7 | Satu-Satunya Kemungkinan

820 73 39
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Semua orang terdiam dan memikirkan pertanyaan yang Karin ajukan. Namun hanya satu orang yang mendadak berubah ekspresi wajahnya.

"Nah, iya. Kalau itu jelas ada, Kak," jawab Zaki.

"Hush! Masa iya, dia?" tegur Saif. "Masa cantik-cantik tukang teluh?"

Zaki langsung mencibir secara blak-blakan saat menatap ke arah Saif.

"Cantik bukan berarti hatinya akan selalu seperti malaikat, ya! Yang cantik tapi hatinya macam Iblis tuh banyak, tahu!" balas Zaki.

"Oke ... tenang, dulu," lerai Rasyid, agar tidak pecah pertengkaran.

"Ya, tapi ... ck! Masa iya, sih? Enggak mungkin aku rasa, Ki," Saif tetap menyanggah.

"Heh! Masa iya, kamu lupa bagaimana caranya mengeluarkan sumpah serapah untuk Esa, waktu Esa menolak pernyataan cintanya? Padahal waktu itu Esa sudah menolak secara halus, baik-baik, dan tetap sopan. Kurang apa, coba? Tapi dia malah mengeluarkan sumpah serapah untuk Esa di depan umum, sampai-sampai Esa jadi bahan tontonan orang satu fakultas. Untung Esa sabar dan untung Esa bukan aku yang sabarnya setipis jaring laba-laba. Kalau aku ada di posisi Esa, sudah aku masukkan dia ke dalam tong sampah. Biar dia sadar kalau mulutnya tidak ada bedanya sama sampah busuk. Nah kamu ... jangan hanya karena dia cantik, ya, sehingga kamu tidak mau mencurigai dia. Kalau menurutku, sudah dialah satu-satunya yang memang agak sedikit gila, dari semua perempuan yang pernah mencoba menyatakan perasaan sama Esa!" tegas Zaki.

Karin mendekat pada Alwan, karena takut akan melihat orang bertengkar. Alwan ingin sekali tertawa saat melihat Karin yang diam-diam menciut nyalinya. Wanita itu tampaknya berpikir, kalau pertanyaannya tadi bisa menyulut pertengkaran. Padahal sebenarnya, pertanyaan Karin tadi adalah jalan terbukanya jalan buntu bagi Alwan maupun Rasyid.

"Jangan takut, Dek. Memang kadang selalu seperti ini keadaannya jika aku sedang bekerja. Tidak akan ada yang memarahi kamu, kok. Tenang saja, ya," bisik Alwan, lembut.

Karin pun menganggukkan kepalanya, pertanda bahwa ia paham dengan apa yang Alwan katakan. Rasyid tampak sudah siap akan menjadi wasit, jika Zaki dan Saif masih juga belum mau berhenti adu mulut. Namun ternyata, kedua pria itu kemudian menatap ke arah Rasyid dan tampak siap memberikan informasi soal perempuan yang kemungkinan adalah si pengirim teluh.

"Jadi begini, Kak. Sekitar tiga minggu lalu, ada insiden yang terjadi di kampus. Awalnya tidak terjadi apa-apa, Kak. Semuanya damai dan tentram. Tapi saat perempuan itu datang ke fakultas kami, barulah keadaan menjadi tidak tenang," ujar Zaki, memulai.

"Perempuan itu bukan anak fakultas kalian? Dari fakultas mana dia?" tanya Junira.

"Dari fakultas ekonomi, Bu. Dia anak jurusan akuntansi," jawab Saif.

Zaki dan Saif kembali menatap ke arah Rasyid dan Alwan, setelah memberi jawaban pada Junira.

"Lalu, apa yang terjadi saat perempuan itu datang ke fakultas kalian?" tanya Alwan.

"Perempuan itu langsung mencari-cari keberadaan Esa, Kak. Dia bertanya-tanya pada beberapa mahasiswi lain, sampai akhirnya dia menemukan Esa di depan kelas kami," jawab Zaki.

"Lalu, bagaimana tanggapan Mahesa saat akhirnya perempuan itu menemukan keberadaannya?" Rasyid penasaran.

"Seperti biasa, sih, Kak. Esa balas menyapanya dengan ramah. Dia kenal sama perempuan itu, tapi hanya sepintas saja. Itu pun karena Esa enggak sengaja bertemu sama dia, waktu dia sedang kehabisan bensin di depan gerbang kampus. Jadi hanya karena Esa pernah bantu dia satu kali, Kak, lalu setelah itu dia langsung jatuh cinta sama Esa. Nah, hari itu dia datang untuk menyatakan cinta. Esa mendengarkan pernyataannya. Tidak ada dia menyela sama sekali. Dia biarkan perempuan itu bicara sampai selesai, baru setelah itu gantian Esa yang bicara. Bukan hanya kami saksinya, Kak. Banyak mahasiswa dan mahasiswi dari kelas lain yang menyaksikan juga."

"Dia bilang apa waktu menyatakan cinta sama Mahesa, Dek? Apakah penuh rayuan? Atau datar saja selayaknya orang bicara seperti biasa?" tanya Karin, kembali buka suara.

"Penuh rayuan, Kak. Betul-betul penuh rayuan, waktu dia bicara sama Esa," jawab Saif.

"Iya, Kak. Bahkan ada kalimatnya yang paling saya ingat. Dia bilang, 'Aku cuma mau kamu dalam hidup ini, untuk jadi satu-satunya pendamping hidupku. Karena bagiku, kamu adalah segalanya'. Begitu, Kak. Dia bilang begitu seakan sudah lama sekali kenal Esa dan sering bertemu. Padahal kenyatannya, hanya satu kali dia pernah ketemu Esa," tambah Zaki.

Rasyid mencatat semua itu pada buku catatannya. Alwan masih memikirkan sesuatu, sehingga tatapannya masih terpaku pada Zaki dan Saif.

"Sekarang kami ingin tahu bagaimana jawaban Mahesa terhadap perempuan itu. Apakah kalian juga masih ingat jawabannya seperti apa?" tanya Alwan, sekali lagi.

Zaki maupun Saif langsung menganggukkan kepala masing-masing.

"Esa bilang sama perempuan itu, kalau dirinya belum siap memiliki hubungan romantis dengan lawan jenis. Esa bilang dengan jujur, kalau dia masih ingin fokus pada kuliahnya saat ini. Dia tidak ingin mengecewakan orangtuanya dan ingin memberikan yang terbaik melalui hasil kuliah yang dia jalani. Esa juga bahkan minta maaf sama perempuan itu, Kak, karena tidak bisa menerima pernyataan cintanya. Esa juga bilang, kalau mungkin perempuan itu akan mendapatkan pasangan hidup yang lebih baik dari dirinya. Tapi setelahnya, perempuan itu langsung mengamuk. Dia berteriak-teriak seperti orang kesetanan hanya karena tidak bisa terima kalau pernyataan cintanya ditolak oleh Esa."

"Sumpah serapahnya, Dek. Sumpah serapah seperti apa yang dia keluarkan?" Karin ingin tahu intinya.

"Nah ... itu, Kak. Saya mau kasih tahu, tapi tidak enak rasanya kalau saya ucapkan," Zaki menatap segan ke arah orangtua Mahesa.

"Katakan saja, Nak Zaki. Kalau memang keterangan soal sumpah serapah itu juga harus diketahui oleh mereka, maka silakan saja katakan. Jangan sungkan pada kami disaat seperti ini. Mahesa butuh bantuan dan bantuan keterangan dari Nak Zaki juga penting baginya," ujar Farhan, tidak merasa keberatan.

Hal itu membuat Zaki berpikir sebentar, lalu kembali menatap ke arah Alwan, Rasyid, maupun Karin.

"Perempuan itu menjauh pelan-pelan, setelah mengamuk di depan Esa. Semua orang sudah menatap ke arah dia yang mendadak membuat keributan di fakultas kami. Pada saat dia menjauh itulah, dia mulai mengeluarkan sumpah serapahnya kepada Esa. Dia bilang, 'Kamu tidak akan bisa hidup dengan tenang, setelah memperlakukan aku dengan jahat seperti ini. Kamu akan merasakan kesakitan, tidak bisa bangun, tidak bisa berjalan, dan akhirnya akan mati mengenaskan seperti anjing tanpa bisa berbuat apa-apa'. Begitu katanya, Kak. Makanya saya yakin, kalau dia adalah pelaku yang mengirimkan teluh pada Esa."

Mawar kembali menangis sambil terus mengusap dadanya. Sebagai Ibu, dia jelas merasa shock usai mendengar seseorang menyumpahi putranya sampai segila itu. Rasyid meminta Zaki menuliskan nama perempuan itu pada buku catatannya. Setelah mendapatkan keterangan yang lengkap, ia dan Alwan pun kembali masuk ke dalam untuk memberi tahu informasi pada yang lainnya.

"Ziv, sepertinya kita mendapatkan sedikit ...."

"Mundur!!!" titah Ziva, sangat keras.

BLAMMM!!!

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang