9

3.6K 198 7
                                    

Megan's pov

Aku merasa baik-baik saja sekarang.
Jika tindakanku berujung sebuah penolakan.

Tapi rasanya kenapa begitu sakit, ketika seseorang yang begitu memenuhi hatiku, menolak dengan begitu lembutnya.

Apa salahku? Jika aku menuntut sebuah hasrat batin sebagai seorang istri?

Apa selama ini dia tidak berhasrat, atau memang dia bisa melepaskan hasratnya, Sedangkan aku tidak pada siapa pun!

Kenapa hatiku seperti terganjal batu besar, nafasku sesak sejak tadi, bahkan rasanya menarik nafas saja aku tidak sanggup. Menarik dan menghembuskan nafas seolah harus di perintah dengan otak, tidak lagi kewajiban karna memang fungsinya untuk berhembus.

Tiga jam lalu, Rai pergi berpamit setelah tidak bisa menuruti kemauanku, ada rasa malu, tapi lebih besar rasa kecewa dalam diriku.

"Mega, kita- hubungan kita hanyalah sebuah kepura-puran. Aku hanya ingin menjaga kehormatanmu sebagai wanita"

"Tapi aku istri kamu, bahkan sejak awal aku gak menyangkal. Kita sah Rai"

"Tapi apa kamu mau, disentuh sama orang yang jelas-jelas akan berpisah dengan kamu kelak? Perpisahan kita bahkan sudah di atur sedemikian rupa. Aku cuma gak mau nanti ini jadi penyesalan kamu"

Percakapan terakhir sebelum Rai pergi, membuatku sedih.

Apa dia benar-benar mengharapkan sebuah perpisahan?

Mommy benar, aku terlalu gegabah setiap mengambil keputusan. Terlalu membenci Rai di awal, ternyata memang sebuah kesalahan.

Ternyata mommy begitu menyayangi Rai karna memang Rai begitu positif. Aku tidak pernah menemukan orang sepositif dirinya, yang bahkan tidak pernah berpikir buruk lebih awal untuk menilai sesuatu.

Aku merasa seperti istri yang dicampakan dan tidak di inginkan sekarang. Berbanding terbalik dengan posisiku dulu yang tidak ingin menganggap Rai.

_____

Sekar's pov

Agak terkejut saat membuka pintu kost, hal yang aku temui adalah Rai yang tengah mabuk, ini sungguh bukan Rai yang aku kenal. Tapi hal rumit apa yang dia dapatkan sampai dia menjadi seperti bukan dirinya?

Diam-diam sambil membuatkan dirinya teh hangat, pandanganku meliriknya menyelidik, sejak datang dia hanya duduk menunduk dikasurku.

Aku membawa dua cangkir, aku serahkan secangkir teh kepada Rai dan secangkir kopi lainnya milikku. Dia menerima cangkir dengan senyum hangatnya, senyumnya tidak berubah walau aku tau dia sedang dalam pengaruh alkohol.

"Aku gak suka bau minuman ditubuh kamu" protesku, bau tubuhnya sangat menyengat aroma wine.

"Cuma sedikit aja, ini ketumpahan" perkataan dan aroma mulutnya, tidak selaras.

"Sedikit itu seberapa?"

Dia nampak berpikir keras sekarang, seperti mengingat-ngingat dengan tepat untuk menjawab pertanyaanku. Namun walau berpikir keras dia tidak langsung menjawab pertanyaanku, malah memilih menyesap teh hangat ditangannya.

Beberapa waktu aku membiarkan waktu terlewat dalam keheningan, aku berpikir bersama kopiku dan dia asik dengan teh dan rokoknya. Dia membuatku khawatir, sejak kapan dia dipenuhi beban seperti ini.

Aku mengambil cangkir miliknya yang sudah kosong, juga membiarkan dia menghabiskan kopi dicangkirku yang sisa sedikit, membawa cangkir-cangkir itu ketempat cuci. Aku kembali dengan segelas air putih untuk Rai.

GeminionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang