10 | Doa Untuknya

731 79 38
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Raja segera turun dari pinggiran tangga tempatnya memanjat. Ia meraih tubuh Ziva yang kini sangat lemas di lantai, setelah mengeluarkan energi besar berulang-ulang. Namun Ziva menolak untuk ditolong oleh Raja. Wanita itu menunjuk ke arah Mika dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Panggil ambulans. Bawa Mika ke rumah sakit. Bawa sekarang juga," pintanya, menahan sesak.

Raja pun mengangguk, lalu segera mendekat pada Ridho untuk meminta dipanggilkan ambulans. Namun ternyata, sebelum Raja meminta pun, Ridho sudah memanggil ambulans karena tahu bahwa kondisi Mika sama sekali tidak baik-baik saja.

"Sebentar lagi ambulansnya akan datang, Mas Raja. Sebaiknya Mas Mika dipersiapkan saja agar bisa segera dibawa ke rumah sakit," saran Ridho.

"Iya, Pak Ridho. Akan saya beri tahu anggota tim yang lain, di dalam," tanggap Raja.

Hani membantu Ziva berdiri dan memapahnya agar bisa mendekat pada Mika. Wajah Mika pucat total akibat pendarahan yang terjadi. Alwan telah berhasil menghentikan pendarahannya, bahkan telah memasang infus di tangan Mika, untuk menggantikan cairan dalam tubuhnya serta menggantikan zat makanan selama Mika belum sadarkan diri. Alwan terus memeriksa nadi dan denyut jantung pria itu. Ia ingin memastikan bahwa Mika akan tetap baik-baik saja, saat akan dibawa ke rumah sakit untuk menerima perawatan lebih lanjut.

"Bagaimana, Al? Apakah Mika akan baik-baik saja?" tanya Ziva.

"Insya Allah Mika akan baik-baik saja, Ziv. Intinya kita harus tenang menghadapi semua ini. Kita masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan," jawab Alwan, seraya menunjuk ke arah Mahesa.

"Salah satu dari kita harus menemani Mika di rumah sakit," ujar Tari. "Aku sudah mengabari Santi dan memberi tahu soal keadaan Mika saat ini. Dia akan terbang ke sini dan akan mendampingi Mika selama dirawat di rumah sakit. Tapi sebelum dia datang, jelas harus ada yang mendampingi Mika karena ...."

"Aku," potong Hani, sambil menyeka airmatanya. "Aku yang akan menemani Mika di rumah sakit sampai Santi tiba di sana."

"Tapi, Han ...." Rasyid mencoba mencegah.

"Mika jadi begini karena menyelamatkan aku, Ras. Andai bukan karena aku yang harus dia selamatkan, maka dia pasti masih baik-baik saja seperti biasanya. Pokoknya aku yang akan temani Mika, sampai Santi tiba di Palembang dan sampai rumah sakit. Dulu juga Mika begitu, 'kan, saat aku diserang, dipukuli, dan disekap? Dia yang menemani aku di rumah sakit, sampai Mas Rian datang dan bisa menemani aku. Maka sekarang aku pun akan begitu," tegas Hani, tak mau dibantah oleh siapa pun.

Tari pun menyetujui keinginan Hani. Saat ambulans akhirnya tiba, Mika segera ditangani oleh petugas medis dari Charitas Hospital Palembang. Hani benar-benar ikut bersama ambulans dan pergi ke rumah sakit untuk mendampingi Mika. Tidak ada wajah yang tak mendung pada saat itu. Semuanya merasa bersedih atas apa yang menimpa Mika. Keadaan menjadi sangat berbeda setelah tidak ada suara Mika yang biasa mereka dengar. Padahal biasanya, Mika dan kelakuan konyolnya selalu menjadi moodbooster sehingga rasa lelah menjadi tidak terasa.

"Kita harus selesaikan masalah yang menimpa Mahesa dan buat perhitungan pada Dukun santet sialan itu! Ayo, sebaiknya kita masuk dan mulai melakukan sesuatu untuk Mahesa, agar dia bisa terlepas dari teluh banyu," ajak Ziva, tidak bisa menyembunyikan amarahnya.

Santi mengemas pakaian asal-asalan, usai menutup telepon dari Tari. Firasat buruknya menjadi kenyataan. Mika terkena serangan dan kondisinya yang difotokan oleh Tari membuatnya tidak bisa berhenti menangis. Si kembar tiga terbangun. Biasanya jika sudah terbangun, mereka akan mulai berulah dan membuat Santi pusing. Namun kali itu, ketiganya hanya duduk dengan tenang di atas tempat tidur sambil memperhatikan Santi. Seakan tahu, bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi pada Papi mereka dan Santi butuh ketenangan.

Clarissa masuk ke kamar itu karena akan mengamankan si kembar tiga. Hanya Sammy dan Sandy yang mau digendong oleh Omanya. Samsul tidak memberi penolakan, namun juga tidak menyambut uluran tangan Clarissa saat itu. Samsul lebih memilih merangkak dan turun dari tempat tidur. Ia berjalan tertatih menuju ke arah Santi, lalu memanjati kakinya untuk minta gendong. Hal itu membuat Santi segera berjongkok untuk mengimbangi tinggi badan Samsul.

"Samsul, kamu sama Oma dan Opa dulu, ya, Nak. Mami harus pergi menyusul Papi. Insya Allah nanti Mami akan pulang bersama Papi. Mami tidak akan pergi lama-lama," bujuk Santi, sambil menahan airmatanya.

Samsul tidak mengindahkan ucapan Santi dan langsung memeluknya. Santi pun kembali menangis sambil mendekap Samsul dengan lembut. Apa yang terlihat saat itu membuat Clarissa sadar akan sesuatu. Samsul mungkin ingin ikut bersama Santi, karena dia adalah yang paling dekat dengan Mika dan pasti ikatan batinnya jauh lebih erat ketimbang Sammy atau Sandy.

"Bawalah Samsul bersamamu, Nak. Dia mungkin ingin bertemu dengan Papinya bersama kamu," saran Clarissa.

"Tapi, Mi ...."

"Ikuti saja kata Mami, Nak. Ada sesuatu yang mungkin Samsul rasakan mengenai Papinya. Kalau kamu tidak membawanya, dia pasti akan merasa tidak tenang selama kamu pergi. Sammy dan Sandy biar Mami dan Papimu yang urus. Jangan pikirkan mereka berdua dan bawalah Samsul."

Santi akhirnya menuruti saran itu. Ia segera mengemas pakaian untuk Samsul dan juga keperluan lainnya. Setelah semua selesai, Santi segera menggantikan baju yang Samsul pakai, serta memakaikan kaus kaki dan sepatu. Ia kemudian menggendong Samsul dengan woven wrap, agar Samsul tetap aman dalam gendongannya selama mereka berada di perjalanan nanti. Clarissa dan Frederick mengantarnya sampai ke halaman depan. Sopir keluarga sudah menunggu dan akan langsung mengantarnya ke Bandara.

Ia tidak menunda-nunda keberangkatannya, agar segera bisa mengejar pesawat yang tadi sudah ia pesan tiketnya. Selama perjalanan itu, Santi tak henti-hentinya berdoa agar keadaan Mika baik-baik saja. Airmatanya masih juga mengalir, meski ia telah mencoba menenangkan diri berulang-ulang kali. Perasaan cemas dan gelisah merajai hatinya. Hanya keberadaan Samsul dalam dekapannya saat itu yang bisa membuat pikirannya teralihkan. Samsul tidak berulah dan lebih sering menatap wajah Santi. Sesekali tangannya mengusap pipi kanan Santi, seakan sudah mengerti bahwa Maminya sedang khawatir terhadap Papinya dan butuh ditenangkan.

"Kenapa kamu diam-diam saja, Nak? Hm? Kenapa tidak mengajak Mami main-main?" tanya Santi, berupaya untuk tersenyum di depan Samsul.

"Pipa," jawab Samsul, yang kemudian langsung memeluk leher Santi seperti tadi.

Airmata Santi kembali tumpah saat Samsul memeluknya. Clarissa jelas benar, bahwa Samsul mungkin merasakan sesuatu terhadap Mika, sehingga Samsul harus ia bawa agar mereka bisa bertemu.

"Ya Allah, selamatkan Suamiku. Kembalikan keadaannya seperti biasa, Ya Allah. Kembalikan kesadarannya agar kami bisa melihat senyum dan keceriaannya lagi. Hamba mohon kepada-Mu, Ya Allah. Aamiin yaa rabbal 'alamiin," batin Santi, memasrahkan segalanya.

* * *

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang