Ruangan yang luas menjadi begitu hening saat hanya ada suara isak tangis dari Claudia dan Henia seperti berlomba mengungkapkan kesedihan, tidak pernah terbayang hari ini tiba juga di momen yang tidak di siapkan sebelumnya.
mencoba menguatkan hanya itu yang di lakukan Cia, gadis mungil nan ayu yang memiliki nama lengkap Arsyila Agrata Tiyasi yang sama sedihnya namun tau siapa yang lebih sakit sekarang adalah kakaknya.
"kalian tidak perlu menangis pilu seolah kesakitan, jika kalian tidak bisa membaca kesakitan orang lain, kalian tidak pernah tau bahwa hati orang yang kalian sakiti tidak bisa terobati oleh air mata bahkan dengan kata-kata, penjelasan sudah tidak berarti dan penyesalan adalah hal yang pasti, ini hanya soal waktu, tidak perduli terjadi hari ini atau nanti rasa sakitnya akan tetap sama, tenangkan diri kalian yang adik kecilku butuhkan bukan tangis penyesalan tapi pembuktian bahwa kalian begitu mencintainya" Brisata membuka suara, wanita dengan wajah tegas itu seperti tidak perduli jika ucapannya menghujam jantung siapapun yang merasa tersayat oleh ucapannya.
wanita yang menyandang status kakak kandung Raigemi itu nampak tidak terbantahkan, suaranya yang tidak terdengar sejak tadi sekali berucap bagai busur kebenaran yang tepat sasaran. bahkan Gumilar pun tidak bisa berkata-kata saat cucu pertamanya sudah mengeluarkan suara.
sosok yang sebenarnya menampung penyesalan terbesar adalah Brisata, perbedaan usianya dengan Rai yang terpaut tiga belas tahun itulah penyebab adiknya di titipkan untuk sebuah didikan kepada keluarga lain, saat kelahiran adik kecilnya di barangi dengan came out nya di usia yang masih begitu belia, sebuah pengakuan yang ternyata sangat fatal.saat di usianya yang begitu muda mengetahui bahwa mami nya menjalani hubungan dengan kekasih perempuannya begitu membuatnya berani menunjukan taring dan jati diri, menyebabkan kehancuran kepercayaan dan akibat yang di tumpah ruahkan kepada adik mungilnya saat itu yang entah berada di mana sejak ia pulang sekolah dan tidak menemukannya lagi.
sampai akhirnya ia dapat melihat mata indah adik kecilnya lagi sekarang, secara langsung dan tidak dari jarak yang begitu jauh, mata itu malah memancarkan kesedihan dan kekecewaan.
*****
Rai menatap laut yang nampak begitu jauh dari balkon hotel, terasa menenangkan walau hanya sedikit, angin sepoi yang malah riuh menabraknya seperti protes tentang ketenangan tidak bisa di dapat hanya karna merasakan angin.
entah sudah berapa banyak puntung rokok pada asbak, yang ia tau bibirnya tidak bisa berhenti mengeluarkan asap yang didalamnya ter-rafalkan kata-kata untuk tuhan untuk banyaknya pertanyaan di kepala.
sampai seseorang duduk disampingnya, mengambil rokok dari selah jarinya dan memindahkan rokok yang sisa setengah itu kebibirnya, rokok itu nampak tidak layak bertanggarterselip pada bibir indah itu.
"begini cara kamu menenangkan diri adik kecil?"
Rai tersenyum atas panggilan yang terdengar asing di telinganya, bulu kuduknya berdiri entah karna angin yang semakin kencang menabraknya atau karna panggilan itu. "ada urusan denganku?"
"terlalu banyak denganmu, karna itu aku ada disini untuk membuatmu bingung" Brisata menolehkan wajahnya untuk melihat wajah Rai yang sejak tadi sudah memandangnya "kamu tau adik kecil? waktu kamu bayi dan aku memanggilmu adik kecil kamu selalu tersenyum dengan mata yang terpejam"namun sudah lama aku tidak memanggilmu begitu dan sekarang kamu sudah bukan adik kecil lagi, kamu sudah tumbuh menjadi dewasa yang hebat dan mengagumkan, aku tidak pernah melihat pertumbuhanmu dari dekat namun aku tau kamu tumbuh dengan baik" binar mata Brisata manerobos langsung kedalam bola mata yang ternyata sangat jernih seperti bayi dulu "hanya kamu tidak pernah sadar bahwa aku ada, kamu membuatku kerepotan saat kamu dinyatakan kabur dari rumah saat itu ingin sekali aku memasukan Henia dan Alive keruangan penuh setrum"
"dasar sikopat"
"hei, are you kidding me? kamu menghilang dari pengawasanku dan kamu bilang aku sikopat saat aku mengkhawatirkanmu?"
"pada kenyataannya kamu tidak akan keluar dari persembunyianmu bahkan setelah kamu menemukan aku kembali"
"aku harus datang kepadamu dan langsung bilang jika aku kakak kamu? kamu bercanda, bukankah kamu akan menganggapku orang gila!"
"keluarga kalian yang bercanda, sudah membuangku kenapa harus sulit-sulit mencariku? bahkan saat aku mencari keluargaku kalian menyembunyikannya dan membiarkan aku tersesat dalam dunia yang luas ini, aku seperti anak anjing jalanan yang di ambil majikan yang merawatku, kalian tidak akan mengerti"
saat Rai mengatakan itu sebuah tangan dengan kencang menarik telinganya, bahkan sejak kapan Mega ada dibelakangnya pun ia tidak tau "sejak kapan kamu menggambarkan diri kamu seekor anjing yang di ambil mommy? bahkan mommy sangat mencintaimu seperti anaknya sendiri" jeweran itu di perkuat membuat Rai melenguh kesakitan.
"iya iya maaf, itu hanya perumpamaan" mohon Rai agar tangan itu terlepas dari telinganya
"jika kamu mengumpamakan dirimu anjing, berarti mommy menikahkan aku dengan anjing, kau ini membuatku kesal sekarang Rai, kamu tau tidak mommy selama ini tidak pernah menganggapmu supir bahkan pada koleganya dia selalu mengenalkanmu sebagai anaknya" ucapan Mega membuat Rai merasa bersalah, jika Mega saja bisa protes seperti ini yang mengartikan dirinya merasa sedih, bagaimana jika Mela yang mendengarnya, mungkin hatinya akan sakit.
"maaf" ucapan lirih itu sudah bukan permohonan agar tangan mega terlepas dari telinganya yang sakit, namun bisa dirasakan bahwa memang Rai begitu menyesali ucapanya.
Brisata yang melihat pertengkaran rumah tangga ini merasa lucu, beginikah jika adik kecilnya sedang di marahi oleh istrinya, sangat menggemaskan. "kapan kalian pulang?"
"besok pagi" jawab Rai dengan cepat, di barengi dengan tangan Mega yang terlepas dari telinga Rai.?
"maaf, aku bukan mau mengganggu obrolan kalian, aku kesini untuk mengantarkan kopi" Mega mengambil kembali dua cangkir kopi yang sebelumnya di taruh di atas meja kecil yang terdapar di balkon itu. lalu meletakkannya kehadapan Rai dan Brisata lalu beranjak pergi, sebelumnya mega menyempatkan untuk menutup pintu balkon. memberikan ruang untuk kakak adik yang sedang bersua.
"jika pulang besok pagi, mungkin sore ini kita bisa pergi bersama, aku mau jalan dengan keponakanku yang manis" dengan bahagia Brisata mengatakan itu seolah sudah membayangkan perjalanan mereka sore nanti.
"maaf tapi kita tidak sedekat itu"
bisa dibayangkan manusia yang biasa menghujam hati orang lain dengan kata-katanya kini mendapat timbal balik dengan dihujam kata-kata adik kecilnya, namun ia malah tertawa kecil "kau memang adikku"
Brisata berlutut dihadapan Rai mengambil tangan kanan Rai yang begitu panjang dengan beberapa urat yang timbul "liat tangan yang dulunya mungil mejad tangan dewasa yang memiliki kapalan, kau ini bagaimana, mengurus tanganmu saja tidak bisa"
"ini karna dulu aku lebih sering membantu para pekerja pabrik di pabrik mommy" entah mengapa Rai mengatakan itu, seperti seorang adik yang sedang mengadu kepada kakaknya tentang masa sulitnya, mungkin benar, bahwa batin tidak bisa terbebas dari batin yang terikat, karna jika berusaha melarikan diri ia akan terjadi perang batin yang menyiksa.
"sekarangkan udah gak kerja terlalu berat, kepintaran kamu menyaingi mami, bahkan aku tidak mengerti kenapa kakek yang sudah frustasi merekrut kamu untuk bekerja di prusahaannya berujung kamu yang datang melamar kerja disana, sangat hoki dia"
"mulut kamu sangat tidak sopan"
"i know"
"sebaiknya kamu istirahat dan tidak disini"
"kamu mengusirku yang tidak sopan ini dengan kesopananmu?"
"tidak, tapi memang seharusnya kamu tidak disini"
Brisata sangat mengerti, ini bukan waktu yang tepat untuknya membangun kehangatan dengan Rai yang sedang berperang dengan kebenaran yang baru saja di terimanya. sepertinya memberikan waktu untuk adiknya saat ini adalah pilihan satu-satunya.
Brisata bangun dari duduknya, sebelumya dia sempat menyesap kopi yang di siapkan Mega, namun ia sedikit membungkukan badannya kearah telinga Rai "pilihlah antara gadismu dan istrimu, mereka tidak mungkin berada di hatimu yang hanya satu itu"
ucapan Brisata benar-benar membuat Rai percaya, bahwa selama ini ia di kuntit oleh kakaknya sendiri. dia benar-benar kakak kandungnya bisa di lihat dari keusilan mata indahnya yang berkedip sebelah setelah menggoda, hal yang kerap ia lakukan sesaat setelah menggoda Sekar.
mengingat Sekar dan di ingatkan tentang gadisnya, ia jadi sadar dia harus menceritakan sesuatu yang rumit dan melebihi drama seperti ini kepada gadisnya disana, mungkin lain waktu saat dia sudah bisa menceritakannya ia akan berbicara untuk waktu yang panjang.
"kuat y a kamu gak nyentuh Mega yang seseksi itu"
Rai terperanjat, dikiranya mahluk itu sudah pergi dan ternyata masih bisa berbisik di telinganya "otakmu itu"
"kamu bilang aku tidak sopan bukan, termasuk otakku"
"dasar perumpuan gila"
"ya, dan aku tergila-gila ingin merenggut hati adik kecilku" ucapnya Brisata teriakan karna sudah berjalan meninggalkan Rai.
sesaat Rai menggelengkan kepalanya, ternyata sebuah didikan memang di perlukan, baru kali ini ia mengumpat orang lain, dan sejak tadi ia mengumpat kakak kandungnya sendiri yang ternyata begitu menyebalkan.
GEMINIONS
KAMU SEDANG MEMBACA
Geminions
Teen FictionGendre GxG. Jangan salah lapak⚠ Semua berawal dari pernikahan terpaksa. Pernikahan kontrak, bahkan perceraian yang sudah diatur waktunya. Namun semua berubah, Raigemi begitu mampu memikatku. Apa aku akan berhasil mempertahankan pernikahan pura-pura...