14

2.3K 134 6
                                    

"tapi Gemi  mirip sama kamu deh, apa karna Mega sebel sama kamu ya pas dia hamil"

"Maybe sayang"

"Tapi Gemi ganteng banget sayang, lebih ganteng dari kamu"

"jangan bilang aku ganteng, Sekar Arum Dewi Purnama"

"emang ya, susah kalo orang cakep gak ngerasa dirinya cakep tuh, bikin jatuh cinta gitu, kaya kamu gini"

mendengar penuturan Sekar membuat Rai menatap tajam wanita yang masih betah memeluknya itu sejak sampai di hotel. "jadi kamu cinta sama aku karna aku gak ngerasa cakep?" tanya sinis Rai, biar begitu sebenarnya ia tidak marah

"hem, dulu pas sekolah nerima anak baru yang di gunjang gunjing super duper cantik dan dingin, aku ngeliatnya malah biasa aja hihi, abis muka kamu gak pernah senyum si, ngebingungin lagi, cewe tapi ganteng"

"iya juga si, aku ga menarikkan dulu di mata kamu, kamu sukanya yang murah senyum kaya Dio, Aldi, Budi, kan"

"hahahaha selalu aja kalo bahas masa sekolah bahasnya mantan aku, sayang inget umur deh"

'cekk' decak Rai, mengingatkan masa sekolah hanya mengingatkan bahwa wanitanya adalah beken di sekolah, membongkar kembali jika wanitanya juga dulu berpacaran dengan lelaki walau kini sudah menemukan jati diri dengannya, namun tetap saja Rai masih merasa cemburu jika mengingatnya.

"jadi kamu mau marah?"

"engga, mau kesel doang"

dengan gerakan cepat Sekar mengecup pipi Rai, membuat Rai yang semula cemberut jadi menahan senyumnya. 

*****

"jangan tinggalin aku sebelum Gemi bisa ngomong Appa"

Mungkin ucapan Mega itu hanya aku yang bisa mendengarnya, mengingatnya kembali membuat kepalaku berdenyut pusing, aku seperti terjebak dalam pernikahan pura-pura yang semakin dalam.

mengingat dan melihat Mega setiap hari, bukannya aku bodoh mengartikan sikap ia yang sebenarnya mendabaku, namun aku tau siapa aku dan apa yang hatiku mau, menyayangi jelas aku menyayangi Mega, sejak dulu aku menyayanginya, namun sudah terdoktrin jika Mega adalah kakakku dan itu sudah dalam waktu yang lama, perasaan asing itu tidak mungkin muncul terhadapku.

bahkan aku sudah berusaha menerima Mega sebagai istriku dalam hatiku, kenyataannya hatiku sudah terlalu penuh, penghuni hatiku begirtu pandai menata hatiku sehingga selalu tertata dan tidak ada celah untuk seseorang lagi.

dia Sekarku, dia rumahku yang sesungguhnya, definisi menjadikan manusia lain sebagai rumah adalah aku menggambarkan Sekar. 

aku ingin jadi yang terbaik untuk Sekar, dimana satu-satu wanita yang tidak berhenti mengagumiku setelah mengetahui mobil mewah yang aku bawa kesekolah pada masa itu hanyalah milik majikanku, milik bu Mela yang selalu memaksaku menggunakan mobil-mobilnya untuk aku berangkat ke sekolah, walau mobil yang aku gunakan sudah terbilang yang paling murah, tetap saja sudah golongan mewah.

sebenarnya banyak yang tidak berhenti mengangumiku hanya karna aku seorang supir, namun harus aku akui sekolah bergengsi itu dipenuhi dengan manusia bergengsi juga, beberapa menjauh dan sebagian tidak lagi terang-terangan mengangumi,  hanya mengagumi secara sembunyi-sembunyi kadang hanya mendekatiku melalui pesan singkat, membuatku tidak ingin merespon mereka lebih jauh.

hanya Sekar yang konsisten sejak awal tidak terlihat tertarik, namun ia perduli. saat waktu menumbuhkan yang seharusnya tidak tumbuh di antara kami, perasaan yang memang sejak awal sudah salah namun tidak bisa di tolak.

aku menatap kembali wanita yang sedang tidur dalam satu selimut denganku, dengan tanpa busana ia tetap terlihat nyaman didalam pelukanku. rasa saling menularkan dan berbagi kenyamanan tidak terdapat di semua manusia, walau nampak rupa dan raganya lebih sempurna sekalipun. ini tentang rasa yang sudah mengendap menjadikanmu candu di cintai dan mencintai. dan bagiku itu hanya terdapat pada Sekar.

bisa aku mengakui bahwa Mega lebih cantik dari Sekar? 

bahkan Sekar yang sudah masuk katagori cantik saja dikalahkan oleh kecantikan Mega, bagaimana bisa disaat puluhan orang di luar sana mendamba berada di posisiku (menjadi sang pemilik SAH Mega), namaun aku layaknya si dungu yang tidak tergoda?

itu karna, aku memiliki wanita yang sempurna luar juga dalamnya, yang aku bisa yakini bahwa cintanya sama besarnya dengan cintaku, kontrol diri agar tidak cemburu bukan hal yang mudah namun dia melakukannya dengan baik, aku tau alasannya. pasti agar tidak terjadi perdebatan denganku. ketika kami berdebat dan saling marah, malah kami seperti kehiangan  banyak energi. karna kami seperti saling memenuhi satu sama lain.

aku jadi teringat ucapan kak Jinan, bahwa memang jalan yang aku tempuh denngan Sekar bukan jalan yang mudah jika ingin bahagia di kemudian hari. dan aku selalu mengingat kata kak Jinan jika restu yang dia berikan bukan restu yang main-main, bukan seperti hubungan pada umumnya yang bisa kembali ketika membuat kesalahan.

"Kamu tau Rai, Sekar adalah adik kesayangan aku dan dia juga kakak kesayanganJeri, sejak Jeri ikut keluar negri Sekar satu-satunya adik aku yang nemenin aku, sampe akhirnya dia memilih kamu dan aku seolah kehilangan segalanya, aku penasaran kamu itu orang seperti apa" ia tersenyum kecil, lalu melirikku dengan gemas "ternyata sekar memilih seseorang yang tidak berkata dan berbuat kasar,mungkin takut jika seperti ayah yang selalu berkata dan berbuat kasar, Sekar juga memilih yang menjaga raga dan batinnya, mungkin agar tidak seperti memeh yang suka memukul dan melukai hati dengan kata-kata lembutnya. apa yang tidak ia dapat di rumah dan apa yang tidak bisa aku berikan, karna aku terlalu sibuk menyembuhkan lukaku sendiri mengakibatkan sosok pelindung khayalannya menjadi nyata, yaitu di sosok kamu, walau dia mendamba seorang pangeran yang gagah perkasa, nyatanya sang putri  cantik jelita lebih mampu menawan hatinya"

dari sekian banyak omongan Jinan malam itu aku hanya penasaran dengan ucapan Jinan yang menimbulkan pertanyaan bodoh kala itu "kakak gak jadiin Jeri adik kesayangan dan Jeri gak jadiin kamu kakak kesayangan dia kak?"

bisa kalian bayangkan bagai mana raut wajah kak Jinan malam itu? aku jadi ingin tertawa membayangkannya sekarang.

"hem selain aku menyasal tidak berdoa dengan meminta jodohku dan jodoh adik-adikku seorang lawan jenis, aku juga lupa meminta pasangan kami seseorang yang cerdas" 

"apa yang bikin kamu senyum-senyum sayang?"

Yampun, jantungku.

"kaget aku"

"gak bisa kah jantung kamu itu se-cool wajah kamu, cakep-cakep kagetan!" gerutunya, bisa-bisanya orang baru bangun tidur menggerutu seperti dirinya.

tidak ingin menanggapi ucapannya, aku ikut duduk saat dia mengambil posisi duduk, tubuhku yang semula hangat walau tanpa busana jadi dingin seketika saat dia membebaskan diri dari pelukku.

"aku laper deh sayang" keluhnya, yang sebenarnya aku juga merasa lapar, setelah kami pulang dari rumah sakit sore hari, kami tidak kemana-kemana lagi, bahkan tidak memesan makan.

aku melirik jam dinding hotel yang sudah menunjukan jam dua pagi. mungkin di sekitar hotel ini masih ada warung makan yang masih buka. dengan segera aku menyuruhnya menggunakan baju selagi aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri, karna Sekar sudah membersihkan diri sejak sebelum tidur, bagusnya dia merasa tidak nyaman jika harus tertidur tanpa membersihkan diri setelah berhubungan. membuat kami jarang meributkan masalah kamar mandi.


*****

Jogja tidak pernah gagal dengan malam harinya, malam yang di penuhi lampu kota yang redup, namun menenangkan, udara dingin Joga tidak pernah gagal membangun perasaan rindu, ramahnya kota istimewa ini juga bisa bersaing dengan kota kembang. 

sorot lampu yang tidak begitu terang seolah menyorot dengan hangat wajah kekasihku, memandangnya dari sisi samping wajahnya seperti ini membuatku terlena, betapa beruntungnya aku mendapatkan wanita secantik dirinya, wajah tegas namun terlihat ayu itu memangnya siapa lagi yang memilikinya, walau mungkin masih ada lagi yang mermiliki wajah tegas nan ayu, tapi aku yakin tidak banyak. dan yang secantik kekasihku? aku tidak yakin banyak!

"iki pesenan kopi lan panganane non"

"matur nuwun budhe" sahut Sekar dengan tangan yang sibuk meneerima pesanan kami dari ibu parubaya pemilik kedai pinggir jalan yang kami datangi

"ayu banget, pinter basa jawa mesthi wong jogja ya non"

"araning aku Sekar budhe, pamggil aja Sekar yo budhe. wong tuwa aku asli jogja nanging aku gedhe ing bandung, saiki aku maneh dolan wae menyang jogja

"ayu ya, pinter, mesti calon bojone dokter"

aku dan Sekar menahan senyum, dengan keluguan ibu ini aku jadi menyadari satu hal. bahwa kami memang tidak akan di pandang sepasang kekasih di negara yang masih tabu ini hihi.

"calon bojo ne direksi design interior budhe"

"ehh ndo, bisa ngomong jowo? yasudah, budhe ora ngerti. maaf yo ndho, budhe kira kamu orang luar negri"

rasanya senyumku tidak bisa ditahan melihat keluguan ibu paruh baya dihadapanku, dengan apron penuh minyak namun nampak banyak perjuangan di setiap nodanya.

setelah sedikit perbincangan lagi, ibu penjual nasi kucing itu membiarkan kami menikmati makanan kami, meski dalam mata Sekar nampak tak rela saat ibu itu beranjak, namun senyum ibu itu saat ada pembeli lain  seperti menularkan bahagia.

"kenapa kamu gak pesen nasi kucingnya sayang, lauknya lumayan bayak loh ini"

"nanti kalo aku masih laper aku mesen nasi kucingnya juga sayang"

"hem, tapi paling ini sesuap sih di kamu, kalo kamu makan nasi kucing kamu butuh enam atau tujuh bungkus nasi kucing" Sekar nampak berpikir tentang porsi makanku dan kecepatan aku makan.  seperti dia paling tau tentangku.

aku menghabiskan makanku lebih dulu, semangkuk soto dan  seporsi nasi, sedangkan Sekar masih nmenikmati bungkus ke dua nasi kucingnya. aku memilih meneguk secangkir besar kopi hitamku. sepertinya akan lama jika Sekar dan makanannya sedang beradu rasa.  

kali ini sorot cahaya bulan menjelang subuh sangat terang, menyoroy langsung dan masuk kedalam manik mata Sekar yang menatapku, mata itu memantulkan bulan cerah yang entah bagai mana seolah sedang bercermin di mata jernihnya. sangat  cantik memang Purnamaku.














GEMINIONS










GeminionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang