28 | Hampir Terjebak

767 76 51
                                    

- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Mika ternganga, saat melihat tiga buah Durian yang disodorkan oleh Rasyid ke hadapannya. Oleh-oleh yang Rasyid bawa jelas lebih kontroversial daripada oleh-oleh yang dibawa oleh Rian, beberapa jam lalu. Hal itu sukses membuat Rian tertawa geli bersama Alwan dan Raja di pojok ruang perawatan tersebut. Alwan dan Raja sebenarnya tidak menyangka, kalau Rasyid benar-benar akan membeli Durian sebagai oleh-oleh untuk Mika. Tadinya mereka pikir, Rasyid hanya main-main dengan ucapannya sebelum melaksanakan shalat subuh.

"Ras ... kamu itu paham konsep menjenguk orang sakit enggak, sih? Mana ada sejarahnya di dunia ini, orang sakit malah dibawakan Durian. Tiga buah, pula!" omel Mika, setengah frustrasi.

"Bersyukur saja, Mik. Dia tadinya bukan cuma mau beli tiga buah Durian untuk kamu. Dia bahkan mau borong Durian satu mobil pick-up, demi membuatmu senang. Untung aku mengingatkan dia bahwa uang tabunganku dan Revan tidak boleh diganggu gugat. Andai tidak kuingatkan, maka ruang perawatan ini akan penuh sekali dengan Durian," ujar Tari, sangat tenang.

"Lah, terus? Kamu enggak ada niatan mengingatkan Suamimu bahwa yang dijenguk ini adalah orang sakit? Mana ada orang sakit makan Durian, Tar?" gemas Mika.

"Ck! Yang sakit, 'kan, dadamu. Bukan lidahmu, bukan tenggorokanmu, dan bahkan bukan lambungmu. Tidak akan ada kaitannya dengan sakitmu, kalau kamu makan Durian. Kecuali, kamu makan Durian beserta kulitnya. Nah ... itu baru akan jadi masalah besar, Mik," sanggah Rasyid, terdengar sangat bijak.

"HUA-HA-HA-HA-HA-HA!!!"

Tawa Rian, Raja, dan Alwan pun akhirnya meledak. Mereka jelas tidak bisa lagi menahan diri, setelah mendengar isi pembicaraan tidak jelas itu. Santi dan Karin kini hanya bisa geleng-geleng kepala, karena tahu bahwa perdebatan itu tidak akan ada ujungnya.

"Pokoknya aku tidak mau tahu! Singkirkan Durian itu dan ganti saja oleh-olehnya dengan uang tunai. Biar nanti aku sendiri yang beli oleh-olehnya!" tegas Mika.

"Ih! Mana ada begitu? Sudah, makan saja Duriannya. Jangan banyak protes!" omel Tari, yang tidak mau keluar uang dua kali.

Ziva masuk kembali ke ruang perawatan itu tak lama kemudian. Ia masih menggendong Samsul yang tak juga mau berpindah gendongan pada orang lain, meski sudah dibujuk. Ia mendekat pada Mika dan Santi--yang baru saja kembali ke sisi Mika setelah Rasyid dan Tari menyingkir--untuk membicarakan soal kemampuan Samsul.

"Aku yakin kalian berdua ingin bertanya banyak hal soal Samsul," ujar Ziva.

"Kami berdua sudah dengar sedikit dari Mas Rian, mengenai dugaanmu soal Samsul yang berbeda dari Sammy dan Sandy. Jadi sekarang, kami jelas ingin tahu apa maksud dari dugaanmu itu," aku Mika, jujur.

Ziva pun tersenyum. Tangan kanannya sibuk membantu memegang biskuit bayi yang sedang digigit-gigit oleh Samsul dengan lahap.

"Katakan, Mik, apa yang terjadi pada saat kamu kehilangan kesadaran," pinta Ziva.

Mika menghela nafasnya sejenak. Ia kembali mengingat moment itu. Momen di mana pertama kalinya ia tidak sadar dan terasa seperti terjerat ke dalam suatu kubangan yang tak ada ujungnya.

"Aku ingat saat makhluk itu menyerangku. Aku ingat rasa sakitnya sampai sekarang, Ziv. Dan saat aku tidak sadarkan diri, aku merasa setengah tubuhku tenggelam. Ada kubangan yang begitu besar dan aku terjebak di tengah-tengah kubangan itu. Rasanya panas. Aku berusaha keras untuk keluar dari kubangan tersebut, tapi aku selalu gagal. Sampai pada satu titik, aku menoleh ke arah samping kananku dan melihat Samsul yang sedang berjalan tertatih-tatih seperti biasa aku melihatnya. Samsul memanggilku, Ziv. Pipa, Pipa. Suaranya sangat jelas di telingaku, sehingga aku yakin bahwa itu memang Putra bungsuku yang sedang memanggil. Aku melihat Samsul mengulurkan kedua tangannya padaku, sambil membuka tutup kedua tangannya tersebut berulang kali. Hal itu membuatku balas mengulurkan tangan ke arahnya, lalu mendadak tubuhku yang terjebak dalam kubangan itu mulai bergerak ke arah Samsul. Sampai pada akhirnya tanganku dan tangan Samsul saling bertaut. Satu detik kemudian aku terbangun dan menyadari kalau Samsul merangkak di atas tubuhku sambil meletakkan kedua tangannya di dadaku yang terluka," tutur Mika, tanpa ada yang terlupakan.

Semua orang yang ada di ruang perawatan itu--kecuali Tari dan Hani yang keluar untuk mengurus izin memindahkan Mika ke rumah sakit di Jakarta--ikut mendengarkan. Kini, mereka juga ingin tahu apa artinya semua yang Mika alami saat sedang tidak sadar.

"Kalau begitu kamu harus banyak-banyak bersyukur, Mik. Samsul datang disaat yang benar-benar tepat untuk menolongmu. Andai dia tidak datang, entah apa yang akan terjadi padamu saat ini. Kamu bisa saja mengalami koma yang cukup lama, karena tujuan dari serangan yang makhluk itu layangkan kepadamu adalah untuk menjerat alam bawah sadarmu selama-lamanya. Aku tidak punya kemampuan untuk membuatmu sadar dari hal semacam itu, Mik. Dan beruntungnya, Samsul memiliki kemampuan itu sehingga kamu bisa diselamatkan sebelum terlambat," jelas Ziva.

"Maksudnya bagaimana, Ziv? Samsul tidak punya kemampuan seperti aku, Sammy, atau Sandy, tapi dia memiliki kemampuan sendiri yang berbeda?" Santi ingin memperjelas.

"Bukan, San. Bukan begitu," jawab Ziva. "Samsul juga akhirnya memiliki kemampuan yang sama denganmu serta kedua Kakak kembarnya. Bedanya, kemampuan Samsul bukan hanya sekedar bisa melihat makhluk halus. Kemampuan yang dia miliki seperti kemampuan yang aku miliki. Bedanya lagi, aku berkemampuan mengusir makhluk halus, mematahkan ilmu hitam, serta mematahkan teluh. Sementara Samsul, memiliki kemampuan untuk mendatangi seseorang yang membutuhkan bantuan melalui alam bawah sadar orang tersebut. Dan itulah yang Samsul lakukan untuk Papinya, setelah dia menerima firasat bahwa Papinya sedang berada dalam masalah."

"Pipa," sahut Samsul, sambil menatap wajah Ziva.

"Iya, Sayang. Pipa," balas Ziva, sambil mencium pipi kanan Samsul dengan lembut.

Mika pun meraih Samsul dari gendongan Ziva, lalu memeluknya dengan erat untuk menunjukkan rasa sayangnya. Namun sayang, Samsul memang tidak bisa tenang jika berhadapan dengan Mika. Bayi tampan nan menggemaskan itu langsung melebarkan kedua telapak tangannya, lalu menjambak rambut Mika dengan kuat.

"Arrrgghh!!! Samsul!!! Sakit, Nak!!! Ampun!!!" teriak Mika.

Lagi-lagi, Rasyid langsung memegangi rambutnya akibat teringat jambakan dari Hani, saat melihat rambut Mika dijambak oleh Samsul. Hal itu membuat Alwan tertawa geli di samping Karin, lalu segera memberi tahu Rian soal trauma jambakan dari Hani yang Rasyid alami.

Tari masuk ke dalam ruang perawatan tersebut tak lama kemudian bersama Hani. Di tangannya ada selembar kertas yang sudah ditandatangani oleh Dokter.

"Oke, semuanya. Mika sudah diperbolehkan untuk pulang dan akan kembali menerima perawatan di rumah sakit yang ada di Jakarta," ujar Tari, mengumumkan.

"Oke! Mari kita berkemas! Aku akan mengemas Durian!" sahut Rasyid, sangat penuh semangat.

* * *

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang