EPILOG

1.2K 87 47
                                    

- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Taksi online yang Alwan dan Karin tumpangi akhirnya tiba di depan sebuah rumah. Alwan segera menurunkan dua buah koper dari bagasi taksi tersebut setelah membayar ongkos perjalanan, lalu membawanya masuk ke halaman setelah kunci pagar dibuka. Karin ingin membantunya membawa salah satu koper itu, namun Alwan melarangnya karena tidak ingin Karin semakin kelelahan. Mereka baru saja menempuh perjalanan jauh dan belum beristirahat sama sekali, sejak selesai mengadakan resepsi pernikahan di Semarang. Maka dari itulah, Alwan tidak mau Karin kembali melakukan hal yang melelahkan. Ia lebih ingin melihat Karin bersantai dan menikmati banyak waktu untuk beristirahat, setelah mereka sampai di rumah.

Ketika mereka tiba di teras, Alwan mencari kunci pintu di dalam tas kecilnya lebih dulu sementara Karin kini sedang menatap ke arah sekitar halaman. Karin senang sekali saat menatap halaman rumah yang sangat asri dan penuh warna hijau dedaunan segar. Ia juga mengamati beberapa pot bunga yang bunganya mulai akan mekar. Alwan tampaknya sangat suka dengan tanaman, sehingga rumah itu penuh dengan bunga-bunga segar di bagian teras.

"Mas Alwan sudah lama tinggal di sini?" tanya Karin.

"Lumayan lama, Dek. Sejak aku kerja bersama yang lainnya, aku pindah dari Majalengka ke sini. Sudah sekitar satu tahun tujuh bulan, kira-kira," jawab Alwan.

Pintu rumah pun terbuka. Alwan membawa masuk kedua koper tadi, lalu segera menuntun Karin agar ikut masuk bersamanya. Jika tidak dituntun, maka Karin akan terus berdiam di teras rumah. Wanita itu terlalu senang dengan suasana di halaman rumah, sehingga lupa kalau dirinya harus masuk untuk beristirahat.

Setelah pintu kembali tertutup, Alwan pun segera menguncinya agar aman. Ia langsung menunjukkan di mana kamar mereka dan Karin pun berinisiatif untuk membongkar koper saat itu juga, agar pakaian bisa segera dirapikan ke dalam lemari. Hal itu jelas membuat Alwan hanya bisa pasrah, karena Karin kali ini menolak untuk menunda-nunda pekerjaan.

"Padahal aku baru mau mengajak kamu keliling rumah, loh, Dek," keluhnya.

Karin tersenyum seraya menatap ke arah Alwan, yang kini sedang duduk di tepian tempat tidur. Wajah tampannya tertekuk akibat kecewa, karena Karin lebih memilih mengerjakan pekerjaan rumah daripada menemaninya berkeliling.

"Keliling rumahnya bisa dilakukan nanti, Mas. Kalau isi koper kita tidak segera dibereskan ke dalam lemari, justru nanti akan membuat kita berdua repot. Pekerjaan kalau ditunda-tunda itu akan semakin malas untuk dikerjakan," tanggap Karin.

"Aku takut kamu kesasar di dalam rumah, kalau tidak kutunjukkan semuanya," Alwan membuat alasan baru.

Karin pun terkikik geli, usai mendengar alasan itu keluar dari mulut Alwan. Ia segera menutup pintu lemari, lalu mendekat pada Alwan dan menangkup kedua pipi suaminya tersebut dengan lembut.

"Apa sudah tidak ada alasan lain, Mas? Kok bisa, sih, Mas Alwan berpikir kalau aku akan tersesat di dalam rumah kita sendiri?" tanya Karin.

Senyuman pun mengembang di wajah Alwan. Ia senang sekali saat melihat tawa riang di wajah Karin serta perlakuannya yang begitu manis. Hal itu membuat dirinya segera meraih kedua tangan Karin untuk digenggam dan dikecup penuh kehangatan.

"Kalau aku bilang dengan jujur, bahwa aku mau menghabiskan waktu berduaan bersama kamu sebagai pengantin baru tanpa ingin terganggu dengan pekerjaan rumah, apakah kamu bersedia memenuhi keinginanku itu, Dek?" tanya Alwan, mencoba memberanikan diri.

Kedua pipi Karin pun bersemu merah jambu, usai mendengar pertanyaan yang Alwan ajukan kepadanya. Tidak perlu menunggu lama, Karin pun segera menganggukkan kepalanya, pertanda ia setuju dengan keinginan Alwan dan akan segera memenuhinya. Alwan pun membawa Karin ke dalam pelukannya. Karin membalas pelukan itu dengan penuh rasa bahagia sambil memejamkan kedua matanya. Ia bersyukur, karena Alwan sangat menyayanginya dan bisa menerima keadaan dirinya tanpa memikirkan apa kekurangan yang Karin miliki. Hati Karin terasa begitu hangat setiap kali Alwan ada di sisinya untuk menyatakan perasaan dalam berbagai cara. Ia suka semua cara yang Alwan lakukan dan ia berharap Alwan tidak akan pernah berhenti untuk melakukan semua itu.

"Aku sayang kamu, Dek," bisik Alwan.

"Aku juga sayang sama Mas Alwan," balas Karin.

Saat Karin membuka kedua matanya, mendadak wanita itu merasa kaget hingga melepaskan pelukan dari tubuh Alwan. Alwan ikut merasa kaget, lalu mengikuti arah pandang wanita itu keluar jendela kamar mereka yang gordennya terbuka lebar.

"Ada apa, Dek? Kamu lihat sesuatu di luar?" Alwan ingin tahu.

"Iya, Mas. Tadi aku lihat sesuatu di luar. Sepertinya ada yang menatap ke arah kita dari balik pagar samping itu, Mas," jawab Karin.

"Ada yang menatap ke arah kita? Maksudmu ... manusia, 'kan?"

"Yang aku lihat barusan wujudnya seperti manusia, Mas. Tapi hanya sekilas saja. Dan yang aku lihat itu langsung menghilang setelah aku berkedip."

Mendengar jawaban itu, Alwan pun segera mendekat ke arah jendela untuk menutup gordennya rapat-rapat. Ia kembali mendekat ke arah Karin untuk memberinya ketenangan. Ia tidak mau Karin merasa tidak nyaman, padahal dia baru pertama kali menginjakkan kaki di rumah itu.

"Jangan terlalu dipikirkan, ya, Sayangku. Insya Allah aku akan beli stiker kaca film untuk membuat kaca jendela rumah kita gelap, jika dilihat dari luar. Jadi, hanya kita saja yang bisa melihat keluar dan enggak akan ada orang yang bisa melihat ke dalam. Bagaimana? Kamu setuju, 'kan?" bujuk Alwan.

Karin pun mengangguk.

"Iya, Mas. Aku setuju. Maaf, ya, tadi aku mendorong Mas Alwan tanpa sadar akibat kaget. Mas Alwan pasti kaget dengan sikapku tadi," Karin tampak menyesal.

Lagi-lagi, senyum di wajah Alwan mengembang dengan indah. Ia membelai lembut rambut panjang Karin, lalu mengecup keningnya begitu lama. Karin menikmati hangat kasih sayang yang Alwan berikan untuknya. Membuatnya kembali merasa tenang dan nyaman.

"Enggak apa-apa, Sayang. Jangan terlalu dipikirkan. Aku sayang kamu, jadi aku enggak akan marah hanya karena kamu melakukan sesuatu yang tidak kamu sengaja."

Senyum di wajah Karin pun kembali merekah. Wanita itu kembali memeluk Alwan seperti tadi, hingga Alwan langsung membalas pelukannya. Perasaan mereka benar-benar membuncah tanpa batas. Rasa sayang pada hati mereka masing-masing, telah membawa keduanya pada satu ikatan kuat yang tidak akan pernah bisa dipisahkan.

Di luar rumah itu, tatapan jahat penuh dendam dan amarah tertuju tanpa penghalang. Karin jelas tidak salah lihat, ketika mengatakan bahwa ada yang sedang menatap ke dalam rumah mereka saat sedang memeluk Alwan. Hanya saja, sosok yang menatap mereka hanya bisa tertangkap oleh indera penglihatan Karin. Entah sosok itu adalah manusia atau bukan manusia, Alwan tetap tidak bisa melihatnya.

[TAMAT]

SAMPAI JUMPA DICERITA SELANJUTNYA 🥰

SAMPAI JUMPA DICERITA SELANJUTNYA 🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang