Sebelum Menikah

29 1 0
                                    

    "Bangun! rupanya kau tidak bisa diberi kelembutan sedikit ya." titah Putra menggelegar.

    Gendang telinga berasa mau pecah ingin sekali menampar bibir sedari tadi berteriak, tanpa harus meninggikan intonasi bicaranya Arumi sudah dengar.

    'Gila banget ini laki. Mulutnya nyerocos kayak mercon yang baru di ledakin, kalo gue gibeng ntar dikira durhaka lagi, mana kepala aku makin pusing.' geram nya dalam hati.

    Seputung rokok dia keluarkan dari kotak persegi panjang tersimpan diatas meja terletak di sampingnya.

    Fiuuh...

    Terpaan Asap membual ke wajah Arumi membuat batuk batuk dan sesak di dadanya, ia tau apa kelemahan dia karena memang punya alergi

    Kondisi saat ini tak memungkinkan Arumi untuk bangkit, kakinya ngilu bercampur perih, jangankan berdiri mengangkat tangannya saja tak mampu.

    Hanya bisa pasrah menerima perlakuan kasar suaminya, terserah mau diapakan, pria itu berbicara saja tidak seluruhnya masuk ke pendengaran nya.

    Perlahan pandangan mulai hilang bersamaan dengan merduan suara bernyanyi terdengar mengerikan bagi Arumi, bagaimana tidak dia terus berteriak kencang bak radio tanpa signal bervolume tinggi benar benar membuatnya tambah pusing.

    "anak pembunuh. Cepat bangun! kau pikir kalo kamu pura pura pingsan aku bakalan kasianimu." kakinya menoel noel tangan wanita tergeletak lemas dengan mata terpejam.

    Merasa tak ada reaksi dari pemilik tubuh Putra berjongkok menepuk pipi cubby Arumi sedikit kencang, tetapi tetap saja sama.

    "ARUMI... ? kamu jangan bercanda denganku. Tidak lucu!"

    Wajah pucat pasi, suhu tubuhnya sangat panas, Putra bergegas membopong bobot istrinya ia bawa tempatkan ke atas tempat tidur king size yang terletak di sudut ruangan itu.

    Berlari cepat keluar ruangan menuruni anak tangga dua langkah sekaligus, entah sadar atau tidak dia benar benar khawatir terjadi apa apa terhadap istrinya.

    Saat ingin menaiki anak tangga menuju ruang rahasia nya ia terkejut ada noda merah bersumber dari arah pintu.

    "Darah siapa ini." gumam Putra sembari membawa termometer dan wadah berisi air es dan sapu tangan untuk mengompres Arumi.

    Mencolek lalu dihirup, setelah dirasakan itu memang darah, teringat sewaktu dirinya menyeret kasar, kaki terpincang pincang kesakitan namun tidak disadari olehnya.

    "Arumi...?" berlari keatas.

    "Kaki kamu kenapa terluka seperti ini." pekik Putra menyibakkan gaun hitam sang istri.

    Telapak kaki terdapat luka goresan cukup dalam di balik perban putih yang berubah warna merah pekat, jahitan nya pun ikut terlepas karna ulahnya.

    Tidak cuma satu tetapi hampir menyeluruh di telapak kakinya, ia jadi teringat kejadian beberapa jam lalu dimana Apartemen tempat bermadu ada penyusup masuk merusak perabotan disana beling berserakan semua tempat.

    Si pelaku belum tertangkap sampai sekarang, kemungkinan itu Arumi yang diam diam mengikutinya.

    "Agrrhhh... ?" mengusak rambutnya kasar.

    Kenangan manis kebersamaan sewaktu menjalin kasih saat berpacaran dulu sebelum menikah berputar putar di dalam otaknya.

    Tak tega jika harus menyakiti hati wanita paling dibenci nya sekaligus dicintai, hati nya berdenyut nyeri melihat dia terluka.

    "Sayang janji kalo misalnya nanti kita menikah kamu mau anak berapa? satu, dua atau tiga." kata Arumi berada di atas pangkuan Putra memainkan jemari kekasihnya.

    "Sebisamu aja."

    "Maksud kamu."

    "Kamu mau melahirkan anak saja aku sangat bersyukur."

    "Loh kok gitu. Kan udah kodratnya wanita, aku gak akan keberatan, malahan seneng punya buah cinta kita nanti."

    "Ya udah aku minta sebelas anak. Kamu sanggup."

    "Sanggup. Eh, apa engga jebol itu lubang nglahirin 11 anak, kamu mau bikin anak apa tim Sepak Bola sih, banyak banget."

    "Dua duanya."

    Auh!

    "Kok kamu pukul aku."

    "Abisnya ngeselin. Aku tanya serius kamu jawabnya apa." ngambek.

    "Hahaha... kalo gitu kita tukeran aja gimana?"

    "Mana bisa."

    "Bisa. Hahaha... !"

    "Bercanda nya gak lucu ih!"

   

BERSAMBUNG

   

   
   

   

Air mata di hari PERNIKAHAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang