13 | Mendadak Meruqyah

810 81 56
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Junira tampak bingung menghadapi permintaan dari Tari. Pasalnya, tidak bisa semudah itu ia memberikan informasi mengenai mahasiwa dan mahasiswi di kampus kepada orang lain. Hal itu merupakan pelanggaran bagi seorang Dosen, sehingga Junira kini mulai merasa dilema.

"Saya tidak bisa sembarangan memberi informasi seperti itu pada orang luar, Mbak Tari. Saya akan mendapat sanksi jika melakukannya," jawab Junira, apa adanya.

Hal itu membuat Tari putus asa. Jelas tidak ada jalan lain yang bisa membawa mereka pada keberadaan Dukun itu dan juga orang yang menyuruhnya, selain daripada menjalani seluruh rangkaian pekerjaan mereka sampai hampir tuntas. Karena hanya dengan cara itulah, maka Ziva dan Raja akan bisa mengikuti arah makhluk suruhan si Dukun yang saat ini masih ada di dalam tubuh Mahesa.

"Uhm ... anu, Kak," Deri mendadak buka mulut. "Saya bisa bantu meretas sistem data di kampusnya Esa, kalau diizinkan."

Tatapan Deri jelas tertuju pada Junira. Hal itu membuat Tari kembali menatap Junira, sementara Junira sendiri kini terlihat seperti sedang berpikir keras.

"Kalau kamu meretas sistem data di kampus tempat saya mengajar, apakah saya kira-kira tidak akan dicurigai atau terseret ke dalam masalah?" tanya Junira.

"Selama Bu Nira tidak buka mulut, maka semuanya Insya Allah akan aman-aman saja. Toh, saya meretas menggunakan laptop yang saya punya. Jadi sudah jelas Bu Nira sama sekali tidak akan terseret ke dalam masalah," jawab Deri, sekaligus berjanji.

Junira pun menatap ke arah Ridho, seakan meminta pertimbangan. Ridho memberi tanda pada Junira untuk menyetujui. Yang artinya Ridho mungkin juga akan memberikan bantuan bersama Deri.

"Baiklah, kalau begitu. Silakan lakukan jika kamu memang bisa membantu," Junira memberikan izin.

Deri segera mengambil ranselnya, lalu menyalakan laptop di ruang tamu. Tari mendekat dan ikut memperhatikan pekerjaan Deri bersama Ridho. Deri pun mendadak teringat kalau dirinya tidak tahu siapa nama orang yang datanya harus ia cari.

"Eh, siapa namanya? Aku tidak tahu namanya siapa," aku Deri, sambil menatap ke arah Saif dan Zaki.

"Namanya Na--"

"Eh ... jangan disebut!" cegah Tari, setengah panik. "Catat saja di kertas ini. Jangan asal main sebut, ya, selama Mahesa belum lepas dari teluh. Bahaya."

Tubuh Mahesa terasa lebih ringan setelah minum air yang tadi Rasyid sodorkan. Meski perutnya yang membuncit belum terlihat ada perubahan, setidaknya saat itu Mahesa sudah tidak lagi merintih kesakitan. Pria itu bahkan kembali meminta minum pada Alwan, saat kerongkongannya mulai kering kembali.

Ziva, Raja, dan Rasyid mulai membentengi seluruh rumah itu dari bagian dalam. Mereka tidak bisa membentengi rumah dari luar seperti biasanya, karena Mahesa butuh didampingi dan diawasi dengan ketat. Saat itu sedang tidak ada Hani dan Mika di antara mereka, sehingga mereka jelas kekurangan orang yang bisa membantu untuk membentengi rumah itu.

"Rasanya jauh lebih enakan, Kak, daripada sebelumnya," bisik Mahesa.

Alwan pun tersenyum. Ia baru saja akan memberikan tanggapan, ketika mendadak tubuh Mahesa mengejang hingga kedua matanya memutih.

"Astaghfirullah!!! Ziva!!! Cepat ke sini!!!" panik Alwan.

Ziva, Raja, maupun Rasyid segera menghentikan pekerjaan mereka. Ketiganya mendekat ke arah dipan, lalu segera memberikan pertolongan pada Mahesa yang sedang mengalami kejang. Mawar kembali menangis di pelukan Farhan. Karin kembali menahan mereka, agar tidak mendekat ke tempat Mahesa berada.

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang