Dalam sebuah ruangan yang hanya diterangi oleh lampu dari lilin, tampak seorang pria berdiri dengan kepala tertunduk, siap menerima hukuman. Ruangan itu dipenuhi bayangan yang menari-nari di dinding, menciptakan suasana yang suram dan menegangkan. Di depan pria tersebut, seorang wanita duduk di atas kursi dengan wajah tanpa ekspresi, matanya tajam dan dingin.
"Alaric, kau tahu kesalahanmu apa?" tanya wanita itu dengan suara datar. Tangannya sibuk menancapkan pisau ke tubuh kelinci yang terus menerus meminta untuk dilepaskan, meski tak berdaya.
Alaric mencoba menjawab, "Maaf, aku akan berusaha—"
BRAK!
Kata-katanya terhenti ketika kelinci yang sudah tidak bernyawa itu dilempar bagaikan barang tak berharga. Tubuh kelinci itu menghantam lantai dengan suara yang memekakkan telinga, menambah ketegangan di ruangan itu.
Wanita itu bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapan Alaric. Ia menepuk-nepuk pipi Alaric dengan wajah tanpa ekspresi, membuat pipi pria itu memerah karena darah dari kelinci.
"Katanya kau cinta padaku. Katanya kau akan melakukan apapun yang aku inginkan. Tapi, apa ini? Mengapa kau membiarkan sialan itu pergi?!" Wanita itu berteriak marah, melayangkan tamparan keras ke wajah Alaric.
PLAK!
Suara tamparan terdengar menggema di ruangan tersebut, aura tegang terasa semakin kuat. Alaric tetap menundukkan kepalanya, menerima semua perlakuan itu tanpa melawan.
"Bukan hanya satu, tapi dua! Kau mengurus dua sialan itu pergi!" Wanita itu terus berteriak, kemarahan memuncak dalam suaranya.
Alaric mengangkat tangannya perlahan, menggenggam tangan wanita itu dengan lembut. Matanya menatap wanita itu penuh perasaan, meski hatinya terasa hancur. Dia tahu dirinya telah dimanfaatkan, tapi hatinya tidak bisa membiarkan wanita yang dicintainya pergi. Trauma masa kecil karena ditinggalkan orang tua membuatnya tak ingin kehilangan satu-satunya orang yang peduli padanya, meski itu berarti harus menerima perlakuan kejam.
"Lysa... Aku mohon, maafkan aku," pinta Alaric dengan suara serak.
"Maaf?! Kau bilang maaf?! SUDAH BERAPA KALI KAU MENGATAKAN MAAF HAH?!" Lysa berteriak marah, mendorong tubuh Alaric dengan kasar. Ia terus mendorong Alaric dengan jari telunjuknya, kemarahan membara dalam matanya.
"Kau tahu? Aku sudah menahan rasa ingin menikmati permohonan dan ketakutan mereka, tapi kau? Dengan mudahnya meminta maaf? MAAF KAU BILANG?!"
Dengan amarah memuncak, Lysa mendorong Alaric dengan keras hingga tubuh pria itu terjatuh ke belakang. Setelah itu, Lysa mengambil balok kayu dan menghantam tubuh Alaric tanpa berperasaan.
Alaric hanya diam, menerima setiap pukulan yang diberikan. Bukan karena ia tidak ingin melawan, tetapi ia tidak ingin melukai Lysa. Dia tahu, melawan hanya akan membuat keadaan semakin buruk dan membuat Lysa semakin terluka.
Tanpa ampun, Lysa memukuli Alaric sambil berteriak, "MATI KAU MATI!"
Ia terus memukuli hingga Alaric terbatuk mengeluarkan darah. Melihat darah yang keluar dari mulut Alaric, kesadaran Lysa kembali. Dengan terkejut, ia melempar balok kayu itu dan menghampiri Alaric yang sudah tergeletak penuh darah.
"M-maaf... Maafkan aku, Alaric. A-aku... Aku..." Ucap Lysa terbata-bata, menyentuh lebam di wajah Alaric dengan tangan yang gemetar.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, Lysa," ujar Alaric dengan lirih, menyentuh pipi Lysa yang basah oleh air mata.
"Hikss, maafkan aku, hikss maaf..." Tangis Lysa pecah. "INI SEMUA SALAHKU! INI SALAH KU ARGHHHH!"
Lysa berteriak, menjambak rambutnya sendiri dengan keras. Ia membenturkan kepalanya ke lantai sambil meraung-raung, "ini semua salahku! Ini semua salahku!"
Alaric terkejut, dengan menahan sakit, ia berusaha bangkit dan memeluk Lysa yang kepalanya sudah bersimbah darah. Meski Lysa terus meronta-ronta dan mendorongnya, Alaric tetap memeluknya erat, mencoba menenangkan wanita yang dicintainya.
"Tenanglah hm, tenanglah... Ada aku di sini, Lysa. Aku tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Tenanglah..."
Pria itu terus berbicara lembut untuk menenangkan Lysa. Akhirnya, wanita itu tenang dan menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Alaric. Alaric memeluk Lysa erat, air matanya menetes mengingat kejadian kelam yang membuat Lysa berakhir seperti ini.
Lima belas tahun yang lalu, ketika Alaric dan Lysa berusia sepuluh tahun, Lysa adalah seorang anak kecil yang ceria dan selalu membuat orang di sekitarnya bahagia, termasuk Alaric. Meskipun mereka tinggal di panti asuhan, mereka menikmati setiap momen yang ada.
Namun, suatu kejadian mengerikan mengubah segalanya. Lysa diculik oleh seorang bangsawan yang berkuasa. Tidak ada yang berani melawan bangsawan itu. Lysa, yang masih kecil, diperlakukan tidak senonoh oleh pria bangsawan berusia tujuh puluh tahun itu. Saat itu, Lysa ketakutan setengah mati dan meminta tolong, tetapi tidak ada yang menolongnya. Orang-orang memilih untuk mengabaikan karena pelaku adalah seorang bangsawan.
Kejadian itulah yang membangkitkan sifat keji dalam diri Lysa. Ketika Alaric akhirnya menemukan Lysa, tubuh gadis itu penuh dengan lebam dan darah, tanpa pakaian sehelai pun. Alaric memakaikan bajunya kepada Lysa, tapi yang lebih mengejutkan adalah wajah dingin tanpa ekspresi Lysa, seolah tidak ada tanda kehidupan. Lysa yang ceria dan penuh kehidupan telah hilang.
Sejak saat itu, Lysa selalu ketakutan setiap tengah malam, menyakiti dirinya sendiri untuk menenangkan jiwanya. Alaric selalu berusaha membantu Lysa, meski tidak tahu apa yang harus dilakukan. Suatu hari, ia membawa seekor burung berharap dapat membuat Lysa senang. Namun, ia terkejut ketika melihat Lysa mencabut-cabut bulu burung itu dengan senyuman mengembang, lalu mencekiknya hingga tewas. Setelah itu, Lysa kembali tenang dan menjadi dirinya yang ceria, meski sifat kejinya selalu muncul sesekali.
Waktu berlalu, dan trauma Lysa terus menghantui. Alaric selalu membuat tangannya kotor demi menenangkan Lysa. Saat mereka dewasa, Lysa ingin membalas dendam pada bangsawan yang membuatnya seperti itu. Dengan bantuan Alaric yang cerdik, mereka berhasil menjebak bangsawan itu dan membalas dendam.
Namun, dendam Lysa tidak berhenti di situ. Ia terus membunuh orang-orang yang pernah ia lihat saat kejadian itu, orang-orang yang tidak menolongnya. Bahkan, Lysa membunuh secara acak untuk menenangkan dirinya. Alaric, dengan kecerdikannya, mengkambinghitamkan putra mahkota dan kemudian Raymond. Ia mencuri pakaian Raymond untuk digunakan Lysa dalam aksinya, sehingga Lysa tidak akan ketahuan.
Namun, semuanya berubah ketika seorang wanita bernama Angela muncul. Angela, dengan ketegaran dan keberaniannya, membuat Lysa merasa terancam. Lysa membunuh Diana untuk membuat Angela menderita, tetapi rencananya untuk membunuh Angela di hutan gagal. Akibatnya, mereka berakhir seperti ini.
"Maafkan aku karena tidak berguna dalam menjagamu, Lysa," batin Alaric merasa bersalah. Meski hatinya hancur, ia tetap memeluk Lysa erat, berharap bisa mengurangi rasa sakit yang dialami wanita yang dicintainya.
____________________________________
TO BE CONTINUED
____________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
The Binding Of Worlds (END)
FantasyTentang seorang mahasiswi yang terseret ke dunia asing melalui sebuah buku kuno, di mana ia menemukan misteri besar yang menghubungkan dua dunia berbeda. Dalam petualangannya, Angela harus menghadapi tantangan berbahaya dan menggali kekuatan dalam d...