PROLOG

2.2K 106 35
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Janur kuning telah dipasang di ujung jalan Desa, oleh beberapa warga yang ikut membantu persiapan resepsi pernikahan Alwan dan Karin. Tenda biru telah berdiri dan kursi-kursi untuk tamu telah berbaris rapi di halaman rumah Didi yang luas. Setelah semalam pernikahan Alwan dan Karin hanya disaksikan oleh beberapa orang saja, hari itu Yasmita bersikeras ingin menggelar acara resepsi pernikahan mereka. Yasmita tidak mau jika pernikahan Alwan dan Karin dirayakan biasa-biasa saja. Ia ingin semua orang di Desa Gayamsari tahu, bahwa kini Karin benar-benar telah menikah dengan seseorang dan agar tidak ada lagi yang menggunjing di belakang setelah Karin menjadi menantunya. Karin benar-benar harus terlepas dari luka yang lama dan Yasmita berniat mewujudkan hal itu tanpa harus menunggu lama.

"Ekhm ... a~ ... a~ ... ekhm ... a~ ..."

"Kamu itu sebenarnya sedang apa, sih, Mik? Ada apa, sih, dengan suaramu itu?" tanya Rasyid, sambil berkacak pinggang.

Mika pun menoleh dan menatap tepat ke arah Rasyid.

"Aku sedang melatih suaraku, Ras. Aku berniat ingin menyumbang lagu saat acara resepsi pernikahan Alwan dimulai nanti," jawab Mika, penuh percaya diri.

Raja pun muncul dan langsung menyerahkan satu baskom besar berisi bihun goreng yang baru matang ke tangan Mika. Mika menerimanya dengan wajah kaget, sambil menahan beban berat yang baru saja Raja limpahkan kepadanya.

"Daripada kamu berniat menyumbang lagu, akan lebih baik jika kamu menyumbang tenaga, Mik. Cepat bawa bihun goreng itu ke meja-meja saji untuk tamu. Bagi secara merata pada setiap meja, lalu kembali ke dapur untuk mengambil stok makanan yang lain," titah Raja.

"Loh, kok, jadi aku yang ...."

"Cepat laksanakan atau aku akan mengikatmu di bawah janur kuning," ancam Raja.

Mika pun segera angkat kaki dan melaksanakan perintah dari Raja. Rasyid hanya bisa terkikik geli di tempatnya, ketika melihat Mika yang tidak bisa berkutik setelah mendapat ancaman gila dari Raja. Raja gantian berkacak pinggang sambil menatap Rasyid, ketika melihat Rasyid yang tampak begitu bahagia saat Mika menderita. Ketika Rasyid berbalik dan tatapannya bertemu dengan tatapan Raja, tawa pria itu pun mendadak redup dalam sekejap.

"Ekhm! Ke--kenapa kamu melihatku seperti itu, Ja? A--ada yang salah dengan wajahku atau diriku?" tanya Rasyid, sedikit gagap.

"Aku lihat, kamu sepertinya bahagia sekali saat Mika bekerja lebih keras dari biasanya," ujar Raja.

"I--iya. Be--benar itu. Aku memang bahagia saat melihat Mika bekerja lebih keras daripada biasanya," balas Rasyid, tidak mengelak sama sekali.

"Kalau begitu, cepatlah pergi ke dapur, Ras. Aku juga bahagia sekali kalau bisa melihat kamu bekerja lebih keras dari biasanya. Kalau kamu menolak, aku akan mengikatmu di bawah janur kuning."

Rasyid pun segera berlari menuju dapur, sebelum Raja benar-benar menyeretnya ke ujung jalan dan mengikatnya di bawah janur kuning. Ia jelas tahu kalau Raja tidak main-main dengan ancaman yang dikeluarkannya saat itu. Dia akan melaksanakan, dan bahkan dia akan meminta bantuan Hani atau Ziva jika sampai dirinya berusaha memberontak ketika akan diikat. Jadi sebelum hal itu terjadi, Rasyid jelas lebih memilih untuk menuruti perintah.

Pukul sepuluh pagi, akhirnya acara resepsi pernikahan Alwan dan Karin benar-benar terlaksana. Alwan dan Karin duduk bersama di kursi pelaminan, setelah keduanya selesai memakai pakaian pengantin yang disewa oleh Tari secara dadakan dari sebuah salon khusus pengantin di Kota Semarang. Ziva sibuk mengurusi dokumentasi acara resepsi pernikahan itu. Dia mengambil foto serta video menggunakan kamera miliknya yang selalu dibawa ke mana pun jika bekerja. Hani bertugas menyambut tamu dan juga mengurusi makanan yang tersedia di meja. Semua itu mereka lakukan agar Yasmita, Didi, maupun Fitri tidak perlu merasa kesulitan akibat segalanya terjadi serba mendadak.

"Ziv! Sisakan baterai kameramu untuk kami berfoto dengan pengantin! Jangan sampai lowbatt!" seru Rasyid.

Ziva pun tertawa pelan saat mendengar permintaan itu.

"Kalau lowbatt, nanti fotonya pakai kamera ponsel saja," tanggap Ziva.

"Enggak mau! Hasilnya beda. Kurang jernih," tolak Rasyid.

Alwan mendengar jelas pembicaraan itu dari arah pelaminan. Ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, karena tahu akan jadi seperti apa proses akhir acara resepsi pernikahannya hari itu. Ia menoleh ke arah Karin dengan cepat, karena merasa harus memberikan penjelasan sebelum wanita itu kehabisan tenaga ketika menghadapi semua anggota timnya diakhir acara nanti.

"Dek, nanti kalau akhirnya kita berdua harus menghabiskan waktu untuk foto bersama dengan semua sahabatku, aku harap kamu tidak perlu kaget. Uhm ... mereka memang hyperactive. Tenaga mereka tidak ada habisnya, meskipun kamera yang Ziva pegang saat ini akan lowbatt. Kemungkinan, mereka akan melanjutkan foto bersama menggunakan ponsel masing-masing sampai kamu merasa lelah," jelas Alwan, apa adanya.

Karin pun tersenyum lebih cerah daripada sebelumnya, usai mendengar penjelasan Alwan. Alwan tidak tahu kalau ia akan melihat senyum secerah itu di wajah Karin, padahal ia baru saja mengutarakan kemungkinan yang cukup menyebalkan menyangkut semua sahabatnya.

"Mas Alwan tidak perlu khawatir. Insya Allah aku tidak akan merasa lelah, hanya karena semua sahabat Mas Alwan akan menghabiskan waktu untuk berfoto bersama kita. Aku masih punya banyak tenaga, kok, meski harus menghabiskan waktu berfoto dengan mereka selama satu hari," tanggap Karin, berusaha meyakinkan Alwan bahwa dirinya baik-baik saja.

Akhirnya, yang Alwan sampaikan benar-benar menjadi kenyataan diakhir acara resepsi pernikahan tersebut. Rasyid, Raja, dan Mika menjadi yang paling bersemangat ketika sesi foto bersama pengantin dilaksanakan. Hani, Tari, dan Ziva hanya bisa menyabarkan Alwan serta Karin, agar memaklumi kelakuan ketiga pria tersebut.

Setelah acara benar-benar berakhir, semua orang langsung berpamitan kepada Yasmita karena harus segera kembali ke Jakarta. Alwan juga berpamitan kepada Didi dan Fitri, karena akan membawa Karin bersamanya setelah wanita itu resmi menjadi Istrinya. Mobil travel yang akan mengantar mereka ke Bandara sudah siap berangkat. Tari segera kembali mengecek tiket pesawat yang sudah ia pesan sejak pagi, ketika sudah berada di mobil. Namun belum sempat ia melakukan niatannya, sebuah panggilan telepon masuk mendadak dan membuat Tari segera mengangkatnya.

"Halo, assalamu'alaikum Pak Ridho," sapa Tari, seraya mengaktifkan tombol loudspeaker pada ponselnya.

"Wa'alaikumsalam, Mbak Tari. Maaf kalau saya mendadak menelepon sore-sore seperti ini," balas Ridho, Polisi yang menghubungi Tari.

"Tidak apa-apa, Pak Ridho. Kalau boleh tahu, apakah ada hal yang ingin Bapak sampaikan kepada saya?"

"Iya, Mbak Tari. Begini ... ada hal buruk yang terjadi pada salah satu anggota keluarga saya di sini, Mbak. Lebih tepatnya, hal buruk itu menimpa keponakan saya sejak dua minggu lalu. Saya yakin sekali, kalau hal buruk ini berkaitan dengan teluh," jawab Ridho,

Tari pun langsung menatap pada seluruh anggota timnya. Semua orang yang ada di mobil saat itu--termasuk Karin--langsung tahu, bahwa mereka akan kembali menghadapi hal tidak biasa.

* * *

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang