Chapter 33

502 99 30
                                    

"SAYANG!" Pekik Sandya sambil bersandar di daun pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"SAYANG!" Pekik Sandya sambil bersandar di daun pintu. Baru saja dirinya bangun, tetapi tidak mendapati Gavya di sampingnya.

"IYAAAA!" Gavya segera menghampiri Sandya. Menepuk pelan pipi pria itu ketika melihat Sandya cemberut.

"Tumben banget, biasanya langsung mandi," ucap Gavya namun tak di hiraukan oleh Sandya. Dia malah menarik Gavya ke dalam pelukannya.

"Pusing banget kepalanya," gumam Sandya sambil mengusapkan wajahnya di pundak Gavya. Sementara kedua tangannya merengkuh pinggang Gavya dengan erat.

"Kakak demam ya?" Tanya Gavya sembari mengecek suhu tubuh Sandya menggunakan punggung tangannya. Dan benar, suhu tubuh Sandya lebih hangat dari biasanya.

"Eung," rengek Sandya. Dia semakin mengeratkan pelukannya pada Gavya.

"Ya sudah, kakak tidur lagi aja. Aku ambil sarapan, obat, sama termometer dulu," ujar Gavya tetapi Sandya malah menggelengkan kepalanya.

"Nggak mau, maunya sama kamu," cicit Sandya dengan suara seraknya. Dia memundurkan wajahnya lalu bibirnya sedikit mengerucut.

"Iya, nanti. Aku ambil sarapan dulu." Sandya menggelengkan kepalanya. Dirinya malah menarik Gavya masuk dan meminta kekasihnya untuk tiduran di sebelahnya.

"Sini, tidur sini," pintanya manja. Sebelah tangannya menepuk sisi kasur yang kosong, sementara yang satunya lagi memegang tangan Gavya agar tidak pergi.

"Kakak makan dulu. Biar tidak tambah parah nanti," ujar Gavya yang masih berusaha membujuk Sandya.

"Nggak mau, nanti kalo kamu pergi terus aku mati gimana?" Tanyanya membuat Gavya memutar bola matanya malas.

"Kan demam doang. Tidak akan mati." Sandya tetap menggelengkan kepalanya. Gavya yang melihat itu pun akhirnya naik ke atas ranjang dan duduk di samping Sandya.

Sandya merapatkan dirinya, menarik tangan Gavya untuk memeluknya. "Usap-usap aja. Jangan pergi kamunya," cicit Sandya yang lagi-lagi Gavya hanya bisa menurutinya.

"Harusnya makan dulu, minum obat, terus tidur lagi," seru Gavya memberi saran.

"Kepala aku pusing, nanti kalo kamu pergi tambah pusing gimana?" Gavya terkekeh dengan menggelengkan kepalanya kecil saat mendengarnya.

"Waktu itu kamu jatuh dari motor masih bisa lari, giliran demam kayak orang mau mati," gumam Gavya membuat Sandya merengek kecil.

"Itu sakitnya beda sayang. Kalo aku mati beneran gimana? Kepala aku kayak mau pecah loh ini." Gavya menghela nafasnya pelan, berusaha bersabar dengan sifat manja Sandya.

"Badan doang gede, depan karyawan dingin banget. Giliran sakit, manjanya ngalahin bayi," ujar Gavya yang masih bisa di dengar oleh Sandya.

"Aku lagi sekarat loh ini. Kayaknya bentar lagi kejang-kejang. Kalo aku ada apa-apa, kamu ngga boleh nyari yang lain lagi ya sayang?" Pinta Sandya dengan suara lemah.

Intense Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang