Kesiangan

17 0 0
                                    

    Kembali ke Rooftop

    Langit gelap berganti terang, silau mentari menyorot tajam ke dalam ruangan bening menembus celah pintu setengah terbuka lebar.

    Semalam Putra lupa untuk mengunci nya ia terhanyut masuk selimut hangat berlapis sutra di atas benda tebal berbentuk hati.

    Jam menunjukkan pukul 9 pagi Arumi tidak bergeming sama sekali dari posisi tidurnya ia berbaring di posisi terlentang hingga memudahkan seseorang memeluk nya bak guling.

    "Sayang. Ayo bangun! kamu tidak mau mandi kita kesiangan loh!" bisiknya.

    "Hei, Umi...?" panggil Putra sekali lagi.

    Namun hanya helaan nafas lembut menepis tangan yang mengguncang bahunya.

    Dengan perlahan selimut tebal menutupi sebagian tubuh Arumi tarik ke bawah, pemandangan semestinya ia lihat, kancing piyama terlepas mungkin karena ulah iseng suaminya.

    'Wow! Misi ini harus segera selesai. Bunda bisa marah kalo kita gak cepat cepat memiliki keturunan, lagian aneh banget masa aku menanam bibit ke wanita ini, sampai kapan aku berpura-pura baik, rasanya muak sekali, belum juga puas menyiksanya, Bunda ada ada saja permintaan pake acara buat cucu segala.' mengusak rambut gusar.

    "Emmmmm.... " kedua tangan Arumi menggeliat tepat mengenai bibir pria yang berbaring di sampingnya.

    Terasa seperti tamparan kecil tak seberapa bila dibandingkan ucapan barusan, Putra mengaduh lirih ingin sekali membalas perbuatan istrinya.

    Pak

    Mata pria itu terpejam, helaan nafas berat menahan kesal, istrinya malah tersenyum dibalik teduh kala tidur.

    "Astaga mataku." pekiknya tersentak ke belakang.

    Cup, cup, cup, cups

    Greget sendiri akhirnya memilih mengecup pipi, hidung, semua inci area wajah cantik Putra cium terutama leher sang istri agresif tak lupa meninggalkan jejak karya disana.

    'Kau akan terkejut setelah bangun sayang.' menyunggingkan senyum tipis seraya berjalan keluar rumah gelembung bola itu.

    Tawa renyah membuat para maid yang berpapasan dengan nya bingung saat majikan datang ke dapur guna berpesan agar mengantarkan sarapan untuk wanita diatas Rooftop.

    "Pagi tuan." sapanya serentak langsung menunduk berikan hormat.

    "Bi Jum, nanti kalo istriku udah bangun. Tolong berikan dia nutrisi pagi yang banyak ya, antar saja ke rumah atas." titah Putra pada Ijum wanita setengah baya.

    Bi Ijum dulunya adalah pengasuh tuan muda selaku anak majikan sebelumnya, umurnya pun tak jauh dari Ny. Diana selaku majikan sewaktu muda makanya sangat menghargai dibandingkan pelayan lain sengaja cari perhatian.

    Berbalik badan. "Apa ada lagi tuan butuhkan." tanya bik Jum.

    Tatapan tertuju pada dua maid di samping kanan kiri bik Jum berpenampilan sexy, tak seperti pelayan lainnya, kancing sengaja dilepas tak selayaknya pekerja rumahnya.

    "Siapa mereka bik?"

     Menoleh kaget seraya menarik tangan kedua remaja berumuran dua puluh tahunan.

    "Anak tetangga kampung saya tuan. Mereka yang akan menggantikan pelayan yang sebelumnya pulang kampung." jawab Bik Jum.

    Putra memang suka bermain perempuan tetapi dalam batas wajar dan cuma satu orang yaitu kekasihnya apalagi jelalatan, istri tak termasuk karna dia adalah target balas dendam ia akan tarik ulur perasaan.

    "Pulangkan! cari yang lain." titah Putra berlalu pergi.

    "Baik tuan." ucap Bi Ijum mengangguk ia tak dapat membantah perintah sang majikan.

    Meskipun dekat tapi bik Jum cukup tau diri siapa dirinya.

    Sedangkan di lantai empat Arumi baru membuka sedikit matanya, silau lama lama berada disana, kaca paling terbuka, cahaya matahari tersorot tajam ia sedikit kepanasan.

    "Ya ampun, jam berapa ini? aku kan ada janji. Mana ponselku ilang." buru buru keluar lupa kakinya masih terbalut perban.

    Aduh!

    Aa aa... aa..

    "Dia tidak membangunkan ku. Ais... aku kesiangan." pekiknya terpincang pincang memasuki lift.

    Bersambung

Air mata di hari PERNIKAHAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang