Chp. 20 : Doubts and Deception

389 37 0
                                    

Pagi itu, Raymond, Isabella, dan Angela kembali berkumpul di ruang kerja Raymond. Matahari baru saja terbit, tetapi tidak ada yang sempat beristirahat dengan cukup. Perasaan bingung dan terjebak melingkupi mereka, seakan setiap upaya untuk memecahkan misteri malah menambah kerumitan. Mereka duduk di sekitar meja besar yang penuh dengan berkas-berkas dan bukti-bukti, masing-masing menunjukkan ekspresi kebingungan dan kelelahan.

Angela, yang merasa semua petunjuk seolah mengarah pada teka-teki yang tak terpecahkan, tiba-tiba teringat pada surat yang dilemparkan ke kamarnya pada malam sebelumnya. Ia merogoh kantongnya dan mengeluarkan surat itu. “Ada seseorang yang melempari aku ini,” katanya, menunjukkan surat itu kepada yang lain.

Raymond dan Isabella membaca surat itu dengan seksama. Tulisan di dalamnya berbunyi, “Pelaku sebenarnya adalah orang yang tidak kau duga. Simbol itu adalah kunci, tetapi jawabannya ada pada orang lain. Jangan bodoh dan mengulangi kesalahan yang sama!”

Mereka terkejut dan semakin bingung. “Orang lain? Siapa?” gumam Raymond, menatap surat itu dengan dahi berkerut.

Isabella mendesah frustrasi, meluapkan kekesalannya. “Aku kesal sebenarnya. Mengapa orang yang mengirimkan petunjuk ini tidak mengatakan langsung siapa pelakunya? Mengapa harus teka-teki seperti ini?” suaranya meninggi, menunjukkan unek-uneknya.

Raymond mencoba meredam ketegangan. “Mungkin dia mempunyai alasannya,” katanya, mencoba bersikap rasional.

Isabella membalas dengan nada marah. “Alasan? Alasan menyangkut nyawa orang? Dia benar-benar mempermainkan nyawa orang seperti permainan teka-teki, hah?” Kemarahan Isabella kali ini terlihat nyata, dan Angela belum pernah melihatnya semarah ini.

Angela menggelengkan kepala, ikut merasa bingung. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi. Raymond menghela napas panjang, berusaha menenangkan Isabella. “Tenanglah, Isabella. Kita akan mengatasi ini dengan kepala dingin. Tenanglah.”

Isabella mendengus, tetapi mencoba menenangkan dirinya. Saat itu, Lysa datang membawa nampan berisi minuman. Matanya celingukan, seolah mencari seseorang. Raymond menyadarinya dan bertanya, “Ada apa?”

“Tuan Evander. Saya tidak menemukannya. Kemana Tuan Evander pergi? Ataukah dia...” Lysa mengucapkannya setengah hati, memandangi mereka dengan tatapan penuh tanya.

Angela segera berdiri dari duduknya, menatap Lysa dengan tatapan tajam. “Evander bukan pelakunya!”

Lysa mengangkat tangan seolah menenangkan. “Aku tidak mengatakan jika Tuan Evander pelakunya, Angela. Aku hanya penasaran. Di saat seperti ini, kemana Tuan Evander pergi?”

Angela terdiam. Ia juga tidak tahu kemana pria itu pergi. Isabella, yang merasakan kebingungan Angela, menambahkan, “Benar, Evander tidak mungkin melakukan hal itu. Di antara kita, yang paling bekerja keras adalah Evander.”

Angela mengangguk cepat, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. “Benar, bahkan disaat kita tertidur, dia masih berusaha dengan bukti-bukti yang menumpuk itu.”

“Syukurlah jika memang bukan,” ucap Lysa sambil tersenyum dan berlalu pergi.

Angela menghela napas berat. “Aku akan mendinginkan kepala ku,” ujarnya sebelum beranjak keluar ruangan.

Raymond dan Isabella saling menatap, lalu menghela napas bersamaan. “Ini benar-benar rumit,” kata Isabella pelan.

***

Angela berjalan ke kamarnya dengan langkah gontai. Setibanya di sana, ia segera mengumpulkan semua petunjuk yang diberikan entah oleh siapa. Ada lima petunjuk yang ia kumpulkan. Semuanya memiliki tulisan yang sama kecuali petunjuk ketiga, yang secara langsung merujuk pada Putra Mahkota.

“Apakah itu berarti ada seseorang yang ingin menyalahkan Putra Mahkota?” gumam Angela, berpikir keras.

Ia merenung, kebingungan karena alur cerita ini tidak diketahui olehnya. Buku yang menjadi petunjuk utama telah dirobek sehingga ia tidak bisa mengetahui siapa pelakunya. Angela memandang semua petunjuk yang ada di hadapannya dengan frustrasi.

“Petunjuk ketiga hanya menunjuk pada Putra Mahkota. Dan petunjuk terakhir mengatakan, jika Putra Mahkota bukan pelakunya. Berarti dugaan ku benar, ada dua orang yang memberikan petunjuk. Tapi, siapa?” pikirnya, mencoba menyusun potongan teka-teki ini.

Ia bertanya-tanya siapa yang menulis petunjuk itu. “Apakah orang misterius yang berpakaian modern? Tapi... bagaimana jika dia pelakunya? Pasalnya, di setiap kejadian selalu ada dia,” bisiknya, merenung.

Namun, pikiran itu dengan cepat ia bantah sendiri. “Tunggu, pelaku tidak mungkin menunjukkan dirinya, kan? Dia pasti pergi setelah melakukan keinginannya.” Angela menjentikkan jarinya, merasa menemukan jawaban. “Dasar psikopat, ternyata di dunia ini ada psikopat,” geramnya.

Angela memandang petunjuk kedua yang mengarah pada sebuah tempat. “Apakah aku harus datang kesini?” tanyanya pada diri sendiri.

***

Malam harinya, Raymond duduk di ruang kerjanya, memandangi petunjuk-petunjuk dan bukti-bukti yang tersebar di atas meja. Kepalanya masih penuh dengan kejadian kemarin tentang kematian Putra Mahkota Halion. Di sisi lain meja, Alaric duduk dengan ekspresi serius, menatap petunjuk-petunjuk yang ada.

“Ternyata bukan Putra Mahkota Halion, ya?” tanya Alaric, memecah keheningan sambil melihat lebih dekat petunjuk-petunjuk yang mereka punya.

Raymond mengangguk pelan. “Benar. Saat ini kita tengah berada di jalan buntu. Tidak ada bukti atau petunjuk baru. Iblis itu benar-benar cerdik,” katanya, merasa frustrasi. Ia memandang Alaric dengan tatapan penuh empati. “Menurutmu, ini bagaimana?”

Alaric menghela napas, berpikir keras. “Seperti yang kau bilang, ini rumit. Iblis itu cerdik dalam menghilangkan bukti. Bahkan, dia mengkambinghitamkan Putra Mahkota dengan simbol itu,” .jawabnya, memandang bukti-bukti itu dengan lelah seraya meletakkan petunjuk-petunjuk itu di atas meja.

Raymond terdiam, lalu memandang Alaric dengan tatapan tajam. “Ada apa? Mengapa kau diam saja?” tanya Alaric, merasa ada yang mengganggu pikiran Raymond.

“Ah, tidak,” Raymond menggeleng pelan. “Yah... Pokoknya ini benar-benar rumit. Aku tidak tahu siapa pelakunya, tapi... Aku akan segera menangkapnya dan membuat ia mendapatkan ganjarannya, sekalipun orang terdekat ku.” katanya, mencoba tersenyum.

Percakapan itu memberi Raymond sedikit kelegaan, tetapi masalah utama tetap tidak terpecahkan. Kejadian-kejadian ini semakin membingungkan, dan pelaku sebenarnya masih berkeliaran bebas. Mereka harus segera menemukan petunjuk yang lebih jelas sebelum lebih banyak nyawa melayang.

Dalam pikirannya, Raymond tahu bahwa semua ini akan segera mencapai puncaknya. Mereka harus bersiap menghadapi apa pun yang akan terjadi selanjutnya. Persahabatan dan kepercayaan mereka akan menjadi kunci untuk menghadapi semua rintangan yang ada di depan mata.

____________________________________

TO BE CONTINUED
____________________________________

The Binding Of Worlds (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang