22 | Mengepung

690 73 41
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Alhamdulillah!!!" seru empat pemuda, yang masih menyaksikan dari balik jendela.

Mereka tampak sangat lega, saat akhirnya pertarungan dengan makhluk halus di luar sana benar-benar selesai. Mendengar seruan kompak di ruang tamu, membuat Raja merasa lebih lega dari sebelumnya. Proses ruqyah kedua terhadap Mahesa baru saja selesai. Mahesa berkeringat begitu banyak hingga harus kembali minum air sebanyak mungkin. Rasyid kini kembali memeriksa perut Mahesa. Ada perubahan yang cukup signifikan, meski belum sepenuhnya terjadi.

"Alhamdulillah. Ukuran perutnya sudah tidak sebesar tadi," ujar Rasyid, menyampaikan.

"Alhamdulillah," tanggap Alwan, Raja, dan Karin.

Mereka jelas merasa sangat bersyukur saat mendengar hal itu. Meski saat itu mereka tidak bisa melihat secara langsung ke arah perut Mahesa--yang harus ditutup sarung sepanjang waktu--setidaknya mereka tetap bisa bersyukur saat ada perubahan perlahan-lahan. Hal itu menandakan bahwa ada harapan untuk Mahesa agar terbebas dari teluh banyu.

"Astaghfirullah! Baru saja pertarungannya selesai, muncul lagi lawan selanjutnya," keluh Miki.

"Tapi laki-laki tua itulah yang sebenarnya ditunggu oleh Kakak-kakak di luar sana, Mik. Mau bagaimana lagi, 'kan?" sahut Deri.

Mendengar pembicaraan itu, Rasyid pun batal ingin membuat Mahesa beristirahat sebentar. Ia tahu persis bahwa pekerjaan mereka tidak bisa lagi ditunda-tunda. Mereka harus segera menjalankan upaya ruqyah terakhir kepada Mahesa, agar pertarungan di luar sana tidak menjadi sia-sia.

"Mari persiapkan Mahesa untuk upaya ruqyah terakhir. Kita harus bekerja lebih keras di dalam sini, agar semuanya selesai tepat pada waktunya," ajak Rasyid.

Setelah makhluk yang Ziva lawan lenyap, bebatuan yang melayang ke arah Tari dan Hani pun berjatuhan di tanah. Mereka mulai mengatur nafas agar kembali tenang. Ziva segera memeriksa keadaan Hani maupun Tari. Ada beberapa memar yang bisa dilihat oleh Ziva pada area pipi dan kening kedua wanita itu.

"Kami baik-baik saja, Ziv. Jangan terlalu khawatir," ujar Hani, berusaha meyakinkan Ziva.

"Aku hanya sedang memastikan, Hani Sayang. Aku hanya tidak ingin ada yang terluka lagi malam ini akibat serangan makhluk halus, setelah tadi Mika terkena serangan yang begitu parah. Aku lengah, tadi. Aku terlalu menganggap biasa pertarungan tadi, seperti pertarungan yang biasa kita hadapi. Aku tidak mau kejadian tadi terulang lagi," ungkap Ziva.

Hani pun langsung memeluk Ziva dengan erat untuk menenangkannya. Tari ikut memeluk kedua wanita itu, karena ia juga tahu bahwa rasanya begitu menyakitkan saat melihat salah satu dari mereka terluka dan sekarat. Persahabatan mereka yang erat membuat perasaan sakit itu menjadi sangat parah. Perasaan itu adalah perasaan takut akan kehilangan.

"Kamu tenang saja, Ziv. Malam ini kita akan menghadapi Dukun sialan itu bersama-sama. Insya Allah, aku janji padamu untuk tidak menyisakan setitik energi pun pada diri laki-laki tua biadab itu. Dia akan kehabisan tenaga malam ini, Ziv, dan akulah yang akan memastikan hal itu agar jalanmu untuk melawannya tidak ada hambatan," janji Hani.

Sebuah mobil berhenti di depan pagar rumah itu tak lama kemudian. Seseorang keluar dari dalam mobil tersebut dan mereka langsung mengenalinya tanpa perlu berkenalan. Nasya kembali mendapat harapan ketika melihat kedatangan Bapaknya. Di balik mulutnya yang tersumbat oleh lakban, ia mencoba untuk bicara kepada Burhan sebelum menghadapi ketiga wanita yang menunggunya. Sayangnya, kemarahan Burhan sudah sampai di ubun-ubun pada saat itu. Ia sama sekali tidak menatap ke arah Nasya, setelah makhluk utusannya kembali dikalahkan hingga membuat munculnya luka seperti habis terbakar pada bagian dada.

Ziva, Hani, dan Tari sama-sama menatapnya dengan tenang. Langkah Burhan yang begitu terburu-buru ke arah mereka, sudah menggambarkan betapa tidak stabilnya emosi dalam diri laki-laki tua itu. Hal itu jelas akan menjadi celah yang bisa mereka gunakan untuk menumbangkannya dalam pertarungan.

"Ada usulan?" tanya Ziva.

"Mari kepung dari tiga penjuru," jawab Tari.

"Sisakan satu penjuru yang cukup luas untukku, agar aku bisa mencabik-cabik dia malam ini," pinta Hani.

"Pagi, Han! Ini sudah pagi! Jam setengah empat, loh, ini!" balas Tari.

Ziva langsung terkikik geli di tempatnya. Tari sengaja mengembalikan ucapan Hani, tadi, hingga membuat Hani sukses menggondok sebelum bertarung. Hal itu Tari lakukan agar mereka tidak perlu terlalu tegang saat menghadapi Burhan. Mereka benar-benar mengambil posisi berjauhan, hingga kini Burhan berada di tengah-tengah dalam posisi terkepung. Ziva segera mengeluarkan energinya untuk mengelilingi area tempat Burhan berada. Karena Tari dan Hani akan membantunya dalam pertarungan, maka ia harus memberikan perlindungan kepada mereka berdua agar tidak terkena serangan dari ilmu hitam yang mungkin saja akan dikeluarkan oleh Burhan.

Nasya berkeringat dingin. Ia sudah melihat bagaimana cara ketiga wanita itu melawan makhluk halus utusan Bapaknya. Kini ia jelas merasa takut kalau Burhan akan kalah. Karena menurutnya, ilmu hitam yang Bapaknya miliki sama sekali tidak bisa dianggap setara dengan kekuatan yang dimiliki salah satu dari ketiga wanita itu.

"Cih! Calak awak rupanyo!*" ejek Burhan, sambil menunjuk ke arah Hani.

Ziva dan Tari merasa heran, karena Burhan mendadak menunjuk ke arah Hani. Keduanya tahu, bahwa seharusnya Burhan tidak melakukan itu saat pertama kali berhadapan dengan Hani. Hani akan marah besar saat ada orang yang berani menunjuk-nunjuk wajahnya. Amarahnya akan tersulut, dan siapa pun tidak akan bisa menahan luapan amarah wanita itu jika sudah memuncak.

"Tutup mulutmu, tua bangka!!! Malam ini kamu harus membayar sakit hatiku atas hal buruk yang terjadi pada salah satu sahabatku!!!" balas Hani, tidak merasa takut sedikit pun.

Tanpa aba-aba, Hani langsung menyerang Burhan secara membabi buta. Ia mengayunkan kedua belati di tangannya tanpa henti ke arah wajah dan dada Burhan. Datangnya serangan brutal itu membuat Burhan kewalahan setengah mati, padahal dirinya belum mempersiapkan apa-apa. Tari dan Ziva--yang seharusnya ikut maju dan menyerang bersama Hani--hanya bisa ternganga di tempat masing-masing. Hani benar-benar menggila, sehingga membuat mereka tidak berani ikut mendekat ke tempat pertarungan. Namun meski begitu, Ziva memutuskan untuk terus mengeluarkan energi lebih banyak di sekitar tubuh Hani. Jika pada akhirnya Burhan akan menyerang balik Hani menggunakan ilmu hitam, maka serangan itu akan berbalik kepada diri Burhan sendiri.

"Ini sebaiknya aku bantu serang dari mana?" tanya Tari.

"Dorong saja punggungnya biar dia tidak mundur terus. Pakai parangmu untuk mendorong," saran Ziva.

"Eh ... terus kalau ujung parangku ini tertancap di punggungnya gimana?" panik Tari.

"Ya ... itu bonus," jawab Ziva, asal.

Saat Burhan semakin dekat ke arah posisi Tari berada, Tari pun langsung menebaskan parangnya ke arah punggung laki-laki tua itu.

"ARRRGGGHHH!!!"

Burhan berteriak sambil berbalik untuk melihat ke arah Tari. Kesempatan itu digunakan oleh Hani untuk menyayatkan belatinya berulang kali ke arah punggung Burhan, demi menambah rasa sakit yang laki-laki itu rasakan sekarang.

"ARRRGGGHHH!!! KURANG AJAR!!!"

BLAARRRR!!!

* * *

TRANSLATE :

*Curang kamu ternyata!

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang