17 | Menjadikannya Tawanan

777 74 46
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Suara benturan yang begitu keras terdengar sampai ke dalam rumah orangtua Mahesa. Hal itu membuat Tari--yang masih berada di ruang tamu--segera keluar bersama Ridho dan teman-teman dekat Mahesa. Mereka kaget setengah mati saat melihat dua buah mobil ringsek di jalan depan rumah itu. Hani terlihat tak lama kemudian, lalu membuka pintu mobil di depannya dan menyeret kasar seseorang dari dalam mobil itu. Tari dan yang lainnya mendengar jelas ucapan Hani kepada perempuan yang dijambaknya. Pada saat yang sama, mereka menyadari kalau perempuan itu adalah Nasya.

Hani menyeret perempuan itu ke halaman rumah orangtua Mahesa. Mawar dan Farhan kaget setengah mati saat melihat secara langsung sosok yang telah mengirim teluh pada putra mereka. Tari bergegas lari ke dalam rumah, untuk mengabarkan apa yang terjadi di luar.

"Tar? Kenapa? Kenapa kamu lari-lari?" tanya Ziva.

"Itu ... di luar! Hani baru datang dan dia langsung menyeret si anak Dukun itu!" jawab Tari, setengah panik.

Alwan dan Rasyid segera berlari keluar bersama Ziva dan Karin. Kini hanya ada Tari dan Raja yang menjaga Mahesa di dalam rumah. Hani menatap ke arah Ziva dengan posisi masih menjambak kuat rambut Nasya. Perempuan itu benar-benar tidak bisa melawan Hani, dan hanya berteriak-teriak kesakitan sejak tadi. Hani sama sekali tidak menutupi amarahnya di depan siapa pun. Ziva pun paham, bahwa Hani kali ini benar-benar tidak akan bisa dihentikan jika sampai berhadapan dengan Dukun yang tak lain adalah Bapak dari perempuan yang sedang dijambaknya.

"Uh ... aku tahu betul bagaimana rasanya jambakan Hani," bisik Rasyid, sambil memegang rambutnya yang pernah kena jambak satu kali saat masih SMA.

Alwan berusaha menahan tawa di tengah ketegangan yang terjadi di luar rumah, malam itu. Apa yang Rasyid katakan serta bagaimana ekspresinya, sudah membuat Alwan tahu bagaimana rasa sakit yang sedang diterima oleh Nasya saat ini. Hani jelas benar-benar murka atas apa yang terjadi pada Mika, sehingga tidak segan-segan memberi balasan pada orang yang menjadi alasan terjadinya serangan tadi.

"Ziv! Bantu aku pegangi dia!" perintah Hani.

"Oke. Siap, Hani Sayang," sahut Ziva.

"Eh? Serius mau bantu, Ziv?" tanya Karin, kaget.

"Iya. Aku mau bantu Hani, Rin. Aku jelas tidak mau jadi korban jambak Hani yang selanjutnya, kalau sampai permintaannya tidak dituruti," jawab Ziva, apa adanya.

Mendengar itu, membuat Karin segera ikut mendekat bersama Ziva. Mereka berdua segera memegangi Nasya yang sudah lemas akibat tabrakan dan juga jambakan yang Hani lakukan. Hani segera mentransfer uang kepada dua sopir taksi online yang sudah membantunya, setelah itu dia segera kembali ke tempat semula untuk menggeledah pakaian yang Nasya pakai.

"Kamu datang ke sini sengaja untuk memata-matai rumah ini atau mau memata-matai kami??? Jawab!!!" bentak Hani, sambil terus meraba pakaian Nasya.

"Lepaskan!!!" teriak Nasya.

"Diam!!! Jangan melawan atau aku akan jambak lagi rambutmu sampai botak!!!" ancam Hani.

Rasyid kini benar-benar memegangi rambut dan seluruh kepalanya. Trauma dijambak oleh Hani jelas mempengaruhi ingatannya, sehingga bertingkah refleks seperti itu.

"Memangnya dulu kamu pernah dijambak Hani gara-gara apa, Ras?" tanya Alwan.

Empat pria muda di sekeliling mereka pun langsung menatap ke arah Rasyid, seakan mereka juga butuh jawaban.

"Anu ... itu ... uhm ... aku kena jambak oleh Hani, gara-gara setuju sama ajakan Mika untuk nyolong mangga di pohon milik salah satu Guru kami, Al. Jadi pas kami turun dari pohon mangga, Hani langsung ...."

"Sekarang mau aku yang jambak, enggak, Ras? Aku mendadak jadi kesal setelah tahu ulahmu dan Mika saat masih SMA," tawar Alwan.

"Eh! Jangan, dong! Itu 'kan ulahku saat masih SMA. Dan lagi pula aku masih kelas dua pada saat itu. Wajarlah kalau ...."

"Mana ada nyolong mangga bisa dianggap wajar?" gemas Alwan.

Hani akhirnya mendapatkan ponsel milik Nasya yang tersembunyi di balik jaket. Wanita itu segera membuka kunci pada ponsel itu dan melihat riwayat panggilan telepon yang tertera di sana.

"Uh, panggilan telepon terakhir yang kamu lakukan tertuju pada 'Bapak'. Bagus! Panggilan telepon terakhirmu jelas akan mempermudah kami untuk bekerja malam ini sampai tuntas," ujar Hani, lalu menatap ke arah Ziva dan Karin. "Ikat dia kuat-kuat!"

"Lepas!!! Lepaskan!!! Lepaskan aku!!!" Nasya mulai berontak.

"Han! Mau kamu apakan ponselnya?" tanya Alwan.

"Mau kupakai telepon Bapaknya, biar dia datang ke sini secara langsung," jawab Hani.

"Eh? Memangnya boleh begitu? Mahesa 'kan belum ...."

"Boleh, Al," jawab Rasyid. "Kalau Bapaknya perempuan itu datang ke sini, maka tugas kita untuk membuat Mahesa terlepas dari teluh banyu akan jauh lebih mudah."

"Kok bisa begitu? Aku belum paham dengan apa yang kamu maksud, Ras," aku Alwan.

"Kalau Bapaknya datang ke sini, otomatis dia akan meninggalkan tempat ritual yang digunakan untuk meneluh seseorang. Karena dia meninggalkan tempat itu dan tidak ada yang menjaga, maka kita akan punya banyak kesempatan untuk meruqyah Mahesa sampai tuntas dan terlepas dari teluh banyu."

Alwan pun paham setelah mendengar penjelasan itu. Itulah alasannya, mengapa Ziva tidak melarang Hani untuk melakukan sesuatu pada Nasya. Hani jelas tahu, bahwa akan ada keuntungan di balik hal yang dilakukannya terhadap perempuan itu.

Sambungan video call akhirnya terhubung, setelah Hani mencoba menghubungi Burhan sebanyak dua kali. Betapa kaget Burhan saat melihat wajah Hani pada layar yang ditatapnya, bukan wajah Nasya seperti biasa.

"Heh! Siapa kamu??? Kenapa ponsel anak saya ada di tangan kamu???" bentak Burhan.

"Heh, Dukun santet!" Hani balas membentak. "Datang ke sini kalau kamu memang punya nyali! Jangan cuma bisa menyuruh anakmu yang jelek itu memata-matai rumah orang! Lihat! Aku akan buat dia menderita di sini dan menyiksanya habis-habisan, kalau kamu tidak juga datang!"

Burhan tampak kaget, saat melihat keadaan Nasya yang sudah begitu lemas serta mengenaskan. Ia begitu marah saat melihat putri kesayangannya terikat erat di pohon jambu. Ia tidak menyangka kalau Nasya akan ketahuan memata-matai rumah orangtua Mahesa, sehingga kini tertangkap dan diikat seperti pencuri. Amarah Burhan kembali tersulut, membuatnya segera menyemprot Hani yang wajahnya masih terlihat pada layar ponsel.

"KURANG AJAR!!! CEPAT LEPASKAN ...."

Hani langsung mematikan sambungan video call sekaligus mematikan ponsel yang dipegangnya tersebut. Ziva pun menatap ke arah Ridho seraya berjalan ke arahnya.

"Pak Ridho, saya rasa inilah saatnya Bapak memanggil Polisi lain untuk menjaga perempuan itu agar tidak melarikan diri. Dia adalah tawanan kami, sampai nanti Bapaknya benar-benar datang ke sini agar kami bisa menghadapinya," ujar Ziva.

"Baik, Mbak Ziva. Saya akan memanggil beberapa anak buah saya ke sini untuk berjaga-jaga," tanggap Ridho, menyetujui.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang