Chp. 25 : In the Quiet of the Night

375 38 0
                                    

Malam itu, suasana di mansion Alaric sangat sepi. Bulan purnama tergantung tinggi di langit, menyinari seluruh area dengan sinar dinginnya. Di tengah kesunyian malam, sosok Alaric menyelinap keluar dari mansion. Mengenakan jubah hitam yang tebal, dia memastikan bahwa wajah dan tubuhnya sepenuhnya tertutup, menjaganya dari pandangan siapa pun yang mungkin berada di sekitar.

Dengan langkah yang hati-hati namun tergesa-gesa, Alaric bergerak menuju hutan di pinggiran tanah milik keluarganya. Suara daun kering yang bergesekan dan ranting patah di bawah kakinya nyaris tenggelam oleh kicauan burung malam dan deritan angin yang meliuk di antara pepohonan. Suasana di hutan semakin gelap dan suram, seolah-olah ada sesuatu yang mengintai di balik setiap bayangan. Aura dingin yang menyelimuti hutan itu membuat bulu kuduknya meremang, meskipun jubahnya melindunginya dari angin malam yang menusuk.

Setelah beberapa saat berjalan, Alaric tiba di sebuah rumah tua yang terlantar, bangunannya sudah dimakan waktu dan sebagian besar ditutupi oleh tanaman liar. Rumah itu berdiri dengan kesan menyeramkan, seolah-olah menyimpan rahasia yang sebaiknya tidak diungkap. Cahaya dari lilin yang dibawanya menggoyang-goyang saat Alaric mendekati pintu depan, menciptakan bayangan yang menari di dinding yang terkelupas.

Alaric mendorong pintu yang berderit, melangkah masuk ke dalam rumah dengan hati-hati. Bagian dalamnya gelap dan berantakan, dengan debu yang tebal menutupi lantai kayu yang retak. Ia berjalan perlahan-lahan melewati ruang-ruang yang kosong di lantai bawah, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Tidak ada yang tampak mencurigakan, namun ada perasaan tidak nyaman yang mengganjal di hatinya.

Saat dia melangkah ke lantai dua, langkahnya tiba-tiba terhenti. Di sana, di ujung koridor yang sempit, ada sebuah ruangan yang menarik perhatiannya. Dinding-dinding ruangan itu dipenuhi dengan gambar-gambar orang-orang, beberapa di antaranya terlihat sangat familiar. Alaric mendorong pintu ruangan itu dan masuk, lilin di tangannya menerangi ruang yang dipenuhi kertas-kertas berserakan di lantai.

Banyak dari kertas-kertas itu berisi catatan dan bukti-bukti yang tampaknya merujuk pada berbagai kejahatan. “Tulisan ini... tulisan yang sama dengan yang memberikan petunjuk kepada Angela,” gumamnya. Alaric sudah sering menyelinap ke kamar Angela, memeriksa bukti-bukti yang telah dikumpulkannya, termasuk petunjuk-petunjuk dari orang misterius yang tampaknya memiliki informasi lebih banyak daripada yang diketahui oleh mereka semua.

"Apakah tempat ini adalah tempat tinggal orang misterius itu?" Gumam Alaric dengan alis yang berkerut, merasakan kegelisahan yang semakin bertambah.

Sebelum ia sempat menyelidiki lebih jauh, langkah kaki terdengar dari arah pintu. Alaric segera berbalik, lilin di tangannya gemetar. Seorang dengan wajah waspada berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan curiga.

"Siapa kau?" tanya orang itu dengan nada tegas.

Alaric terkejut dan menatap balik, berusaha mengenali suara tersebut. Wajahnya langsung berubah saat ia melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Angela? Bagaimana kau bisa ada di sini?"btanyanya dengan heran.

"Alaric? Mengapa kau ada di sini?" jawab orang itu dengan nada yang sama terkejutnya. Namun, Alaric segera menyadari sesuatu yang aneh. Orang yang berdiri di depannya memang memiliki wajah yang mirip dengan Angela, namun terdapat perbedaan yang mencolok. Rambutnya berwarna pirang dan dipotong pendek, dan ada luka di sekitar pipinya.

"Siapa kau? Mengapa mengenal namaku?" tanya Alaric, nadanya berubah menjadi waspada, siap untuk menangkap orang itu jika diperlukan.

"Sial," umpat orang itu dengan nada kesal, tampaknya menyadari bahwa ia telah tertangkap basah.

Namun, sebelum Alaric sempat bereaksi, orang tersebut sudah lebih dulu melemparkan sesuatu ke arah wajahnya. Tepung yang dilempar itu membuat Alaric tersentak mundur, menutupi matanya dan merasakan perih. Tepung itu membuat pandangannya buram, dan ia berusaha membersihkan wajahnya dengan cepat, tetapi rasa perih itu membuatnya terhuyung-huyung.

"Argh, sialan!" umpat Alaric, menggesek-gesekkan matanya. Begitu pandangannya kembali jernih, dia mendapati bahwa orang tersebut telah menghilang.

Alaric tidak membuang waktu lagi dan segera berlari keluar ruangan, berusaha mengejar orang itu. Dia melihat sekilas sosok itu di kejauhan, berlari menuju hutan. Alaric mengejarnya dengan kecepatan penuh, melintasi pepohonan dan semak belukar yang gelap. Di tengah kegelapan, hanya cahaya bulan yang samar-samar membimbing mereka.

Aksi kejar-kejaran itu berlanjut, dengan Alaric yang hampir berhasil menangkap orang tersebut. Namun, orang itu berhasil menghindari tangkapannya, bahkan sempat mendorong Alaric hingga terjatuh ke tanah. Ketika Alaric hampir berhasil mencengkeramnya, orang itu dengan cepat menendang kemaluannya, membuat Alaric meringis kesakitan dan terjatuh kembali.

Sambil menahan sakit, Alaric melihat orang itu berlari semakin jauh. Meskipun lututnya bergetar karena sakit, dia tidak menyerah dan terus mengejar, melompati akar-akar pohon yang menjalar dan menghindari batu-batu yang menghalangi jalannya. Orang itu terus berlari dengan cepat, sesekali melirik ke belakang untuk melihat keberadaan Alaric.

Ketika orang itu melihat ke depan, dia mendadak menghentikan langkahnya. Di sana, di depan mereka, berdiri Angela dan Lysa. Ketiganya saling memandang dalam kebingungan dan keterkejutan.

"T-tidak mungkin... Angela, wajah orang itu mirip denganmu," ucap Lysa dengan suara gemetar, matanya tidak percaya melihat kemiripan yang mencolok itu.

Angela terpaku, mengingat wajah yang dikenalnya. "Artika?" serunya terkejut, matanya melebar melihat orang yang pernah dikenalnya di dunia modern kini ada di hadapannya.

"SIALAN! JANGAN PERGI KAU!" teriakan Alaric menggema di hutan, membuyarkan lamunan mereka. Suaranya menggetarkan malam yang sunyi, membuat mereka bertiga tersadar dari kebingungan mereka.

Orang misterius itu, yang ternyata adalah Artika, langsung bereaksi. Dia menarik Angela dengan paksa, mencoba melarikan diri dari Alaric yang semakin mendekat. "Mau kemana kau membawa Angela pergi?!" teriak Lysa dengan nada penuh kekhawatiran, berusaha menghentikan Artika.

Namun, Artika tidak menjawab dan hanya mendorong Lysa dengan kasar. Lysa terjatuh ke tanah, terengah-engah, sementara Angela yang terkejut berusaha protes. Tetapi tangan Artika yang kuat segera menarik Angela lebih jauh, memaksanya berlari bersamanya.

"Hei, Artika, ada apa sebenarnya?!" protes Angela sambil berusaha mengikuti langkah Artika meskipun bingung dan ketakutan.

"Diam dan lari saja! Atau kita akan mati di sini," jawab Artika dengan nada dingin, tak memperdulikan kekhawatiran Angela.

Angela merasa kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi, dia merasa harus melindungi temannya, Lysa, yang sekarang sendirian di hutan. Namun di sisi lain, dia juga khawatir tentang apa yang sedang terjadi dan mengapa Artika, sahabatnya dari dunia modern, bisa berada di sini.

Di tengah kebingungannya, Angela terjatuh, lututnya menyentuh tanah yang keras dan terasa sakit. Artika, yang melihat Angela terjatuh, berdecak kesal dan mendekatinya. "Kau selalu ceroboh! Cepat bangun, kita harus pergi sebelum dia mengejar kita," ujarnya dengan nada frustrasi.

"Sebenarnya ada apa sih?! Mengapa kau ada di sini dan memarahiku bukannya menolongku?!" protes Angela, berusaha bangkit meskipun lututnya berdenyut kesakitan.

"Pelaku yang sebenarnya ada di sini!" jawab Artika dengan nada mendesak, membuat Angela terkejut dan bingung.

"A-apa?" Angela terkejut, suaranya penuh ketidakpercayaan.

Artika tidak menjawab, segera menarik Angela lagi. Meskipun lutut mereka sama-sama terluka, mereka terus berlari keluar dari hutan. Di ujung jalan, Angela melihat sebuah kereta kuda menunggu dengan beberapa ksatria berjaga di sekitarnya.

"Artika, mereka...," ujar Angela, terhenti karena Artika sudah menariknya masuk ke dalam kereta kuda.

Begitu mereka berada di dalam, kereta kuda itu mulai bergerak. Angela menutup mulutnya karena terkejut melihat seseorang di dalam kereta.

"Yang Mulia Putri Vilya?!" teriak Angela, matanya melebar.

____________________________________

TO BE CONTINUED
____________________________________

The Binding Of Worlds (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang