20 | Membungkam

738 67 78
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Ziva melakukannya padaku, saat kalian semua ada di luar rumah Bapakku. Aku ingat persis yang dia lakukan dari awal sampai akhir. Jadi saat melihat kalau tubuh Mahesa sedang dikuasai oleh makhluk tadi, aku langsung teringat dengan apa yang Ziva lakukan. Tapi ... ya ... aku tidak akan bisa melakukannya sendiri, meski tahu apa yang harus dilakukan. Makanya aku minta kalian bertiga untuk bekerja sama bersamaku," jawab Karin, sambil menetralkan nafasnya yang masih tak beraturan.

Alwan mendekat pada Karin dan merangkulnya dengan lembut. Ia menatap ke arah Raja, karena tahu bahwa Raja masih tidak memahami kerja sama mereka barusan.

"Ja, kita berdua sama-sama belum pernah menghadapi teluh gantung jodoh sebelumnya. Kamu ingat itu, 'kan? Kalau pun Ras sudah pernah menghadapinya, dia belum tentu ingat hal apa saja yang harus dilakukan jika ada keadaan tertentu. Karena Ras pastinya tidak menangani korban secara langsung, karena korban adalah wanita. Jadi wajar, kalau Karin yang lebih tahu harus melakukan apa pada kondisi seperti barusan," jelas Alwan.

"Andai Karin tidak ingat soal apa yang Ziva lakukan terhadapnya, maka ada kemungkinan tubuh Mahesa akan benar-benar dikuasai oleh makhluk tadi, Ja," tambah Rasyid, yang setuju dengan penjelasan dari Alwan.

Raja pun mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda bahwa akhirnya ia memahami soal ingatan Karin yang sangat tajam. Alwan kembali menatap Karin yang masih ada di sampingnya saat itu.

"Oh ya, tadi saat makhluk itu keluar dari tubuh Mahesa, apakah kamu juga bisa melihatnya, Sayang?" tanyanya.

Karin pun mengangguk. Wajahnya kembali murung seperti tadi. Alwan pun tersenyum, lalu mencubit ujung hidung Karin dengan lembut untuk menenangkannya. Kedua pipi Karin memerah sempurna ketika Alwan bersikap manis seperti itu kepadanya.

"Ya, sudah. Jangan terlalu kamu pikirkan. Banyak pikiran akan membuat kamu kehabisan tenaga. Menurutku, hanya ada dua kemungkinan yang menjadi alasan kamu bisa melihat makhluk halus saat ini. Pertama, mungkin mata batinmu belum ditutup kembali setelah terintimidasi oleh makhluk-makhluk suruhannya Ramdan. Kedua, mungkin sekarang kamu memang menjadi lebih peka terhadap makhluk-makhluk itu. Hanya saja, kepekaanmu terletak pada kedua matamu, bukan seperti aku yang hanya selalu sadar jika mereka sedang ada di sekeliling kita. Jadi sebaiknya kamu tidak perlu terlalu ambil pusing mengenai hal itu. Kita akan tetap membicarakannya dengan Ziva, agar kita bisa mendapat jalan keluar. Kamu mengerti, 'kan, Sayang?"

Senyum di wajah Karin pun merekah dengan indah. Wanita itu menganggukkan kepalanya, sebagai jawaban atas pertanyaan yang Alwan ajukan barusan. Alwan merasa senang saat melihat senyuman kembali menghiasi wajah istrinya. Sehingga memutuskan untuk mendaratkan sebuah kecupan hangat di pipi kiri Karin, yang sukses membuat Raja dan Rasyid langsung berkacak pinggang dengan kompak.

"Heh! Jangan bermesraan saat kita sedang kerja! Nanti saja bermesraannya kalau pekerjaan sudah selesai!" tegur Rasyid.

"Jangan bertingkah seakan tidak ada waktu lain untuk mesra-mesraan, ya! Jangan mentang-mentang kalian pengantin baru, jadi merasa bisa mesra-mesraan seenaknya!" tambah Raja.

Karin langsung menyembunyikan wajahnya ke dalam pelukan Alwan. Alwan sendiri berusaha keras untuk tidak meledakkan tawa, lalu menatap ke arah Raja dan Rasyid.

"Jangan gantikan Mika, saat Mika sedang tidak ada di sini," balasnya, berhasil membuat kedua pria itu menggondok.

Samsul tertidur pulas pada boks bayi, tepat di samping Olivia. Mika kembali memeriksa kedua telapak tangan putra bungsunya tersebut, karena masih penasaran dengan apa yang Samsul lakukan tadi terhadapnya. Santi juga sudah tertidur di sofa. Hanya Rian yang masih terjaga dan saat itu masih duduk di samping boks bayi.

"Ziva pernah bilang begitu, ya, soal Samsul? Kok dia tidak bilang apa-apa padaku atau Santi? Bukankah itu aneh?" Mika terlihat bingung.

"Kalau menurutku, yang dilakukan oleh Ziva sama sekali tidak aneh, Mik. Ziva pasti punya pertimbangan, soal kenapa dirinya memilih untuk tidak bilang padamu mengenai yang dia tahu. Dia langsung mengonfirmasi saat Sammy dan Sandy mulai bisa melihat makhluk halus seperti Santi. Tapi dia lebih memilih diam soal Samsul. Dia pasti punya alasan di balik diamnya. Sebaiknya kita tunggu saja dirinya menjelaskan secara langsung padamu dan Santi. Menebak-nebak hanya akan membuat pikiran kita tersesat. Kadang, diamnya seseorang itu memiliki arti tersendiri dan kita harus memahami itu sebagai keputusannya yang paling bijaksana," imbuh Rian, agar Mika perlahan-lahan memahami.

Mika menarik nafas dan mengembuskannya perlahan. Apa yang Rian katakan jelas ada benarnya. Ziva tidak mungkin menyembunyikan sesuatu tanpa alasan. Begitu pula soal Samsul yang berbeda dari kedua Kakaknya. Ziva pasti punya alasan ketika memutuskan menyembunyikan hal itu dari dirinya dan Santi. Entah itu alasan untuk kebaikan Mika dan Santi atau untuk kebaikan Samsul sendiri.

Ziva menatap ke arah Nasya, yang saat itu juga sedang menatap ke arahnya dengan sengit. Perempuan itu tampaknya sangat marah, karena baru tahu bahwa yang berusaha membebaskan Mahesa dari teluh banyu bukan hanya satu orang. Kemungkinan besar, perempuan itu ingin sekali melaporkan yang diketahuinya kepada Bapaknya. Sayangnya, dia sudah ketahuan lebih dulu oleh Hani, ketika sedang memata-matai rumah orangtua Mahesa.

"Kalian tidak akan bisa membuat Mahesa selamat!!! Mahesa harus mati!!! Dia tidak boleh hidup nyaman setelah menolakku!!!" teriak Nasya.

"Hei! Tutup mulutmu, ya! Jangan sampai kurobek, loh!" ancam Zaki, mendadak naik darah.

Tari dan Ziva langsung terkikik geli di tempatnya, saat melihat Zaki yang langsung bersuara saat Nasya buka mulut. Hani kini hanya bisa geleng-geleng kepala, karena tahu bahwa Zaki sama sekali tidak punya kesabaran di dalam dirinya.

"Daripada kamu repot-repot menanggapi teriakan gilanya, lebih baik kamu ambil lakban agar aku bisa melakban mulutnya. Kebetulan aku merasa gerah saat dengar dia bersuara," saran Hani.

Tanpa menunggu lama dan tanpa ba-bi-bu, Zaki langsung mengeluarkan lakban besar dari dalam ranselnya. Lakban itu berpindah ke tangan Hani tak lama kemudian. Hani pun segera beranjak menuju pohon jambu untuk melakban mulut Nasya.

"JANGAN COBA-COBA!!! JANGAN LAKUKAN!!! JA--"

Suara Nasya langsung hilang dalam sekejap, usai mulutnya benar-benar dilakban begitu rapat oleh Hani. Hal itu membuat Hani merasa lega, karena telinganya tidak akan iritasi hanya karena mendengar teriakan-teriakan tidak penting dari mulut Nasya. Lakban tadi kembali lagi ke tangan Zaki. Zaki pun tertawa puas saat melihat Nasya yang semakin tidak berdaya.

"Dak katek yang saro kalu galak berejo*. Tapi idak harus maen Dukun**. Itu namonyo awak calak, ati busuk!*** Paham idak awak?****" geram Zaki.

* * *

TRANSLATE :

*Tidak ada yang susah kalau mau berusaha.
**Tapi enggak harus main Dukun.
***Itu namanya kamu curang, hati busuk!
****Paham enggak kamu?

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang