27 | Belum Tertutup Sempurna

828 78 49
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Ridho segera mengarahkan anak buahnya untuk mengurus jasad Burhan dan Nasya. Ambulans sudah tiba di sana beberapa menit lalu. Kedua jasad itu akan segera dibawa untuk dilakukan autopsi dan dimakamkan. Tidak ada keluarga ataupun sanak saudara mereka yang akan mengurus semua itu, jadi Ridho memutuskan untuk mengurusnya agar perkara bisa cepat selesai.

Raja mendekat pada Ziva, lalu menggenggam tangannya dengan lembut. Rasyid juga mendekat pada Tari, lalu memeluknya dari belakang. Alwan ikut mendekat bersama Karin, lalu merangkulnya dengan hangat ketika tiba di sisi anggota tim yang lain. Mereka sama-sama menatap ke arah jasad Burhan dan Nasya yang sedang dievakuasi dari halaman rumah tersebut. Tugas mereka sudah selesai. Semua hal menegangkan yang tadi mereka hadapi sudah berlalu dan takkan kembali lagi.

Saat proses evakuasi jasad selesai, Hani pun berbalik dari tempatnya dan berniat mendekat pada Ziva dan Tari. Namun wajahnya mendadak tertekuk sempurna, saat melihat adegan mesra ketiga pasang suami-istri yang ada di belakangnya.

"Hm, bagus! Bagus sekali tingkah laku kalian, ya! Mesra-mesraan saja terus! Anggap saja aku ini obat nyamuk bakar yang sedang menyebarkan asap!" omelnya, setengah menyindir.

Ziva langsung melepas genggaman tangannya dan merangkul lengan Raja seperti seekor koala. Tari juga memilih berbalik dan membalas pelukan Rasyid dengan erat. Hanya Karin saat itu yang lebih memilih menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, akibat merasa malu setelah ikut kena sindir oleh Hani. Namun Alwan jelas tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Pria itu segera menyingkirkan kedua telapak tangan Karin, lalu mengecup kening serta kedua pipi istrinya dengan perasaan gemas.

Hani benar-benar hanya bisa menepuk kening, saat semua sahabatnya bertingkah semakin gila. Ziva dan Tari tertawa hebat, saat Hani tiba di dekat mereka. Keduanya memeluk wanita itu, lalu diikuti oleh Karin yang tidak mau ketinggalan.

"Jangan ngambek, ya, Han. Kami barusan cuma main-main, kok," bujuk Ziva.

"Iya, Han. Kami barusan cuma main-main. Kalau sungguhan, mana mungkin cuma rangkul, peluk, dan cium. Iya, 'kan?" goda Tari.

Hani pun tertawa saat mendapat pertanyaan seperti itu dari Tari.

"Mana aku tahu! Coba kamu tanyakan sama, Al. Kalau sungguhan, apakah cuma rangkul, peluk, dan cium?" Hani melempar pertanyaan itu dengan cepat kepada Alwan.

Rasyid dan Raja langsung mundur untuk bersembunyi di belakang Alwan. Mereka jelas tidak mau disuruh menjawab oleh Alwan. Karena biasanya, Alwan akan kembali melempar pertanyaan konyol seperti itu kepada Raja atau Rasyid hingga membuat mereka mati gaya.

"Aku lebih ingin bertanya pada Ziva, soal kedua mata Istriku yang ternyata masih bisa melihat makhluk halus," ujar Alwan, to the point.

Ziva, Tari, dan Hani langsung melepas pelukan mereka dari Karin. Ziva segera menatap kedua mata Karin dari jarak lebih dekat, untuk memastikan sesuatu yang hanya bisa dilihat olehnya. Karin pasrah saja ketika Ziva mengamati kedua matanya. Ia jelas paham, bahwa Alwan mungkin akan merasa resah jika dirinya terus-menerus bisa melihat makhluk halus seperti tadi. Jadi menanyakannya pada Ziva sudah jelas adalah pilihan satu-satunya yang harus ditempuh.

"Penglihatan gaib yang ada pada kedua matamu belum tertutup sempurna, Rin. Aku akan mencoba menutupnya sekarang juga," Ziva meminta izin.

Karin pun mengangguk. Ia jelas setuju dengan hal itu, demi membuat perasaan Alwan kembali tenang. Alwan mendekat pada Karin dan mendampingi di sisinya. Ziva membaca doa, lalu meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua mata Karin yang kini tertutup. Namun sayang, saat kulit mereka baru saja saling bersentuhan, Ziva mendadak terdorong ke belakang beberapa langkah. Hal itu membuat Raja  maupun Hani dengan sigap menahan tubuh Ziva agar tidak limbung dan jatuh. Alwan dan Karin terlihat kaget dengan hal itu, begitu pula Rasyid dan Tari yang ada di dekat mereka.

"Ada apa, Ziv? Kenapa kamu mendadak mundur seperti itu?" tanya Tari.

"Aku terdorong, Tar. Telapak tanganku baru saja menyentuh kedua kedua mata Karin, tapi aku mendadak terdorong. Sepertinya, kedua mata Karin menolak untuk kututup penglihatan gaibnya," jawab Ziva, apa adanya.

"Maksudmu ... penglihatan Karin terhadap makhluk halus tidak akan bisa dihentikan? Penglihatan gaib itu akan terbuka selamanya? Bagaimana bisa, Ziv?" tanya Alwan, merasa sangat penasaran.

Ziva menarik nafas selama beberapa saat, lalu mengembuskannya perlahan. Rasyid, Hani, Tari, dan Raja pun tampak ikut ingin tahu jawaban dari pertanyaan yang Alwan ajukan.

"Aku belum tahu pasti jawabannya, Al. Tapi menurutku, hal itu terjadi pada kedua mata Karin akibat dari terlalu lama dia diteror oleh makhluk-makhluk suruhan Ramdan, ketika Karin masih terjerat oleh teluh gantung jodoh. Ramdan sengaja membuat penglihatan gaib Karin terbuka, agar Karin bisa melihat wujud dari makhluk-makhluk suruhannya. Dan karena sudah terlalu lama dibiarkan terbuka, akhirnya kedua mata Karin menjadi sulit tertutup lagi penglihatan gaibnya. Kalau pun bisa, maka itu membutuhkan waktu yang sangat lama," jelas Ziva.

Mendengar penjelasan itu, ekspresi wajah Alwan tampak menjadi tidak setenang biasanya. Semuanya memahami, bahwa Alwan merasa khawatir dengan mental Karin jika harus terus-menerus melihat makhluk halus. Bahkan Karin sendiri pun paham soal kekhawatiran pria itu, tanpa perlu Alwan mengatakannya.

"Ya, sudah. Tidak apa-apa, Mas. Aku akan mencoba beradaptasi dengan keadaan kedua mataku saat ini. Insya Allah aku tidak akan merasa terganggu jika hanya melihat makhluk halus. Lagi pula, aku memang sudah terbiasa melihat makhluk-makhluk halus sejak terjerat teluh gantung jodoh. Mas Alwan jangan khawatir. Doakan saja agar kedua mataku ini bisa kembali tertutup penglihatan gaibnya. Tadi Ziva bilang kalau kemungkinan tertutupnya penglihatan gaibku bisa jadi membutuhkan waktu yang sangat lama, 'kan? Mari kita sama-sama menunggu, siapa tahu penglihatan gaibku bisa tertutup dengan sendirinya suatu saat nanti," bujuk Karin, seraya tersenyum begitu lembut.

Melihat senyum di wajah Karin, membuat Alwan segera membawanya ke dalam dekap nan hangat. Sebisa mungkin pria itu tidak ingin memperlihatkan kesedihannya atas apa yang harus Karin terima akibat dari perbuatan Ramdan. Yang lainnya memahami perasaan Alwan saat itu. Mereka tahu bahwa Alwan masih merasa resah, meski Karin sudah pasrah dan berupaya menerima kenyataan soal kedua matanya.

"Baiklah," Tari mencoba mengalihkan pembahasan. "Karena pekerjaan kita sudah selesai, mari kita segera berpamitan pada Pak Ridho dan keluarganya. Kita harus ke rumah sakit untuk menjenguk Mika serta mengurus pemindahan perawatannya ke rumah sakit yang ada di Jakarta. Tapi sebelum itu, mari kita shalat subuh terlebih dahulu karena adzan baru saja berkumandang."

Semuanya setuju dengan yang Tari ucapkan. Sementara waktu, mereka akan sama-sama menyingkirkan sejenak kegelisahan soal penglihatan gaib Karin yang belum tertutup sempurna. Saat waktunya tepat, mereka jelas akan kembali memikirkan cara untuk menutup penglihatan gaib tersebut.

"Habis shalat subuh, aku mau beli oleh-oleh buat Mika," cetus Rasyid.

"Memangnya kamu mau belikan dia oleh-oleh apa, Ras?" tanya Raja.

"Durian," jawabnya, sangat enteng.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang