24 | Memberi Dorongan

687 73 49
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Cih! Calak jugo awak rupanyo!*" Hani sengaja membalas ejekan yang tadi Burhan tujukan untuknya. "Kenapa? Merasa tidak sanggup, ya, melawan kami tanpa bantuan makhluk-makhluk halus peliharaanmu?"

Tawa senang yang baru saja Burhan keluarkan mendadak lenyap kembali. Ejekan yang Hani layangkan kepadanya membuat harga dirinya terusik. Ia tidak terima diejek terang-terangan seperti itu oleh Hani. Ia tetap merasa dirinya yang paling hebat, sehingga tidak pantas untuk diejek oleh siapa pun.

"Tutup mulutmu, perempuan busuk!!! Jangan sombong, kamu!!! Hanya karena kamu memiliki ilmu yang tidak seberapa, kamu berani menghinaku??? Energi dalam tubuhmu itu tidak seberapa saat aku merasakannya dalam pertarungan tadi. Kamu itu lemah, dan ilmu yang kamu punya itu hanya seperti seonggok sampah. Jadi jangan sombong di depanku!!! Kamu akan menyesali ejekanmu barusan, karena aku akan merobek mulutmu hingga kamu tidak bisa bicara lagi!!!" ancam Burhan.

Tari dan Ziva pun akhrinya paham, kalau Burhan telah salah berpikir. Laki-laki tua itu pikir kalau Hani adalah orang yang memiliki ilmu di antara mereka bertiga. Maka dari itulah Burhan langsung bicara sangat kasar pada Hani ketika baru tiba, tadi.

"Wah! Sudah kelakuanmu biadab, dilengkapi dengan ketololan tiada ujung. Astaghfirullah, ingin rasanya aku langsung mengirim dia ke alam kubur," balas Hani, terlihat sangat santai.

Burhan ingin kembali meledakkan emosinya terhadap Hani, namun Tari segera mengalihkan perhatiannya.

"Tidak usah marah!" bentak Tari. "Itu adalah fakta, bahwa kamu memang biadab! Apa yang kamu lakukan terhadap Mahesa adalah bentuk sebuah kebiadaban! Jelas-jelas anakmu yang gila pikirannya, tapi anak orang lain yang justru kamu sakiti! Mahesa sudah menolak baik-baik, tapi dia malah kesetanan di depan orang banyak! Harusnya kamu bawa dia ke Rumah Sakit Jiwa! Bukannya malah menuruti pikiran gilanya!"

"Diam, kamu!!! Jangan ikut-ikutan dan jangan menghina anakku!!! Dia tidak gila!!! Apa pun yang menjadi harapannya akan aku kabulkan!!! Jika dia tidak bisa memiliki Mahesa, maka Mahesa tidak boleh menjadi milik perempuan mana pun!!!" balas Burhan.

"Oh ... Bapaknya ternyata yang gila," sahut Hani, sambil menyenggol lengan Tari dengan sengaja.

Tari hanya melirik sebentar, namun tidak menanggapi ucapan Hani. Tari tahu, bahwa Hani memang sengaja membuat Burhan kesal. Karena semakin dia kesal, maka emosinya akan meluap jauh lebih parah daripada emosinya diawal tadi. Nasya masih berupaya ingin memanggil Burhan, namun usahanya sama sekali tidak berhasil. Burhan benar-benar hanya fokus pada Hani, Tari, dan Ziva, sehingga lupa kalau ia seharusnya menyelamatkan Nasya lebih dulu.

"Kamu betul-betul kurang ajar!!! Apakah kamu tidak pernah diajari sopan santun oleh Bapak dan Ibumu, hah???" Burhan kembali membalas ucapan Hani.

"Tidak usah kamu bawa-bawa Bapak dan Ibuku!!! Anakmu sendiri pun tidak kamu ajari untuk bersikap layaknya manusia!!! Pakai ada acara bawa-bawa Bapak dan Ibu orang lain!!! Ajari dulu anakmu, baru komentari kelakuan anak orang lain!!!"

"Aku siap," bisik Ziva.

Tari dan Hani mendengar bisikan itu. Mereka pun segera mundur tiga langkah dari posisi Ziva, sehingga membuat Burhan merasa heran dengan tindakan mereka.

"Mau ke mana kalian berdua??? Mau lari, hah???" tanyanya, sangat kasar.

Tidak ada satu pun di antara mereka yang menjawab. Ziva sudah benar-benar selesai menyiapkan energinya dan dalam sekali gerakan tangan, semua makhluk halus yang sedang mengelilingi mereka lenyap begitu saja tanpa ada yang tersisa. Hal itu membuat Burhan kaget setengah mati. Ia pikir, Hani adalah orang yang memiliki Ilmu di antara ketiga wanita di hadapannya. Sayangnya, ia salah besar dan baru tahu hal sebenarnya setelah Ziva mengusir makhluk-makhluk halus yang dipanggilnya.

"Apa tadi katamu? Kekuatan yang aku punya hanyalah seonggok sampah?" Ziva mulai meneror.

Suaranya begitu dingin saat bicara. Kakinya mulai melangkah ke depan--tepat ke arah Burhan--perlahan-lahan.

"Kamu tampaknya terlalu sombong, sehingga begitu mudah menghina sesuatu yang ada pada diri orang lain. Sebelum belajar ilmu hitam, kamu hanyalah orang biasa yang mungkin keberadaanmu pun tidak diakui oleh masyarakat. Beda halnya denganku. Aku tidak perlu belajar apa pun. Allah memberikan kekuatan yang aku punya ini tanpa aku harus memohon. Kekuatan ini adalah titipan, maka dari itu aku tidak pernah menyombongkannya dan menggunakannya hanya untuk membantu orang lain. Jadi sekarang, akan aku beri pelajaran padamu untuk tidak pernah menyombongkan sesuatu yang tidak abadi pada diri kita."

BLAAMMM!!!

Ziva kembali mengeluarkan satu serangan yang sangat kuat, tepat ke arah Burhan. Tubuh Burhan terlempar jauh hingga membentur pagar. Laki-laki tua itu terbanting ke tanah, lalu muntah darah akibat serangan yang Ziva berikan. Tatapan Ziva kini terarah kepada Tari dan Hani. Kedua wanita itu kembali berlari dan mendekat ke arah Burhan, lalu hendak memutus sebuah buntalan kain merah yang terikat di balik bajunya.

HOEEEKKK!!!

"... A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ...."

Mawar terlihat semakin gelisah karena Mahesa belum juga berhenti memuntahkan air. Farhan terus menyabarkan istrinya, meskipun dirinya sendiri juga merasa gelisah. Mahesa adalah putra mereka satu-satunya. Mereka sangat menyayanginya, sehingga begitu takut kehilangan.

"Serahkan semuanya pada Allah, Bu. Allah pasti akan membantu Mahesa agar bisa cepat terlepas dari teluh," bisik Farhan.

"Ibu sudah memasrahkan semuanya pada Allah, Yah. Hanya saja, hati Ibu rasanya sakit sekali saat melihat Mahesa menderita seperti itu. Jika saja bisa Ibu gantikan posisinya, maka Ibu bersedia menggantikan, Yah. Biar Ibu saja yang sakit, jangan Mahesa," ungkap Mawar.

"Kita sama-sama tidak tahu akan ada kejadian seperti ini, Bu. Sakitnya Mahesa pun terjadi di luar dugaan kita. Sebentar lagi pasti selesai, Bu. Mari kita doakan lagi agar Mahesa bisa tetap bertahan," ajak Farhan.

Ridho berharap semuanya akan segera berakhir, seperti bagaimana yang biasa dilihatnya ketika Ziva dan yang lainnya bekerja. Perasaannya sangat was-was, karena belum juga ada titik terang meski upaya ruqyah sudah dijalani oleh Mahesa.

"Kak ... a-ku ... su-dah ti-dak ku-at," bisik Mahesa.

Wajahnya sangat pucat. Alwan maupun Raja sudah berdebar-debar sejak tadi, ketika melihat rupa Mahesa yang tidak kembali segar. Biasanya, para korban teluh yang mereka tangani tetaplah berwajah segar meski merasakan kesakitan yang hebat. Namun entah mengapa, Mahesa sama sekali tidak seperti itu. Tubuhnya semakin lemas. Dia tampak kepayahan dengan keadaannya sendiri.

"Tahan, Mahesa. Tahan sebentar lagi, Dek," dorong Karin. "Aku tahu rasanya. Aku pernah ada di posisimu. Saat ini kamu merasa seperti ingin segera mati, karena kamu berpikir bahwa mati mungkin jauh lebih baik daripada bertahan dan kesakitan. Tapi percayalah, mati pun tidak akan terasa lebih baik saat teluh itu masih menyiksamu. Bertahanlah. Hanya sebentar lagi."

* * *

TRANSLATE :

*Curang juga kamu, ternyata!

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang