11 | Mengejutkan

831 84 69
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Mika segera ditangani secara intensif oleh Dokter, ketika akhirnya tiba di rumah sakit. Hani diminta menunggu di depan Unit Gawat Darurat, selama Mika sedang ditangani di dalam. Wanita itu mengabari Rian dan menceritakan semua yang terjadi malam itu, termasuk soal keadaan Mika setelah mencoba menyelamatkannya. Rian jelas merasa kaget, saat tahu bahwa Mika sedang dalam keadaan kritis. Ia tahu bahwa saat ini Hani jelas merasa sangat shock, terlebih karena kejadiannya terjadi secara langsung di depan mata.

"Sekarang kamu tenang dulu, Sayang. Tenangkan dirimu, agar semuanya tetap terkendali dengan baik. Tunggu di sana sampai Santi datang. Saat ini Santi hanya bisa mengandalkan kamu untuk memantau kondisi Mika, karena yang lainnya harus melanjutkan pekerjaan. Kamu paham, 'kan?" tanya Rian, tetap selembut biasanya.

Hani kembali menyeka airmatanya. Tatapannya masih tertuju pada Mika--yang lukanya sedang ditangani oleh Dokter--dari balik jendela UGD. Meski telinganya terus mendengar suara Rian, nyatanya pikiran Hani tetap saja tidak bisa beralih dari kondisi Mika yang masih kritis. Pria itu masih bernafas, tapi kesadarannya belum juga kembali.

"Iya, Mas. Aku paham. Insya Allah aku akan berupaya untuk tenang, agar bisa menguatkan Santi saat dia tiba di sini," janji Hani.

Setelah sambungan telepon itu terputus, Rian segera meraih Olivia ke dalam gendongannya. Tiket pesawat telah dipesankan oleh sekretaris pria itu, sehingga kini Rian hanya perlu meminta pada Aji--sopirnya--untuk mengantarnya ke Bandara. Ia sengaja tidak memberi tahu Hani, bahwa dirinya akan datang ke Palembang. Ia ingin Hani tetap fokus untuk mendampingi Mika, tanpa perlu memikirkan hal lain sampai Santi tiba di sana. Bagaimana pun situasi yang coba dikendalikan dan bagaimana pun kuatnya Hani untuk menghadapi masalah, tetap saja Rian tahu kalau istrinya memiliki sisi yang rapuh. Jadi ia memutuskan untuk terbang ke Palembang, agar bisa memberi sandaran serta bantuan sebisa yang ia mampu.

Olivia menatap wajah Rian yang sejak tadi mendekapnya. Kedua matanya terlihat masih mengantuk. Bidadari cantik itu bahkan menguap begitu lebar, namun enggan untuk kembali tidur.

"Au eggi nana, Apa?" tanyanya, khas batita yang baru belajar bicara.

"Kita mau pergi menyusul Mama, Sayang. Oliv bobo lagi, ya," bujuk Rian.

"Ama? Ama elja."

"Iya, Mama memang lagi kerja. Tapi saat ini Mama butuh kita datang ke tempat kerjanya. Om Mika sakit," jelas Rian.

Pria itu selalu lebih memilih untuk menjelaskan banyak hal pada Olivia, meski mungkin bidadari kecilnya itu belum mengerti apa-apa. Hal itu ia pelajari dari Hani. Menurut Hani, jujur pada anak akan membawa dampak positif saat nanti dia sudah besar.

"Om Ika akit? Ninum bbat."

"Iya. Nanti kita suruh Om Mika minum obat, ya. Duh ... kamu pintar sekali, sih, Nak? Papa gemas jadinya sama kamu," ungkap Rian, sambil menggelitik perut Olivia.

Olivia pun tertawa geli, lalu memilih segera memeluk Rian lagi seperti tadi. Rian pun kembali mencoba menidurkan Olivia dengan cara menepuk-nepuk lembut punggungnya. Hal itu jelas berhasil. Olivia kembali tertidur pulas beberapa menit kemudian, sehingga Rian tidak perlu khawatir bidadari kecilnya kelelahan akibat kurang tidur. Ketika tiba di Bandara, ia langsung menyeret koper setelah dikeluarkan oleh Aji dari bagasi. Penerbangannya ke Palembang akan segera berangkat. Karena ternyata ia dibelikan tiket pesawat yang waktu penerbangannya benar-benar hampir tidak terkejar.

Santi tiba di Palembang pada pukul setengah dua belas malam. Ia langsung meminta diantar oleh taksi online ke Charitas Hospital Palembang. Samsul kembali terbangun ketika mereka turun dari pesawat. Santi sudah berusaha menidurkannya kembali, namun Samsul tetap tidak mau tidur lagi. Akhirnya Santi membiarkan Samsul terjaga, lalu memilih segera menghubungi Hani.

"Halo, assalamu'alaikum San. Kamu sudah tiba?" tanya Hani, saat mengangkat telepon.

Suara Hani terdengar sangat gelisah bagi Santi. Sebagai sahabat yang sering bertengkar dengan Mika, Santi paham betul bahwa Hani pasti merasa shock saat melihat Mika terkena serangan. Biasanya Hani akan selalu adu mulut dengan Mika saat bekerja, jadi Santi tidak bisa membayangkan bagaimana jika momen itu mendadak hilang dari hidup Hani yang biasanya.

"Wa'alaikumsalam. Aku sudah tiba dan saat ini sedang berada di taksi, Han. Nanti akan aku kabari lagi kalau sudah sampai di depan rumah sakit," jawab Santi, sambil menahan airmatanya.

"Mika sudah ada di ruang perawatan, San. Alhamdulillah masa kritisnya sudah lewat. Kita hanya perlu menunggu kesadarannya kembali. Itu yang tadi Dokter katakan padaku," jelas Hani.

"Benarkah? Ya Allah, alhamdulillah," ungkap Santi, yang akhirnya menangis setelah sejak tadi menahan-nahan diri.

Hani mendengar suara tangiss itu, meski sangat lirih. Ia tahu betul bagaimana perasaan Santi saat itu, sehingga membuatnya ikut menangis lagi tanpa sadar.

Ketika akhirnya taksi online yang Santi tumpangi tiba, Hani terlihat sudah menunggu di depan rumah sakit dan segera menyambutnya. Betapa kagetnya Hani, saat tahu kalau Santi membawa Samsul bersamanya.

"Ya Allah, San. Kamu bawa Samsul?"

"Samsul enggak mau ditinggal seperti Sammy dan Sandy, Han. Dia terus memeluk aku dan memanggil Papinya. Jadi menurut Mami, sebaiknya Samsul aku bawa. Karena mungkin saja Samsul merasakan sesuatu soal Mika dan ingin bertemu dengannya," jelas Santi.

"Kalau begitu, sini tas pakaianmu. Biar aku saja yang bawa. Kamu fokus saja gendong Samsul sampai ke ruang perawatan," Hani memaksa.

Santi sudah tidak memiliki daya untuk menolak. Hani segera menuntun tangan Santi, agar segera ikut bersamanya ke ruang perawatan tempat Mika berada saat itu. Tangis Santi kembali pecah, saat ia melihat kondisi Suaminya yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Selang oksigen masih terpasang pada hidung Mika. Denyut jantung Mika terdengar melalui mesin EKG yang terpasang di dekat ranjang. Ia mendekat dan mengusap lembut wajah Mika yang baru kali itu tidak menyambutnya dengan senyum bahagia saat mereka bertemu. Ia sama sekali tidak bisa mengatakan apa pun, hanya menangis sambil menahan sesak yang akhirnya ia lakukan.

Samsul mendadak tidak mau tenang dan memaksa ingin turun dari gendongan Santi. Hani ingin membantu Santi menggendong Samsul, namun Samsul menepis tangan Hani dan meronta hebat. Mau tak mau, Santi akhirnya melepaskan Samsul dari gendongan agar bayi aktif itu tidak terjatuh ke lantai. Samsul pun segera memanjati tubuh Mika seperti biasanya. Hal itu memancing rasa kaget Santi dan Hani, karena Samsul kini hampir menuju ke dada Mika yang tadi baru dijahit ulang oleh Dokter di UGD.

"Pipa," panggil Samsul, sambil meletakkan kedua tangannya di atas luka pada dada Mika.

"Sam ...."

"ALLAHU AKBAR!!!" teriak Mika, yang mendadak terbangun tanpa terduga,

Santi dan Hani terpaku di tempat masing-masing, saat menyaksikan yang terjadi saat itu. Tatapan Mika pun terarah pada Samsul, yang kemudian diraihnya untuk dipeluk seperti biasa.

"Masya Allah, Samsul. Kamu ternyata benar-benar datang, Nak. Kamu benar-benar datang untuk bantu Papi," ungkap Mika, mulai menangis sambil menciumi wajah Samsul.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang