8 | Serangan Balasan

781 70 42
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

BOOMMM!!!

Suara ledakan itu terdengar cukup keras hingga ke teras rumah. Seorang laki-laki paruh baya bergegas bangkit dari kursi yang sedang ia duduki di teras. Laki-laki paruh baya itu berlari menuju sebuah ruangan besar dan luas tanpa ada sekat, tak lain adalah ruangan untuk menjalani ritual perdukunan yang selama ini diajalaninya. Ada banyak meja penuh sesajen di ruangan itu. Pertanda bahwa laki-laki tersebut memiliki klien cukup banyak, karena merasa selalu butuh dengan bantuan ilmu hitamnya yang sudah tinggi.

Matanya mencari-cari di mana sumber suara ledakan yang tadi terdengar. Wajahnya mendadak penuh amarah, saat melihat salah satu meja yang sesajennya kini sudah berhamburan tidak tentu arah. Tampah yang menjadi wadah sesajen tergeletak di bawah, bersama bunga tujuh rupa yang berceceran. Wadah tanah liat berisi arang yang selalu menyala pun ikut pecah, usai terjatuh dari atas meja. Kedua tangan laki-laki paruh baya itu mengepal begitu erat, seakan benar-benar tidak bisa membendung emosi yang meluap begitu saja. Dadanya terasa panas. Dirinya merasa diolok-olok, karena untuk pertama kalinya ada seseorang yang berhasil menyingkirkan makhluk utusannya.

"KURANG AJAR!!!" teriak Burhan--Sang Dukun sakti yang memiliki ilmu hitam paling tinggi.

Seorang perempuan muda masuk ke ruangan itu tak lama kemudian. Ia menatap Burhan yang tampaknya sedang marah besar. Burhan terlihat masih mengepalkan kedua tangannya, sambil menatap pada salah satu meja yang sesajennya berantakan hingga ke lantai. Ia menduga, bahwa baru saja terjadi sesuatu dengan meja berisi sesajen itu.

"Ada apa, Pak? Kenapa Bapak tiba-tiba berteriak?" tanya Nasya--Putri kandung Burhan.

"Menurutmu kenapa, hah??? Kamu tidak lihat meja itu??? Kamu tidak lihat sesajennya sudah berantakan dan berhamburan ke lantai??? Itu tandanya baru saja ada yang berhasil mengalahkan makhluk utusan Bapak!!! Dan yang harus kamu tahu lagi, meja sesajen itu adalah sarana teluh banyu kiriman Bapak untuk laki-laki sombong yang sudah menolakmu!!!" jawab Burhan, dengan nada tinggi.

Nasya jelas kaget, saat tahu bahwa meja sesajen yang berantakan itu adalah tempat sarana teluh kiriman Bapaknya untuk Mahesa. Ia segera mendekat dengan wajah penuh emosi, lalu cepat-cepat membereskan semua sesajen yang berhamburan di lantai.

"Akan aku bereskan, Pak. Bapak persiapkan saja serangan balasan, untuk orang yang sudah mencoba membantu Mahesa terlepas dari teluh. Jangan biarkan dia menang, Pak. Pokoknya akan aku bantu Bapak, sampai Mahesa benar-benar mati dalam penderitaan," ujar Nasya, penuh tekad.

Burhan bisa melihat kegigihan putrinya untuk membuat Mahesa menderita sebelum mati. Hal itu membuat emosinya langsung redam dalam sekejap. Ia kemudian segera bersiap memerintahkan makhluk utusan lainnya, untuk menyerang balik orang yang sudah mengganggu ritualnya.

"Kalau begitu, cepat. Atur kembali sesajennya, agar Bapak bisa mengirimkan makhluk utusan yang baru," titah Burhan.

Nasya mengangkat naik tampah berukuran sedang yang sudah ia susun kembali isinya, ke atas meja. Perempuan itu benar-benar tidak mau Mahesa kembali sehat seperti dulu. Ia lebih ingin Mahesa cepat mati, agar rasa sakit hatinya bisa terbayarkan hingga lunas.

"Kalau aku tidak bisa memiliki kamu, maka tidak ada satu perempuan pun yang akan bisa memiliki kamu! Jadi, lebih baik kamu mati!" batin Nasya.

Burhan sedang bersiap untuk melafalkan jampi-jampi, sambil menabur kemenyan merah pada wadah tanah liat berisi arang yang menyala. Asap putih pun mengepul hingga memenuhi area sekitar meja tersebut.

"Mato idak nyelik. Darah idak ngalir. Busung mengkak. Wong lanang padem. Wong lanang padem."

Rasyid memperlihatkan nama yang baru saja ditulis oleh Zaki dalam buku catatannya, kepada Alwan. Alwan membaca nama itu, namun tidak berani menyebutnya seperti biasa. Menyebut nama perempuan itu bisa jadi akan membuat keadaan menjadi runyam. Mereka mendekat pada yang lain dengan santai, karena keadaan saat itu tampak baik-baik saja. Ziva sedang berusaha membentengi lagi area di sekitar dipan tempat Mahesa berbaring. Tari terlihat baru selesai menyiapkan air, sementara Mika dan Raja sedang mencoba memeriksa kondisi Mahesa dibantu oleh Hani yang berada tepat di samping Mika.

Rasyid dan Alwan sengaja memilih mendatangi Ziva, karena menurut mereka Ziva adalah orang yang harus tahu pertama kali kemungkinan soal siapa si pengirim teluh.

"Ziv, sepertinya kita mendapatkan sedikit ...."

"Mundur!!!" titah Ziva, sangat keras.

BLAMMM!!!

Rasyid dan Alwan berhasil menghindar dari serangan yang mendadak datang. Ziva juga berhasil melindungi Tari, karena wanita itu ada tepat di sisinya. Sayangnya, tidak demikian dengan Raja, Hani, dan Mika. Mereka bertiga--yang ada di sisi Mahesa--terlempar cukup jauh ke arah yang berbeda. Raja bisa langsung kembali berdiri. Pedang jenawi yang selalu ada di balik punggungnya ia keluarkan untuk mengantisipasi serangan selanjutnya. Hani juga bangkit dan berusaha membantu Mika agar bisa kembali berdiri setelah tubuh mereka sama-sama menghantam dinding.

Semua orang yang berada di depan segara ditahan oleh Karin. Mereka dilarang untuk masuk atau sekedar mendekat. Karin melihat semuanya dari arah ruang tamu. Ia pikir, apa yang terjadi pada Raja, Mika, dan Hani jelas bisa juga terjadi pada orang lain jika ikut mendekat.

"Apa itu, Ziv? Kenapa mendadak ada serangan lagi? Bukankah tadi ...."

"Dukun yang mengirim teluh banyu pada Mahesa kembali mengirim makhluk utusannya, Hani Sayang. Maaf, tapi yang barusan itu benar-benar mendadak," jawab Ziva.

"Lalu, sekarang makhluk kirimannya ada di mana, Sayang? Aku enggak bisa lihat makhluk itu sama sekali," aku Raja, sambil mewaspadai sekelilingnya.

"Tidak usah dicari, Sayang. Makhluk itu akan menunjukkan wujudnya pada kita semua. Jadi bukan hanya kita berdua yang akan melihat wujudnya," sahut Ziva.

Mendengar hal itu, Mika dan Hani pun langsung mewaspadai sekelilingnya. Mika mengeluarkan kedua samurai pendeknya, sementara Hani menyiapkan dua belati yang terselip di pinggangnya. Tari mendekat pada Rasyid dan Alwan, sementara Ziva kini sudah berada di sisi Raja.

"Di mana makhluk itu bersembunyi, kira-kira?" tanya Mika.

"Kenapa makhluk itu ingin menunjukkan wujudnya pada kita semua?" Alwan ikut bertanya.

"Makhluk itu sembunyi di mana, aku jelas belum tahu. Dan alasan kenapa makhluk itu menunjukkan diri kepada kita semua, tentu saja karena si Dukun santet yang mengirimnya ingin menebar ketakutan di antara kita. Dia ingin kita segera mundur dan tidak jadi ingin membantu Mahesa agar terlepas dari teluh," jawab Ziva.

"Percaya diri sekali Dukun itu, rupanya. Dia pikir kita akan mundur hanya karena diancam dengan rasa takut? Benar-benar keterlaluan!" geram Rasyid.

"Kalau kita bertemu dengan si Dukun itu pada akhirnya, mari berikan dia kenang-kenangan yang tidak akan dia lupakan," bisik Alwan.

"Aku setuju," tanggap Tari, sekaligus mewakili Rasyid.

* * *

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang