Chp. 08 : The Market Encounter

673 56 0
                                    

Angela harus menghadapi ketakutannya untuk keluar dari mansion. Tugas untuk membeli barang-barang ke pasar adalah tantangan besar baginya, apalagi dengan ketakutan tentang monster dan siluman yang membayangi pikirannya.

"Tidak ada monster atau siluman di luar sana, Angela," kata Madam Berry dengan sabar, meski Angela tetap merasa cemas. "Monster sudah punah ribuan tahun lalu."

Akhirnya, dengan Diana sebagai pendamping, Angela memberanikan diri untuk keluar. Ketika mereka tiba di pasar, rasa takutnya perlahan menghilang. "Ini tidak buruk juga," pikir Angela.

Suara hiruk-pikuk, aroma berbagai makanan, dan interaksi ceria di antara orang-orang mulai membuatnya merasa lebih tenang. Angela duduk di bangku dekat sebuah kios, menikmati suasana sambil menunggu Diana menyelesaikan belanja.

Setelah beberapa waktu berkeliling, membeli berbagai kebutuhan untuk mansion, Diana tersenyum melihat Angela yang mulai menikmati suasana. "Aku akan pergi ke sana sebentar," katanya. "Kau bisa istirahat di sini."

Angela mengangguk, merasa lebih tenang. Ia duduk di kursi dekat sebuah toko, menikmati keramaian. Ini baru pertama kali ia rasakan di dunia novel ini.

Akan tetapi, suasana tenang itu tidak berlangsung lama.

Saat Angela menikmati keramaian, dia melihat seorang anak kecil yang tampak lusuh mencuri sepotong roti dari sebuah kios. Penjualnya, seorang pria bertubuh besar, langsung menyadari tindakan anak itu dan mulai memarahinya dengan keras. "Kembalikan roti itu, atau kau akan berurusan denganku!" teriak pedagang tersebut, menarik perhatian banyak orang di sekitar.

Anak itu, ketakutan dan hampir menangis, tampak memohon ampun. "Maafkan saya, Pak. Saya hanya lapar..." isaknya, menggenggam erat rotinya.

Melihat kejadian itu, Angela merasa terpanggil untuk bertindak. Dia bangkit dari tempat duduknya dan mendekati pedagang tersebut. "Tolong, biarkan dia pergi," kata Angela dengan suara tegas. "Dia hanya seorang anak kecil yang kelaparan."

"Ini bukan urusanmu," balas pedagang itu dengan kasar. "Dia mencuri roti dari saya, dan dia harus belajar akibatnya."

Sebelum situasi semakin memburuk, seorang pria muda dengan ekspresi dingin dan tatapan tajam muncul dari kerumunan. "Berapa harga roti itu?" tanyanya kepada pedagang dengan nada datar.

Pedagang itu terkejut, tetapi kemudian menjawab, "Dua koin tembaga."

Pria itu, yang ternyata adalah Evander, mengeluarkan beberapa koin dari sakunya dan melemparkannya ke meja. "Ini bayarannya. Sekarang biarkan anak itu pergi," katanya dengan nada otoritatif, tanpa menunggu respon lebih lanjut dari pedagang.

Pedagang itu, yang tampak terkejut dengan pendekatan dingin namun tegas Evander, akhirnya mengangguk. "Baiklah, baiklah," katanya sambil mengambil koin-koin tersebut.

Evander kemudian menoleh ke Angela, yang masih memegang tangan anak itu. "Kau sebaiknya memastikan anak ini tidak melakukan hal yang sama lagi," katanya dengan nada tajam, namun ada sedikit rasa iba dalam suaranya.

Angela, meskipun merasa lega, juga terkejut dengan cara dingin Evander menangani situasi itu. "Terima kasih atas bantuannya," katanya dengan sopan, mencoba mengabaikan sikap dingin pria itu.

"Tidak masalah," balas Evander singkat, pandangannya tidak banyak berubah. "Hanya jangan biarkan dia mencuri lagi."

Angela mengangguk, kemudian berjongkok untuk berbicara pada anak itu. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan lembut. Anak itu mengangguk dengan takut-takut, lalu lari menjauh dengan roti di tangannya.

Evander mengamati kejadian itu tanpa banyak bicara. Angela merasa perlu mengetahui lebih banyak tentang pria ini. "Aku Angela," katanya, memperkenalkan diri sambil memperhatikan ekspresi datar di wajah Evander.

"Evander," jawabnya singkat, mengangguk sedikit. Evander memandang Angela sejenak, lalu berkata, "Kau sebaiknya berhati-hati. Pasar ini penuh dengan orang-orang yang tidak selalu berniat baik." Tanpa menunggu jawaban Angela, dia berbalik dan mulai berjalan pergi.

Angela terdiam sejenak, lalu merasa bahwa ada sesuatu yang menarik tentang pria ini. "Terima kasih lagi," katanya, meskipun Evander sudah berjalan menjauh.

Dia kembali ke tempat duduknya, mencoba memproses kejadian itu. "Ganteng-ganteng tapi cosplay jadi kulkas 7 pintu, dasar aneh."

***

Ketika Diana kembali dan melihat Angela yang tampak merenung, dia bertanya, "Ada apa? Kau tampak berbeda."

Merasa mengingat sesuatu, Angela memanggil Diana pelan, "Diana,"

Diana menoleh dan berkata, "ya? Ada apa Angela?"

"aku melihat ada anak-anak yang seperti tidak terurus di pasar. Itu kenapa?" tanya Angela mengutarakan rasa penasarannya.

Diana, yang mendengarnya menghela napas. "Banyak anak-anak di sini yang kehilangan orang tua mereka," jawabnya sambil merapihkan belanjaannya. "Ada juga yang berusaha bertahan hidup dengan orang tua yang sakit. Beberapa dipaksa oleh orang tuanya untuk melakukan tindakan kriminal. Sebenarnya, apa yang kau lihat di pasar ini sudah jauh lebih baik dibandingkan 35 tahun lalu. Waktu itu, mantan raja bersikap sewenang-wenang, membuat rakyat menderita. Setelah dia meninggal karena penyakitnya, anaknya naik takhta. Raja yang sekarang, dia berusaha memperbaiki semuanya. Dia lebih mengayomi masyarakat dan berusaha merubah tata kelola kerajaan menjadi lebih baik, meskipun masih ada bangsawan dan menteri yang korupsi."

Angela mengangguk, ingatannya melayang ke cerita dalam novel A Peaceful World. Sepertinya, dunia ini memang mencerminkan banyak hal dari novel itu. "Apakah sang raja tidak berinisiatif untuk membawa anak-anak malang ke panti asuhan di bawah naungan kerajaan?" tanya Angela, penasaran.

Diana menggelengkan kepala sedikit. "Raja sebenarnya sudah berusaha membawa anak-anak itu ke panti asuhan. Tapi sebagian dari mereka tidak mau. Mereka takut akan disiksa oleh pengasuh panti. Ada juga yang tidak ingin meninggalkan orang tua mereka yang sakit atau miskin. Anak-anak yang masih punya orang tua, mereka juga tidak bisa ke panti asuhan."

Angela terdiam, mencerna penjelasan Diana. Kenyataan ini terasa pahit. Meski ada usaha untuk memperbaiki keadaan, masih banyak yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan ketidakberdayaan. Angela tidak tahu harus berkata apa, hanya bisa merenungkan bahwa di balik kemajuan suatu negeri, selalu ada bayangan masalah yang tak terhindarkan.

"Hah... Semua nya terjadi karena orang-orang yang korupsi itu,"

____________________________________

TO BE CONTINUED
____________________________________

The Binding Of Worlds (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang