"Mas, kakak. Sudah, HENTIKAN." teriak Arumi.
Saat melihat kedua orang paling ia sayangi bertengkar hebat bahwa kehadirannya dihiraukan, kembali melayangkan tinju, suara teriakan Arumi tak membuat baku hantam terhenti malah semakin ambisi saling menyakiti satu sama lain, seakan punya dendam tersalurkan.
Arumi juga belum tau masa lalu suami dan kakaknya ia menunggu salah satu dari mereka bercerita, ah! itu terlalu lama ia harus segera menanyakan perihal tersebut agar tidak ada lagi kesalahpahaman.
Langkah cepat menghentikan aksi keduanya, kepalan tangan mungil terarahkan bergantian.
Bughh
Bughh
Putra dan Daniel menoleh kaget, tangan mungil itu meninju perutnya, cukup kuat untuk seorang wanita.
"Arumi..." kompak nya.
"Sayang kamu kok mukul aku."
"Iya gadis manisku."
"DUDUK!" sejenak berhenti. "Atau aku pergi dari sini."
"Sayang, kamu bicara apa." tatapan suami istri bertemu. "Baiklah aku duduk."
Dua kaum hawa duduk berhadapan langsung dengan satu wanita yang bersedekap dada bersandaran sofa menatapnya tajam bak kilatan petir yang siap menyambar.
Mereka tak berani membalas raut horor seolah menembus pandangan nya ke inti dalam, tertunduk sesal, tindakannya bisa dibilang labil kala emosi datang menguasai nya.
Pertengkaran dipicu oleh kesalahpahaman tak ada yang mau mengalah satu sama lain, umur tak menjamin kedewasaan seseorang.
Arumi tidak habis pikir mengapa suami dan kakaknya bertengkar hingga berakhir adu jotos, bagai anak remaja yang baru gede, keduanya sedikit memiliki sifat tempramental dalam suatu kondisi.
"Jelaskan, yang kalian lakukan sangat kekanak kanakan. Aku sampai berlari lari, ucapanku tuli di telingamu mas." menatap suaminya beralih ke Daniel.
Lelaki itu langsung berkata. "Tidak, aku gak bermaksud. Tanganku gatal aja udah lama tidak berlatih."
Kelopak mata Putra melebar, ia jadi samsak pelatihan tinju, tidak bisa dibiarkan.
"Kau." berdiri melototinya.
Netra Arumi tak kalah lebar kearah suaminya siap memukul wajah orang disamping nya. "Mas, udah."
Kepalan tangan terlepas tadinya ingin dilayangkan pada Daniel tersenyum mengejek lalu menertawakan.
"Kalian ini kayak anak kecil aja deh." omel Arumi berdecak pinggang.
"Sayang kamu mau kemana." tahan Putra berpindah tempat duduk di samping istrinya.
"Aku capek pengen istirahat. Kamu lanjutin sana berantem nya nanti aku cariin temen yang cocok buat kalian." ujar Arumi sudut bibir nya tertarik.
"Temen." Daniel ikut nimbrung duduk di samping adiknya.
"Hei, tuan. Pindah sana!" sergah Putra mata melotot.
"Siapa elu. Gue kan abangnya, kita satu darah dan satu rahim ibu."
"Eh... " melepaskan tangan Daniel yang melingkar di bahu istrinya. "Sembarangan pegang pegang, gue suaminya." tegas Putra.
Daniel cemberut bersandar di bahu adiknya bergelanyut manja merangkul lengan Arumi, sengaja pamer.
Tak mau kalah Putra memeluk pinggang sang istri erat sembari menendang kaki lelaki yang berani menyentuh kulit Arumi selain dirinya.
Aksi berebut satu sama lain tak bisa dihindarkan, mereka gelud di dekat satu wanita jelas jelas marah akan tindakan dua pria dewasa tersebut nampaknya sulit berdamai.
'Kalo gini setiap hari yang ada aku makin stress. Suami sama ipar gak ada yang akhlaknya, orang lagi hamil harusnya di baik baikin biar nggak depresot ini malah sebaliknya, sabar nak ibu sedang berusaha.' mengusap perutnya mulai membuncit.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Air mata di hari PERNIKAHAN
Ngẫu nhiênBerawal dari pertemuan pertama sangat berkesan, pria berpawakan tinggi menyelamatkan hidupnya, rela mengulurkan tangan setiap kali kesusahan melanda hidupnya. Beberapa tahun menjalalin asmara membuat keduanya menikah. Namun apa yang terjadi justru s...