Angela dan teman-temannya kembali ke markas mereka setelah keberhasilan mengungkap kasus korupsi Marquees Basil. Namun, suasana kemenangan itu tak bertahan lama. Seiring dengan semakin dekatnya mereka pada kebenaran tentang simbol misterius dan kematian Diana, tekanan mulai meningkat, memicu ketegangan di antara mereka.
Pada suatu pagi yang cerah, Angela dan Evander terlibat dalam diskusi hangat tentang langkah selanjutnya dalam penyelidikan mereka. Evander, yang biasanya tenang, tampak gelisah.
“Kita harus berhati-hati dalam melanjutkan penyelidikan ini,” kata Evander dengan nada serius. “Jika kita terlalu terburu-buru, kita bisa membuat kesalahan.”
Angela, yang merasa frustasi karena kebingungan dan tekanan emosional, menjawab dengan nada tajam, “Kita tidak punya banyak waktu, Evander. Setiap hari yang berlalu adalah hari tanpa keadilan bagi Diana. Kita harus bergerak lebih cepat.”
Evander menggelengkan kepalanya, “Aku mengerti, Angela. Tapi kita tidak bisa gegabah. Kita butuh rencana yang matang.”
Kata-kata Evander membuat Angela semakin kesal. “Kita sudah merencanakan ini selama berminggu-minggu! Kau selalu ingin bermain aman, tapi kadang-kadang kita harus mengambil risiko untuk mencapai tujuan kita.”
Evander menghela napas, mencoba menenangkan diri. “Aku hanya tidak ingin melihatmu terluka. Aku peduli padamu, Angela.”
Angela terdiam sejenak, menyadari bahwa di balik kata-kata Evander ada kekhawatiran yang tulus. Namun, emosi dan frustasi masih menguasainya. “Aku tahu kau peduli, Evander. Tapi kita tidak bisa berhenti sekarang. Aku tidak bisa berhenti.”
Keheningan yang canggung menyelimuti mereka berdua. Evander mendekat dan menggenggam tangan Angela, menatap matanya dalam-dalam. “Aku akan selalu mendukungmu, Angela. Tapi tolong, dengarkan juga suaraku. Kita akan melewati ini bersama.”
Angela menarik napas dalam-dalam, merasakan kehangatan dari genggaman tangan Evander. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Kita akan mencari jalan tengah.”
***
Sementara itu, di sudut ruangan yang lain, Isabella dan Raymond sedang bercanda tawa, mencoba meredakan ketegangan yang ada. Isabella, dengan senyum jahilnya, mengangkat secangkir teh dan berpura-pura menjadi bangsawan. Mereka memang bangsawan, tetapi jarang sekali mereka bersikap seperti bangsawan.
“Tuan Raymond,” katanya dengan aksen yang dilebih-lebihkan, “bagaimana pendapat Anda tentang teh ini? Apakah sesuai dengan selera Anda yang tinggi?”
Raymond tertawa, mengikuti permainan Isabella. “Oh, Nona Isabella, teh ini sungguh luar biasa! Rasanya seperti minuman para dewa!”
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak, melupakan sejenak segala kekhawatiran dan ketegangan yang ada. Canda tawa mereka membawa kehangatan di tengah suasana yang tegang.
Isabella memandang Raymond dengan senyum hangat. “Kau tahu, Raymond, aku tidak pernah menyangka akan menemukan teman sebaik dirimu di tengah semua kekacauan ini.”
Raymond membalas senyumannya. “Aku juga merasa begitu, Isabella. Kau membawa cahaya di saat-saat gelap ini. Aku senang kita bisa melalui ini bersama.”
Mereka berbagi senyum penuh arti, merasakan kedekatan yang semakin kuat di antara mereka.
***
Malam hari tiba, Angela berada di kamarnya, merenungkan semua yang telah terjadi. Pikiran tentang Diana, simbol misterius, dan surat-surat yang ia temukan terus menghantuinya. Ketika Angela hendak menutup jendela, tiba-tiba sebuah batu kecil dilemparkan melalui celah, mendarat di lantai dengan suara gedebuk pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Binding Of Worlds (END)
ФэнтезиTentang seorang mahasiswi yang terseret ke dunia asing melalui sebuah buku kuno, di mana ia menemukan misteri besar yang menghubungkan dua dunia berbeda. Dalam petualangannya, Angela harus menghadapi tantangan berbahaya dan menggali kekuatan dalam d...