21 | Melawan Bersama

808 76 24
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Burhan kembali merasakan tangannya seperti terbakar. Kali ini adalah tangan kanannya yang mengalami hal sama seperti tadi. Perasaan Burhan saat itu sangat bercampur aduk. Ia tahu bahwa itu adalah pertanda yang lebih buruk. Makhluk yang berdiam di dalam tubuh Mahesa telah berhasil dikeluarkan, oleh orang yang membantunya. Membuatnya semakin marah dan tidak sabar ingin bertemu langsung dengan orang itu. Burhan jelas ingin beradu ilmu, untuk membuktikan bahwa orang yang membantu Mahesa hanya sedang beruntung, bukan karena orang itu sangat hebat melebihi dirinya.

"Pak, kapan kita sampai? Kenapa lama sekali jalannya mobil ini? Dari tadi kita tidak sampai-sampai ke tujuan," protes Burhan, untuk kesekian kalinya.

"Sabar, Pak. Ini mobil saya sudah cepat sekali sejak tadi. Lokasi yang Bapak tuju memang jauh. Bapak juga tidak sabaran, jadinya perjalanan terasa lama."

Burhan pun kembali diam dan kembali memendam kekesalannya. Ia masih ingin melancarkan protes pada si sopir, namun takut dirinya tiba-tiba diturunkan di tengah jalan. Ia jelas harus mengeluarkan biaya dua kali lipat jika sampai si sopir tidak mengantarnya sampai ke tujuan. Maka dari itulah, Burhan kembali diam dan memilih untuk mencoba menyerang lagi dari jarak jauh. Kali ini serangannya tertuju bukan pada Mahesa, melainkan tertuju pada kedua orangtua pria muda tersebut. Ia ingin semua yang ada di dalam rumah Mahesa mulai memanas, agar konsentrasi siapa pun bisa terpecah dan sulit untuk membuat Mahesa terbebas dari teluh.

"Saat aku tiba di sana, semuanya pasti sedang kacau. Nasya akan aku selamatkan, baru setelahnya aku akan memberi pelajaran pada perempuan sombong itu!" niat Burhan.

Ziva menatap ke arah langit yang masih gelap. Ia merasakan sesuatu dan firasatnya mengatakan bahwa ia harus mewaspadai keadaan sekitar. Hani dan Tari memahami gerak-gerik Ziva. Keduanya tahu bahwa akan ada yang datang, meski belum tahu apakah yang datang adalah manusia atau makhluk halus. Mereka ikut menjadi waspada, agar semua hal yang ada di luar rumah tetap terkendali.

"Suruh Pak Ridho serta ke empat pemuda itu masuk ke rumah dan tutup pintunya," perintah Ziva.

Tari pun segera berlari dari tengah halaman menuju ke teras rumah. Ia memberi tahu Ridho untuk masuk dan menutup pintu, seperti yang Ziva perintahkan. Hani mendekat pada Ziva, mencoba mencari tahu hal apa yang akan datang ke hadapan mereka sebentar lagi.

"Ada apa, Ziv? Kamu dapat firasat?" tanya Hani.

"Iya, Hani Sayang. Bapaknya perempuan itu kembali mengirimkan makhluk halus ke sini. Tapi targetnya bukan Mahesa. Kemungkinan targetnya adalah kedua orangtua atau Paman dan Bibinya Mahesa. Maka dari itulah aku meminta agar mereka masuk ke dalam rumah dan menutup pintu," jawab Ziva.

"Kenapa si tua bangka itu jadi menargetkan kedua orangtua atau Paman dan Bibinya Mahesa? Apakah dia merasa putus asa, sehingga kini memilih berhenti menargetkan Mahesa?"

"Dia bukan putus asa. Dia masih yakin, kalau dirinya bisa menang dan mampu membunuh Mahesa melalui teluh banyu yang dikirimnya. Dia hanya ingin memecah konsentrasi kita, agar kita tidak hanya fokus pada Mahesa. Kalau konsentrasi kita terpecah, maka Mahesa akan semakin sulit dibebaskan dari teluh," jelas Ziva.

"Hah! Jadi sekarang si tua bangka itu lebih memilih ingin bermain curang, ya? Wah ... ha-ha-ha!" Hani tertawa, geram. "Aku tidak habis pikir dengan kelakuannya, Ziv. Aku benar-benar tidak habis pikir."

Tari kembali berkumpul bersama Hani dan Ziva, setelah semua orang yang tadi berkumpul di teras masuk ke dalam rumah. Kini hanya ada mereka bertiga di tengah halaman itu serta Nasya yang terikat di pohon jambu. Para anak buah Ridho hanya mengawasi dari tempat persembunyian. Mereka dilarang ikut campur, kecuali semuanya sudah benar-benar selesai.

"Jadi ... kapankah kira-kira datangnya?" tanya Tari, sambil melemaskan tangannya yang memegang parang perak sejak tadi.

Hani juga sudah menyiapkan kedua belati miliknya, meski tahu kalau yang akan datang adalah makhluk halus.

"Kalian berdua tidak akan bisa melihat wujudnya seperti makhluk yang tadi. Tapi bersiap-siap saja, siapa tahu makhluk itu hobi melempar benda apa pun yang ada di sekitar kita. Setidaknya, kalian harus banyak menangkis malam ini," jelas Ziva.

"Pagi, Ziv! Ini sudah pagi, ya! Jam tiga, loh, ini!" protes Hani, kembali menebar omelan seperti biasanya.

"Masih gelap, Han. Wajarlah kalau Ziva menyebut malam untuk suasana yang kita lihat sekarang," bela Tari, sambil menahan tawa.

Makhluk itu benar-benar datang. Ziva melihat kedatangannya, lalu memberi tahu pada Tari dan Hani di mana posisinya. Para pemuda--yang tadi juga diminta oleh Tari untuk masuk ke rumah bersama Ridho--kini bersama-sama menatap dari balik jendela. Mereka ingin tahu apa yang terjadi di luar, sehingga mereka juga diminta untuk masuk. Kegaduhan di ruang tamu jelas menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitar Mahesa. Hal itu membuat Raja segera mendekat ke sana, untuk memastikan apa yang sedang terjadi.

"Maaf, Pak Ridho. Apakah ada yang terjadi di luar?" tanya Raja.

"Itu, Mas Raja, menurut Mbak Tari akan ada yang datang untuk menyerang. Jadi saya dan keempat pemuda ini diminta untuk masuk serta menutup pintu rapat-rapat," jawab Ridho.

Mendapat jawaban seperti itu membuat Raja segera ikut melihat keluar dari balik jendela. Di luar, pertarungan dengan makhluk halus benar-benar sudah terjadi. Bukan hanya Ziva yang sedang melawan makhluk itu, tapi juga Hani dan Tari. Kedua wanita itu kini sedang menangkis bebatuan yang terlempar sendiri ke arah mereka. Sebisa mungkin, Ziva tetap memberi perlindungan pada Hani dan Tari, meski dirinya juga sedang fokus menangkis serangan dari makhluk yang dihadapinya.

"Ada apa di luar, Ja?" tanya Rasyid.

"Ziva, Tari, dan Hani bertarung dengan makhluk halus, Ras! Tari dan Hani sedang berusaha keras menghindari bebatuan yang melayang ke arah mereka!" jawab Raja, tanpa mengalihkan tatapannya.

Rasyid terdiam sejenak.

"Kita serahkan saja pada mereka bertiga kali ini, Ja. Proses ruqyah kedua ini harus selesai secepatnya."

Raja jelas mengingat soal proses ruqyah kedua itu. Ia ingin sekali membantu Ziva, namun Rasyid dan Alwan tidak akan bisa menangani Mahesa jika melakukannya berdua saja. Mau tidak mau, Raja harus abai kali itu dan tidak mendampingi Ziva dalam pertarungan. Ia tidak punya pilihan selain membantu Rasyid.

Makhluk itu terlihat senang, saat Ziva memutuskan untuk mundur. Ia pikir akan mudah sekali mengalahkan Ziva saat itu, seperti yang diperintahkan oleh Tuannya. Sayangnya, makhluk itu sama sekali tidak tahu kalau itu hanyalah taktik belaka. Ziva sengaja mundur, agar memiliki waktu membuat persiapan untuk menyerang makhluk tersebut. Ketika persiapannya sudah benar-benar matang dan makhluk itu kembali melancarkan serangan ke arahnya, serangan tersebut segera ditangkis dalam satu kali gerakan yang tidak dapat dihindari.

"Bismillahirrahmanirrahim!!!"

BLAAAMMMM!!!

Makhluk itu langsung terlempar begitu jauh, lalu lenyap seketika setelah terdengar bunyi ledakan yang begitu keras oleh semua orang--termasuk yang berada di dalam rumah. Nasya kaget setengah mati saat melihat bagaimana tenangnya Ziva ketika berhadapan, melawan, hingga melenyapkan makhluk utusan Bapaknya. Ia tidak tahu, kalau ternyata benar-benar ada orang yang memiliki ilmu sebanding dengan ilmu milik Burhan.

"Siapa dia sebenarnya? Bagaimana bisa dia begitu sulit dikalahkan oleh Bapak?" batin Nasya, sangat gelisah.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang