Evander tiba di mansion Raymond saat malam menjelang, dengan jantung yang berdebar dan napas yang tersengal-sengal. Setelah turun dari kuda, tanpa membuang waktu, ia segera memasuki mansion tanpa permisi. Langkahnya yang tergesa-gesa dan matanya yang penuh kecemasan menarik perhatian para pelayan di dalam mansion.
"ANGELA! ANGELA!" teriak Evander dengan suara serak, menggema di seluruh ruangan.
Kehadirannya yang tiba-tiba membuat semua orang di mansion terkejut. Madam Berry, seorang pelayan tua yang setia, menghampiri dengan cemas. "Salam, Tuan. Ada apa gerangan Anda datang kemari? Saya akan menyampaikannya kepada Tuan Raymond."
Namun, Evander tidak memiliki waktu untuk basa-basi. "Di mana Angela?" tanyanya dengan nada mendesak.
Sebelum Madam Berry sempat menjawab, Raymond sudah muncul dengan wajah penuh tanda tanya. "Ada apa ini?" tanyanya, menatap Evander dengan curiga.
"Di mana Angela?" tanya Evander sekali lagi, suaranya semakin tegang.
Raymond melangkah maju dengan tatapan yang penuh dengan kekecewaan. "Untuk apa kau menanyakannya setelah menghilang berhari-hari tanpa kabar? Kau tahu, selama ini Angela kesepian dan selalu bersedih memikirkanmu! Dan sekarang, kau datang dengan marah-marah seperti ini?"
"Tidak ada waktu untuk itu! Aku tanya, ke mana Angela pergi?!" teriak Evander, frustrasi, sambil mendorong tubuh Raymond.
Ketegangan meningkat saat para ksatria yang menjaga mansion segera menarik pedang mereka, mengarahkan ujungnya pada Evander. Ancaman itu membuat Evander berhenti bergerak, meskipun kemarahan dan kekhawatiran tetap membara di matanya.
"Turunkan," perintah Raymond dengan nada tegas kepada para ksatria.
"Tapi-," protes salah satu ksatria, tetapi Raymond segera memotongnya. "Aku bilang turunkan!"
Dengan enggan, para ksatria menuruti perintah Raymond dan menurunkan pedang mereka. Raymond menghela napas panjang, mencoba mengendalikan emosinya. "Ada apa?" tanyanya lagi, suaranya lebih tenang kali ini.
"Di mana Angela?" ulang Evander, tetap pada pertanyaannya.
"Tentu saja dia sedang tertidur. Apa lagi?" jawab Raymond, mengerutkan keningnya kebingungan.
Saat itu, seorang pelayan datang dengan wajah panik. "Maaf, Tuan. Angela tidak ada di dalam kamarnya."
"Apa?" Raymond terkejut, berbalik menatap pelayan tersebut.
"Ke mana dia pergi?" tanya Evander, matanya memicing penuh dengan kecurigaan.
Pelayan itu menundukkan kepalanya. "Saya tidak tahu, Tuan."
Perasaan frustasi menyelimuti Evander. Ia lalu menatap Raymond dengan intensitas yang memancarkan keputusasaan. "Di mana Alaric?" tanyanya dengan nada yang semakin dingin.
"Alaric? Untuk apa kau menanyakannya?" balas Raymond, semakin bingung.
"Jawab saja, di mana dia!" marah Evander, nadanya naik setingkat.
Raymond mencoba untuk mengerti situasinya. "Sebenarnya kau kenapa?! Kau bisa kan jelaskan kepada kami apa yang sebenarnya terjadi? Kau tiba-tiba datang dan-"
"ALARIC PELAKUNYA!" teriak Evander dengan putus asa, sambil mengacak-acak rambutnya.
Ruangan itu terdiam. Semua orang, termasuk Raymond, terkejut oleh pernyataan tersebut. "Apa maksudmu?" tanya Raymond, matanya membesar tidak percaya.
"Pelaku yang selama ini kita cari-cari, dia Alaric. Dalang dari semuanya adalah Alaric. Dia pelakunya! Sekarang... sekarang dia pasti menargetkan Angela," ucap Evander, suaranya pecah oleh rasa frustasi. Dia merasa terjebak di antara kesalahpahaman dan kenyataan yang menakutkan. "Kita harus menemukannya sebelum terlambat."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Binding Of Worlds (END)
FantasiTentang seorang mahasiswi yang terseret ke dunia asing melalui sebuah buku kuno, di mana ia menemukan misteri besar yang menghubungkan dua dunia berbeda. Dalam petualangannya, Angela harus menghadapi tantangan berbahaya dan menggali kekuatan dalam d...