Chapter 34

546 109 36
                                    

Hari pernikahan yang sudah lama dinanti akhirnya tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari pernikahan yang sudah lama dinanti akhirnya tiba. Suasana penuh haru dan bahagia terasa di udara. Di sebuah gedung yang indah, keluarga dan teman-teman terdekat berkumpul untuk merayakan kebahagiaan pasangan pengantin. Dekorasi yang cantik, bunga-bunga yang segar, dan tata lampu yang indah menambah kesan magis pada acara tersebut.

Dengan tamu yang terbatas, setiap detik terasa begitu berharga dan penuh makna. Dua pengantin pria dengan pakaian yang elegan dan rambut yang rapi sudah siap untuk mengucapkan janji di atas altar.

Dan saat ini di ruang ganti, Bryan memeluk anaknya yang sedari tadi merasa gugup. Dia berusaha menenangkannya.

"Udah jangan gugup, ayo. Sandya udah nungguin dari tadi," seru Bryan namun Gavya menggelengkan kepalanya kecil.

"Nanti kalo aku tidak bisa ngucap janjinya gimana pah? Aaaaa aku takut salah," ujar Gavya sambil menghentakkan kakinya kecil.

"Ngga papa, kan nanti kamu ngikutin pendeta. Masih untung loh ngga di suruh ngafalin," ledek Bryan membuat Gavya mendelik sebal.

Gavya memundurkan tubuhnya, bibirnya mengerucut hingga Bryan tersenyum kecil melihatnya.

"Dari kemaren bunda sama papah udah kasih kamu nasehat terus. Kalo papah ngomong lagi pasti nanti kamu kesel," ungkap Bryan sembari menangkup wajah anaknya.

Ceklek.

Keduanya menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Terlihat Intan yang masuk dengan langkah tergesa.

"Kenapa lama banget? Udah di tungguin dari tadi loh," seru intan menatap suami dan anaknya bergantian.

"Kala gugup Bun, makanya papah tenangin dulu," balas Bryan membuat Intan menganggukkan kepalanya.

"Ya sudah, ayo cepetan. Kasian mereka udah nungguin kamu lama banget." Intan menggandeng tangan Gavya dan menariknya untuk keluar dari ruang ganti.

Saat akan masuk ke dalam ballroom, Gavya semakin merasa gugup hingga menghentikan langkahnya.

Bryan dan intan yang melihat itupun mengernyitkan dahinya bingung. Kemudian Intan bertanya, "kenapa berhenti?"

"Mau pipis," bisik Gavya membuat Bryan menepuk jidatnya sendiri melihat tingkah anaknya.

"Ya ampun, dari tadi juga. Sana, cepetan. Awas aja kalo lama nanti bunda dobrak pintunya." Gavya menganggukkan kepalanya, dengan cepat dia berlari menuju toilet untuk menuntaskan hajatnya.

"Anak papah tuh, kelakuannya astagaaa, bikin bunda pusing aja," sungut Intan yang merasa kesal pada anaknya itu.

"Giliran gini aja anak papah. Giliran Kala lagi diem, baru di puji anak bunda," gumam Bryan yang masih bisa di dengar oleh Intan.

"Loh, udah pasti sifatnya yang kayak gitu tuh turunan dari papah. Bunda mana pernah kayak gitu," balas Intan membela diri.

Bryan menatap istrinya malas. Lebih baik dia tidak membalas ucapan istrinya itu karena wanita selalu ingin menang sendiri.

Intense Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang