2 | Tak Ada Firasat

956 79 29
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Semua orang kini menatap ke arah Tari, setelah mendengar wanita itu meminta agar semua perhatian terarah padanya. Rasyid sudah selesai menyalin catatan dari buku agenda milik Tari. Setelah buku catatannya terisi, ia segera memberikan buku itu kepada Hani yang juga selalu membuat dokumentasi ketika bekerja.

"Tadi itu adalah telepon dari AKP Ridho Kurniawan yang bertugas di Polrestabes Palembang. Kita sudah beberapa kali bertemu dengan Beliau dan membantu mengusut kasus aneh yang ditanganinya. Kali ini ada hal aneh lagi yang Pak Ridho hadapi. Tapi hal aneh itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan Beliau di kantor. Hal aneh itu terjadi pada salah satu anggota keluarganya, yang tidak lain adalah keponakannya sendiri," ujar Tari.

"Apa yang terjadi pada keponakan Pak Ridho? Sejak kapan hal aneh itu terjadi padanya?" tanya Ziva.

"Keponakan Pak Ridho bernama Mahesa. Usianya dua puluh tahun dan masih berstatus Mahasiswa di Universitas Bina Darma. Perut Mahesa mendadak membuncit tanpa alasan sejak dua minggu yang lalu. Mahesa terus mengatakan bahwa rasanya sangat sakit, dan sulit untuk dia atasi. Perutnya yang membuncit itu membuat dirinya kesulitan berjalan, hingga kini terus saja berbaring di tempat tidur. Mahesa dibawa ke rumah sakit oleh kedua orangtuanya setelah empat hari perutnya membuncit. Tapi saat diperiksa oleh Dokter dan bahkan sudah melewati pemeriksaan di laboratorium, tidak ada satu penyakit pun yang ditemukan pada perut Mahesa. Mahesa dinyatakan sehat dan tidak diberi penanganan apa pun. Lalu setelah itu, orangtuanya mencoba memanggil Dokter yang membuka praktik sendiri dan tidak terikat dengan rumah sakit. Tapi hasil pemeriksaannya tetap saja sama. Mahesa tetap dinyatakan tidak memiliki penyakit apa pun," jelas Tari.

"Lalu, Pak Ridho merasa curiga kalau hal itu adalah sebuah kejanggalan dan berhubungan dengan teluh?" tanya Alwan.

"Ya, itu benar. Pak Ridho merasa curiga, karena semakin hari keponakannya terlihat seperti orang yang sekarat. Maka dari itulah dia segera menghubungiku hari ini. Tampaknya keadaan Mahesa tidak lagi bisa diabaikan olehnya."

Mika dan Raja dengan kompak menatap ke arah Ziva, setelah mendengar penjelasan masalah dari Tari. Mereka ingin tahu, apakah Ziva sudah mendapat firasat setelah mendengar penjelasan yang diberikan oleh Tari. Ziva sendiri tampak sedang berpikir. Wanita itu jelas sedang menebak-nebak, teluh seperti apa yang menyerang Mahesa sehingga membuat perutnya membuncit dan kesulitan berjalan. Karena seperti biasa, ada dua kemungkinan teluh yang menyerang korban kali ini jika itu berhubungan dengan area perut.

"Aku belum mendapat firasat sama sekali," aku Ziva. "Tapi jika masalahnya berhubungan dengan bagian perut, maka artinya ada dua kemungkinan jenis teluh yang menyerang korban. Tapi sebaiknya kita tidak menebak-nebak. Akan jauh lebih baik jika kita melihatnya secara langsung, agar segera bisa mempersiapkan penanganan yang tepat."

"Itu benar. Aku juga setuju. Kalau Ziva belum mendapat firasat sama sekali, sebaiknya kita jangan menebak-nebak soal jenis teluh yang menyerang korban. Aku takut pikiran kita menjadi bias, sehingga tidak siap untuk melakukan penanganan saat tebakan kita ternyata salah total," Alwan memberi masukan.

"Kalau begitu mari tenangkan diri masing-masing untuk sementara waktu. Sebisa mungkin, kita juga harus beristirahat selama penerbangan ke Palembang berlangsung. Bagaimana pun, kenyataannya tubuh kita saat ini sedang berada dalam kondisi kurang fit. Jadi mencuri-curi waktu untuk istirahat adalah satu-satunya jalan pintas," saran Rasyid.

Karin bisa melihat sedikit kegelisahan di wajah Alwan. Ia kembali mempertipis jarak seperti tadi, agar bisa bicara sepelan mungkin dan hanya Alwan yang bisa mendengarkan.

"Mas Alwan kenapa? Apa yang sedang Mas Alwan pikirkan saat ini?" tanya Karin, kembali berbisik.

Alwan balas mendekat ke arah telinga Karin.

"Aku sedang memikirkan satu hal, Sayang," jawabnya. "Tidak biasanya Ziva belum mendapat firasat apa-apa ketika kami akan bekerja. Aku jadi agak sedikit gelisah memikirkannya. Karena sudah pasti persiapan kami untuk berhadapan dengan teluh kiriman itu akan semakin berkurang."

"Kalau begitu berdoa saja banyak-banyak, Mas. Jangan cemas berlebihan. Membentengi diri lebih dari biasanya juga bisa menjadi persiapan yang baik, sebelum Mas memulai pekerjaan. Insya Allah semuanya akan dilancarkan oleh Allah seperti biasa, jika hati Mas Alwan tetap tenang," saran Karin, mencoba menenangkan hati Alwan.

Alwan pun menganggukkan kepalanya. Ia kembali tersenyum saat menatap wajah Karin yang teduh. Apa yang Karin sarankan padanya membuat hatinya merasa damai. Rasa cemas yang tadi terasa, mendadak hilang dan berganti dengan hadirnya ketenangan.

Penerbangan menuju Palembang yang diambil mendadak oleh Tari hanya menyisakan kursi-kursi terpisah. Hanya ada satu kursi yang nomornya berurutan, meski berada pada bagian agak di belakang. Dan sesuai kesepakatan bersama, akhirnya kursi itu diberikan kepada Alwan dan Karin. Karin jelas tidak mungkin dibiarkan duduk sendiri dan terpisah dari yang lainnya. Kali itu adalah pertama kalinya Karin bepergian jauh dari rumah orangtuanya dan pertama kalinya juga dia menaiki pesawat. Akan sangat tidak nyaman rasanya bagi Karin, jika dibiarkan duduk sendiri dan terpisah.

"Apa kalian tidak keberatan, jika hanya aku yang duduk bersebelahan dengan Istriku?" tanya Alwan, agak sedikit tidak enak hati.

"Kenapa memangnya, Al? Kamu lebih senang duduk terpisah dari Karin? Aku bersedia, kok, duduk sama Karin kalau kamu lebih senang jauh-jauh dari dia," celetuk Hani.

"Bukan begitu maksudnya, Han," Alwan berusaha menyanggah. "Aku hanya merasa tidak enak, soalnya kalian akan duduk di kursi yang berbeda-beda. Padahal biasanya di antara kita yang terpisah duduk sendiri 'kan cuma aku."

"Enggak apa-apa, Al. Aku ikhlas, kok, sekali-sekali duduk terpisah dari Hani. Kadang aku bosan juga kalau duduk di samping dia terus selama penerbangan. Soalnya hobi dia berceramah enggak bisa dibendung, meski kita sudah mengudara," ujar Mika, apa adanya.

Lagi-lagi keributan antara Mika da Hani akan kembali dimulai. Namun sebelum hal itu terjadi, Tari bersama Ziva segera menarik Hani agar menjauh dan Raja bersama Rasyid membekap mulut Mika agar tidak lagi berkicau.

"Abaikan saja, Al. Duduklah bersama Karin dengan tenang. Kamu memang enggak boleh jauh-jauh dari dia, mumpung masih berlabel pengantin baru," ujar Ziva.

Raja langsung menekuk wajahnya, usai mendengar alasan kesengajaan yang sebenarnya untuk membuat Alwan dan Karin bisa duduk bersama.

"Adinda Zivaku, nanti Ketoprak beserta kandangnya kita simpan saja di kursi yang akan kamu tempati, ya. Kamu sebaiknya duduk saja dipangkuanku," mohon Raja.

"Heh! Jangan mengada-ada, ya, Ja! Kamu pikir kita akan naik angkutan umum atau bus kota, hah, sehingga kamu berencana memangku Ziva? Sudah, pangku saja Ketoprak dan kandangnya seperti biasa!" omel Rasyid.

Alwan pun menoleh ke arah Karin yang tampak asyik tertawa diam-diam sejak tadi.

"Bagaimana, Istriku Sayang? Apakah sudah ada bibit-bibit stress yang kamu rasakan, setelah beberapa jam terlewati bersama mereka?" tanyanya.

* * *

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang