"Anak bunda sekarang udah dewasa, sayang? lihatlah dia." wanita setengah baya memeluk tubuh Putra pucuk rambut hitam setengah pirang sang anak semata wayang nya.
"Menantu ayah cantik sekali. Anakmu tidak salah pilih." puji Andre tersenyum senang pilihan putranya gadis dari keluarga baik baik.
Dalam arti baik Arumi terkenal gadis mandiri, dia memiliki usaha toko roti atas jerih payahnya sendiri, meski bukan dari kalangan orang kaya.
Andre dan Diana istrinya tidak memperdulikan kasta, putranya bahagia cukup membuat mereka lega.
"Om bisa aja." tersipu malu melirik wanita yang sudah melepas kerinduan putranya selama bertahun tahun berpisah.
Putra memilih untuk hidup mandiri di tanah kelahiran nya ia tak mau bergantung terus pada kedua orang tuanya.
Padahal ada banyak cabang perusahaan luar negeri milik keluarga Bastian, bisa saja dia mengelola, ayah nya juga semula tak mengizinkan putranya pergi.
Tetapi Putra berhasil membuktikan kepada semua orang tentang kesuksesan nya terutama wanita yang telah mengorbankan nyawa demi melahirkan dirinya.
Andre merangkul istrinya erat. "Apa kamu juga cemburu sama menantu kita. Dia sudah ada pawang nya, tuh! liat." menatap sang anak seperti menahan sesuatu.
"Hihihi... pelan pelan ya belah duren nya. Awas aja kamu sampai berani menyakiti hati putriku." ancam Diana cekikikan.
Mendengar godaan sang ibu rasanya Putra begitu malas, berulang kali menghela nafas kasar, itu kalimat tak mungkin terjadi.
"Aku tak mau menyentuh dia." ceplos Putra tak sadar apa yang ia katakan barusan.
Pletak
Aduh!
"Apa maksudmu berbicara seperti itu. Lalu apa tujuan kamu menikahinya." geram Diana memukul tengkuk leher anaknya.
Memenamkan mata sejenak seraya menarik kedua tangan ibunya. "Bukan itu bunda. Arumi kan pasti lelah seharian berdiri, jadi kalian tau sendiri lah, sebelumnya pernah nikah kan."
Sepasang pasutri setengah paru baya saling menatap, tentu hanya mereka yang tau.
"Pernikahan kita di gelar tujuh hari tujuh malam. Kamu lupa sayang, hmm... kamu sampai tak bisa jalan loh! dibawah ku." ujar Andre menatap istrinya memberi kode untuk membiarkan pasangan baru berdua saja tanpa adanya orang lain.
"Oke. Ayo kita pulang, disini ada pria nakal mengganggu ku." ngambek Diana sambil meraih sesuatu dalam tas besarnya ia berikan ke menantu sebagai hadiah pernikahan.
Tangan Arumi ragu untuk menerimanya karna pasti harganya diatas rata rata.
"Terima saja. Bunda memberikan untukmu." ujar Putra tak sabaran mengambil tangan istrinya.
Sempat terkejut Arumi menormalkan ekpresi kagetnya. "Terima kasih Bunda, Om."
"Jangan terlalu sungkan dengan kami, kalo kamu butuh sesuatu minta saja pada suamimu. Dia kaya, keinginanmu terwujud." kata Andre menimpali.
"I iya om." gagap Arumi.
"Satu lagi kamu jangan sekali kali panggil sebutan itu. Sekarang saya ini ayahmu, panggil Ayah atau Daddy." tegas Andre.
Hahaha...
"Aku saja seumur umur tidak pernah manggil ayah Daddy." gumam Putra masih terdengar oleh ayahnya.
"Hei, anak nakal. Kau bicara apa tadi."
"Hah! T tidak. Memang aku ngomong apa? Ooh Daddy ganteng deh."
"Kita pergi aja. Aku tiba tiba ingin muntah mendengar kalimat dia."
"Kalian apa tidak ada waktu untuk putramu sendiri. Ini hari pertama loh." seru nya protes.
"Kau juga sama. Lain waktu kami berkunjung lagi, ingat kalian secepatnya harus ada kabar bahagia." pesan Diana berjalan keluar pintu rumah.
Diana mengangguk setuju. Dua jam lagi ada jadwal kunjungan luar negeri tak bisa ditunda bersama suaminya.
Perusahaan diluar negri sedang ada masalah jadi hal itu tak dapat diwakilkan orang lain termasuk asistennya sendiri.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Air mata di hari PERNIKAHAN
AléatoireBerawal dari pertemuan pertama sangat berkesan, pria berpawakan tinggi menyelamatkan hidupnya, rela mengulurkan tangan setiap kali kesusahan melanda hidupnya. Beberapa tahun menjalalin asmara membuat keduanya menikah. Namun apa yang terjadi justru s...