23 | Memanggil Bala Bantuan

790 76 42
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Oke. Kami akan membantu upaya ruqyah terakhir sampai selesai," sahut Alwan, usai mendengar ajakan Rasyid.

"Kalau begitu, segera persiapkan ember kosong. Kita akan membuat Mahesa memuntahkan sisa air di dalam perutnya saat upaya ruqyah terakhir berlangsung. Aku akan meruqyahnya dari arah belakang seperti biasa," ujar Rasyid.

"Eh, tunggu dulu," cegah Raja.

Rasyid dan Alwan pun berhenti sejenak untuk menatap ke arah Raja.

"Kalau aku dan Alwan kembali memegangi tubuh Mahesa yang masih lemas ini, lalu kamu akan meruqyah Mahesa dari arah belakang, terus siapa yang akan memegang embernya dari arah depan? Tidak ada Mika kali ini, Ras. Kita kekurangan orang."

Rasyid dan Alwan jelas baru menyadari hal itu. Benar kata Raja. Tidak ada yang bisa memegangi ember untuk menampung muntahan air yang akan Mahesa keluarkan, karena Mika sedang tidak ada bersama mereka. Hal itu kembali membuat mereka berpikir keras, sehingga upaya ruqyah terakhir belum bisa terlaksana.

"Aku saja," Karin mengajukan diri.

Semua menatap ke arahnya, sementara Karin kini sedang menggulung rambutnya agar tidak terurai. Tak lupa, ia juga mengambil sepasang sarung tangan lateks dari dalam kotak peralatan milik Alwan.

"Tapi, Dek," Alwan berusaha mencegah.

"Mas, ini bukan saatnya untuk mempertimbangkan," ujar Karin. "Pertarungan yang Ziva, Tari, dan Hani lakukan akan sia-sia, jika pada akhirnya upaya ruqyah terakhir tidak kalian lakukan secepatnya. Mahesa masih sangat tersiksa dengan keadaannya saat ini, dan tugas kalian adalah menuntaskan pekerjaan di dalam sini sementara yang lain bertarung di luar. Jadi, ayo, biar aku yang pegangi embernya dari arah depan."

Alwan tidak mencoba menyanggah lagi. Ia berjalan menuju kotak peralatan miliknya, lalu mengambil satu buah masker dari dalam kotak tersebut. Ia kemudian memakaikan masker itu pada Karin, agar mulut dan hidung wanita itu tidak terkena atau mencium bau muntahan.

"Duh ... sempat-sempatnya dia beradegan romantis," gemas Raja, berbisik.

"Rasanya aku seperti sedang nonton sinetron saat ini," tambah Rasyid, tak kalah gemas.

Alwan kemudian menangkup kedua pipi Karin dengan lembut, usai memakaikan masker.

"Pegang embernya kuat-kuat, ya. Tutup saja matamu kalau merasa jijik. Paham, 'kan?" tanyanya, lembut.

"Insya Allah aku paham, Mas," jawab Karin, seraya tersenyum di balik maskernya.

Alwan langsung mendaratkan kecupan mesra di kening Karin, untuk menyatakan rasa sayangnya terhadap wanita itu.

"Heh! Offside!" tegur, Rasyid.

Raja segera menarik tangan Alwan agar terlepas dari genggaman tangan Karin, lalu mengganti posisinya dengan ember yang akan menjadi bagian wanita itu.

"Kamu partnerku hari ini, Al. Jadi biarkan Karin menikmati waktunya bersama ember hitam nan ganteng itu," ujar Raja.

Karin maupun Alwan berusaha menahan tawa sekuat tenaga. Karin segera beranjak ke tempatnya, yaitu tepat di depan Mahesa. Sebuah kursi ia duduki agar posisinya bisa sejajar dengan posisi Mahesa saat itu. Ember yang akan digunakan untuk menampung muntahan sudah ia pegangi dengan kuat seperti yang Alwan pesankan tadi.

Alwan dan Raja. Sudah kembali memegangi lengan Mahesa dalam posisi duduk. Rasyid juga telah siap di bagian belakang dan memulai proses ruqyah terakhir. Rasyid mengarahkan telapak tangannya dan menyentuh bagian belakang tubuh Mahesa, agar dirinya bisa mengusap dari bagian pinggang sampai ke punggung.

"Bismillahirrahmanirrahim, A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ...."

HOEEEKKK!!!

Mahesa mulai memuntahkan sesuatu. Namun sayangnya, muntah yang terjadi kali itu hanya muntah kosong. Tampaknya ada hal yang harus keluar dari dalam tubuh Mahesa, namun agak sulit karena terhalang sesuatu. Karin menadah dari bagian depan dengan tenang, sementara Alwan dan Raja terus menahan tubuh Mahesa--yang menegang saat akan muntah--sekuat tenaga.

"Keluarkan saja, Mahesa. Kalau memang ada yang harus keluar sebaiknya keluarkan," saran Alwan.

HOEEEKKK!!!

"... A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ...."

Wajah Mahesa memerah luar biasa. Namun muntah kosong itu masih terus berlanjut hingga dirinya mulai kesulitan bernafas. Karin--sebagai satu-satunya orang yang memakai sarung tangan lateks--memutuskan untuk membantu Mahesa dengan cara merogoh mulut hingga ke pangkal kerongkongannya menggunakan dua jari.

HOEEEKKK!!!

Akhirnya keluarlah muntahan yang mereka tunggu-tunggu sejak tadi. Muntahan di dalam ember itu hanya air yang begitu kental tanpa ada hal lain menyertainya.

"Laa ilaaha illallah!" seru Raja dan Alwan, kompak. "Laa ilaaha illallah! Laa ilaaha illallah!"

"Laa ilaaha illallah! Ayo, Dek. Muntah lagi," titah Karin.

Alwan sebenarnya ingin membahas soal tindakan Karin barusan, yang memutuskan merogoh mulut hingga ke pangkal tenggorokan Mahesa. Namun dirinya sadar, bahwa hal itulah yang memang dibutuhkan Mahesa untuk membantunya agar bisa muntah dengan mudah.

HOEEEKKK!!!

"A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir ...."

HOEEEKKK!!!

Mahesa terus memuntahkan air tanpa henti. Perutnya perlahan mulai kembali mengecil, tidak seperti saat pertama kali mereka melihatnya.

Di luar, pertarungan masih berlangsung dengan sengit. Batagor dan Ketoprak bermain-main di atas meja ruang tamu tanpa mengganggu siapa pun sejak tadi. Ridho dan Juniar menatap ke halaman, bersama dengan keempat pemuda yang sejak tadi begitu semangat menyaksikan semuanya. Hani benar-benar membuktikan janjinya. Dia satu-satunya yang terus menyerang ke arah Burhan dan menyayat tubuh laki-laki tua itu menggunakan belatinya berulang-ulang kali. Burhan terlihat berusaha menyerang balik, namun usahanya selalu saja gagal karena Tari juga menyerang dari belakang menggunakan parang perak dan Ziva menyerang dari samping menggunakan pedang jenawi. Semua serangan itu membuat Burhan mulai kehabisan tenaga. Hingga pada satu titik--di mana Burhan akhirnya bisa keluar dari kepungan ketiga wanita itu--ia memutuskan untuk memanggil bala bantuan.

Mulutnya berkomat-kamit mengucap jampi-jampi. Tangannya mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya, lalu meremas benda itu hingga hancur dan berjatuhan di tanah. Makhluk-makhluk halus mulai bermunculan. Tidak hanya satu atau dua, melainkan ada banyak sekali hingga mengepung ketiga wanita itu sebagaimana yang tadi mereka lakukan terhadap Burhan. Ziva langsung melindungi Tari dan Hani di balik punggungnya. Ketiga wanita itu mewaspadai keadaan di sekeliling mereka, namun tetap memantau Burhan agar tidak bisa lolos atau melarikan diri.

"HA-HA-HA-HA-HA!!!" tawa Burhan bergema. "Apa yang akan kalian lakukan sekarang, hah??? Kalian sudah tidak punya daya apa pun untuk mengalahkan aku!!! Aku adalah Burhan, Dukun sakti yang paling terkenal di Sumatera Selatan!!! Tidak ada yang bisa mengalahkan aku, sekalipun itu adalah kalian, orang-orang dari luar pulau ini!!!" sombongnya.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang