Kedinginan

29 0 0
                                    

    Arumi langsung masuk ke dalam ruangan suaminya begitu saja sambil berucap salam, alangkah terkejut mata nya membola ketika melihat pemandangan tak pantas dipertontonkan.

    Derap kakinya melemah bawaan ia genggam jatuh begitu saja dari tangan nya.

    Prek

    Dua insan tiada ikatan seketika menoleh ke sumber suara, mereka tak segan bermesraan diatas meja kerja, si wanita berada dibawah suami dengan tubuh setengah polos hanya tertutup bagian atasnya itupun terangkat keatas beserta rok mini.

    Tangan wanita berdiri di depan pintu itu mengepal setiap langkah bak menyayat kakinya berjalan menghampiri sepasang kekasih tengah bermadu cinta.

    Nampaknya Putra bersikap acuh tetap melantunkan kegiatan panas bersama wanitanya seakan tanpa keganggu oleh kehadiran istrinya sendiri.

    "Tidak tau malu." ucap Arumi mengguyur wajah wanita itu dengan es kopi dia keluarkan dari dalam papper bag.

    Byurr

    Sontak keduanya terhenti, kaget pastinya!

    "Hei, apa yang kau lakukan? dan siapa kau hah!" teriak si wanita itu lantang.

    Arumi tersenyum, senyumnya membuat lesung pipinya terlihat sangat manis, Putra terkesima melihatnya sudut bibirnya terangkat tak bisa diartikan.

    "Kau tidak tau siapa saya. Bodoh sekali kau." ketus Arumi.

    Semua orang tau siapa dirinya, wajahnya bersliweran dimana mana, sampai masuk majalah juga, apa kata mereka jika seandainya pria paling di idam idamkan selingku.

    "Maksudmu apa?" teriaknya.

    'Apa dia wanita yang sama.' teringat waktu malam pertama ada seorang perempuan menelphone nya tempo hari dan ini kembali terjadi.

    "Kau tanya saja pada kekasih gelapmu itu? dasar wanita rongsokan udah bekas tetap saja ada yang minat memungutmu, ck, ck, ck murahan sekali." dercak Arumi bernada sindiran.

    Sebisa mungkin dia menahan emosinya agar tetap tenang meski ingin meledak kala secara terang terangan suaminya bermesraan dengan wanita lain.

    "Sayang... lihatlah dia, bajuku rambut dan bajuku jadi kotor." adu nya meminta pembelaan sengaja bergelanyut manja di lengan kekasihnya.

    Putra hanya diam membisu lidahnya kelu ia membiarkan istrinya berkata apapun asal hal ini tidak sampai ke media, bisa hancur semua reputasi selama bertahun tahun dibangun.

    "Dan kau." tunjuk Arumi tepat di depan wajah suaminya. "Inikah bulan yang anda janjikan untuk menerangi satu titik dimana kakiku berpijak."

    Deg

    Semuanya hanyalah khayalan belaka, janji tiada kata penuhi.

    'Bulan tetap menemani malammu. Tetapi dia tidak mampu bersinar menyinari siangmu.'

    'Pleese, jangan katakan itu. Aku mencintaimu tapi aku tidak bisa bersamamu, bertahun tahun kita lewati bersama, bagaimana aku bisa melepasmu.'

    "Aku pergi. Oh iya, ini makan siang untukmu, maaf minuman nya udah aku tumpahkan ke tong pembuangan, ku tunggu kau dirumah." melirik wanita disamping suaminya.

    Setelah puas dia berlalu pergi meninggalkan ruangan itu dengan hati bergemuruh rasanya ingin berteriak sekencang kencangnya, keadaan tak memungkinkan bisa dianggap gila nanti, orang orang akan semakin menertawakan nya.

     ***
   
    Jam satu malam Arumi melangkahkan kakinya masuk pagar sebelumnya ia menarik nafas sedalam dalamnya guna menguatkan diri kedepannya pasti banyak ujian mungkin lebih dari ini, namun baru beberapa langkah bergerak namun terhenti oleh teriakan Putra.

    "Abis darimana kau... ?"

    Arumi sangat kaget mematung seketika dia kira suaminya belum pulang atau berada di dalam rumah.

    "Jam berapa?"

     'Tidak salah dia tanya jam, liat aja di pergelangan tangannya.'

    "Masuk!" titah nya. Arumi terdiam ia seperti raga, sukmanya entah kemana.

    Kejadian siang tadi menguras jiwa dan raganya, wajahnya pun masih terlihat cantik meski kedua mata sembab bibir memucat, pakaian basah kuyup tubuhnya bergetar.

    Karena tidak ada pergerakan darinya Putra menarik tangan Arumi memasuki pintu rumah.

    'Apa dia habis hujan hujanan. Dia kan paling tidak kuat dingin, kalau sampai demam bagaimana, merepotkan saja.' tangan mungil istrinya sangat dingin, sikapnya biasa saja seakan tidak terjadi apa apa padahal menggigil kedinginan.

   
   

    Bersambung

   

Air mata di hari PERNIKAHAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang