Hanya ganti judul saja dari Takdir yang Nakal menjadi Kakak Tiriku Villain.
.
"Gue gak mau."
"Masuk!"
Pagi ini Jerico memaksaku untuk ikut dengannya menggunakan mobil ke sekolah seperti kemarin. Kami jadi selalu bertengkar setiap saat karena dia egois dan aku keras kepala. Dia dan aku selalu ingin menang meski pada akhirnya aku selalu tertindas oleh sikap dan sifat aslinya.
Jerico dan aku sedang berdiri di depan mobilnya, di luar rumah.
Aku berkata penuh keluhan, "Buat apa gue ikut lo sementara anak-anak sekolah udah denger lo gak akuin gue adik tiri?"
Jerico meletakan satu tangannya ke pinggang, "Mereka denger itu tapi mereka juga liat kan kalo elo keluar dari mobil gue? Lo itu bego, Jenn. Jadi gak akan ngerti."
Tin, tin.
Aku mendengus jengkel dikatai 'bego' olehnya dan kejengkelanku bertambah dua kali lipat saat melihat mobil Papah Paris mulai masuk ke halamanku. Ah, ini pasti terjadi. Celine mengadu ke papah dan beliau akan memarahiku karena Celine pingsan setelah bertengkar denganku.
"Lho, Nak Jerico ada di sini?" sapa papah ketika turun dari mobil.
Sepertinya papah lebih dulu mengenal Jerico daripada aku. Beliau terlihat hangat pada anak tiri dari mantan istrinya. Masuk akal juga karena Jerico dan Celine saling mengenal sedari kecil.
Mungkin mereka juga masih bermain bersama hingga saat ini. Aku tidak tahu.
"Jennie, kamu mau berangkat sama Jerico?" tanya papah kemudian.
Aku terpaksa mengangguk karena kulihat di samping kursi kemudi mobil beliau ada Celine. Aku tidak mau satu mobil dengan gadis bermuka dua.
"Ah, tadinya papah mau jemput kamu buat berangkat sekolah bareng Celine," lanjut papah.
Benarkah?
"Mulai detik ini Jennie bakal berangkat dan pulang sekolah bareng saya, Om," timpal Jerico.
"Oh, apa tidak merepotkan, Nak Jerico?" tanya papah halus.
"Sama sekali nggak karena sekarang saya tinggal di sini," jawab Jerico sambil tersenyum padaku.
Aku memalingkan muka dari Jerico. Dia sedang cari muka di depan papahku.
"Apa?" Papah terkejut, dia berpaling padaku, "Sejak kapan, Jennie?"
"Mungkin baru dua-tiga hari," kataku melirik ke papah.
"Kenapa nggak kamu aja yang tinggal sama keluarga baru mamahmu, Jenn, kalau kamu nolak tinggal sama papah?"
Kini aku melihat sikap waspada papah terhadap Jerico. Ternyata beliau masih mengkhawatirkanku. Hatiku merasa sedikit senang.
"Mau di sini atau di sana sebenarnya sama aja, Om," timpal Jerico tapi aku menyadari maksud lain dari kata-katanya saat dia mengedipkan mata padaku. "Papah saya sering ke luar negeri dan karena beliau baru saja menikah, dia akan membawa istrinya ke mana pun dia pergi. Kami akan tetap kesepian di rumah."
Kami akan tetap kesepian di rumah.
Aku juga kesepian setelah orangtuaku bercerai. Namun, aku tidak tahu bagaimana kesepiannya seorang Jerico yang hanya memiliki orang tua tunggal sejak bayi. Aku mendapat kasih sayang orang tua yang lengkap setidaknya sampai aku berusia empat belas. Sementara Jerico?
Hal ini juga menjadi alasanku untuk tidak tinggal di rumah papah Hendra. Aku ingin Jerico merasakan punya seorang ibu. Jerico sudah mengisi hari-hariku selama lima bulan terakhir ini, sedikit-banyak aku ingin berterimakasih karena dia aku tidak terlalu merasa kesepian, walau aku tahu dia hanya mempermainkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Tiriku Villain
Novela JuvenilAda banyak alasan kenapa Jerico melakukan hal hina itu pada Jennie, akan tetapi Jennie tidak pernah sampai pada kesimpulan kalau ternyata Jerico sangat mencintai dirinya. Bahkan perasaan Jerico pada Jennie dimulai sedari mereka kecil. Saat Jerico te...