6 | Menggali Perlahan

802 75 8
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Alwan segera mendekat pada Karin, setelah mendengar apa yang Ziva katakan. Pintu dapur yang tidak sepenuhnya tertutup itu kini dibuka lebar-lebar, agar semua orang yang ada di dalamnya bisa segera keluar. Orangtua, Paman, Bibi, serta empat orang teman dekat Mahesa akan menjadi sumber pencarian awal, mengenai siapa orang yang mendendam kepada Mahesa. Salah satu dari mereka pasti tahu sesuatu dan Alwan meyakini hal tersebut.

Mawar ingin mendekat pada Mahesa, namun Tari segera mencegah langkahnya. Keadaan area di sekitar dipan tempat Mahesa berbaring masih belum benar-benar boleh didekati oleh orang lain, selain daripada yang berkepentingan untuk meruqyah. Jika dibiarkan, bisa jadi Mawar akan ikut terkena serangan mendadak seperti yang hampir Raja dan Ziva alami.

"Anak saya. Saya mau lihat keadaan anak saya," mohon Mawar.

"Sabar, Bu. Sabar. Untuk saat ini anak Ibu belum boleh didekati kecuali oleh kami. Kami akan membantu sebisa mungkin agar anak Ibu bisa segera terbebas dari teluh. Tapi Ibu harus ikut bekerja sama untuk mewujudkannya. Ibu harus mendengarkan apa yang kami katakan, agar tidak perlu terjadi apa-apa pada diri Ibu ketika kami sedang bekerja," bujuk Tari.

"Tapi anak saya, Mbak. Anak saya ...."

Junira segera menarik Mawar agar menjauh dari area yang dilarang untuk mereka dekati.

"Ayo, Kak. Nanti saja kita cari tahu soal keadaan Mahesa. Kita harus dengarkan mereka, kalau memang ingin melihat Mahesa benar-benar terlepas dari teluh yang menyakitinya," bujuk Junira.

"Tapi, Dek. Anakku. Anakku," Mawar kembali menangis.

"Sabar, Kak. Sedang diusahakan oleh mereka agar Mahesa bisa sembuh. Ayo, sebaiknya kita ikuti arahannya Dek Rasyid untuk berkumpul di ruang tamu," ajak Ridho.

"Bu, ayo kita ke depan. Kita serahkan saja semuanya pada mereka," Farhan--Ayah Mahesa--ikut turun tangan.

Mawar akhirnya hanya bisa pasrah dan ikut melangkah ke depan bersama yang lainnya. Rasyid dan Alwan akan menanyai mereka terkait siapa yang mendendam kepada Mahesa. Karin jelas memilih mengikuti langkah Alwan, karena tahu bahwa dirinya tidak akan diperbolehkan mendekat ke area yang sudah ditandai. Mika, Raja, Hani dan Ziva akan berusaha membantu Mahesa agar tetap sadar, sementara Tari menyiapkan air yang sudah didoakan untuk keperluan membentengi sesuatu dan juga meruqyah. Mahesa harus tetap terjaga. Tidur hanya akan membuat mereka kesulitan membantunya. Karena si pengirim teluh yang menyerang Mahesa memang ingin membuat Mahesa tertidur selamanya, maka dari itulah tidur Mahesa selalu lebih lelap setelah terkena teluh.

Rasyid membuka buku catatannya, setelah semua orang duduk di sofa yang tersedia. Alwan mengamati mereka satu persatu. Ia ingin sekali menemukan orang yang membenci Mahesa di antara mereka, karena siapa tahu ada musuh dalam selimut di antara orang-orang itu. Sayangnya, Alwan hanya bisa menemukan raut wajah cemas yang begitu kental saat mengamati mereka. Entah itu keluarga ataupun teman dekat Mahesa, semuanya merasakan cemas dengan keadaan pria muda itu.

"Kami akan mengajukan pertanyaan pada kalian semua yang ada di sini, baik itu pihak keluarga ataupun teman-teman dekat Mahesa. Saya harap, semua pertanyaan dari kami bisa dijawab dengan jujur. Ingat, harus jujur! Mahesa hanya bisa kami selamatkan, jika kami tahu apa sumber masalah sebenarnya sehingga dia sampai dikirimi teluh oleh seseorang. Jika ada yang tidak jujur dan menutupi masalah sebenarnya, maka kemungkinan Mahesa akan terlepas dari teluh sangatlah kecil. Dan itu sama saja dengan kemungkinan untuk Mahesa bertahan hidup tidak lagi ada," jelas Alwan.

"Ma--maksudnya ... Mahesa akan meninggal dunia, jika ada hal yang kami tutupi?" tanya Zaki--salah satu teman dekat Mahesa dari lingkungan sekitar.

"Ya. Begitulah yang kami maksud," jawab Rasyid. "Hal itu bisa kami simpulkan demikian, karena keadaan Mahesa sudah benar-benar parah. Teluh yang menyerangnya adalah teluh banyu, itulah mengapa perutnya terus saja membesar dan terasa sangat sakit. Isi perutnya yang membesar itu pada saat ini adalah air. Hanya air, tidak ada yang lain. Teluh banyu sendiri biasanya datang sebagai kiriman dari orang yang mendendam secara pribadi terhadap korbannya. Teluh banyu membuat korban merasa kesakitan sampai tidak bisa bangun, tapi jika korban tertidur maka tidurnya akan sangat lelap. Hal itu terjadi karena memang tujuan si pengirim teluh adalah karena ingin membunuh korban yang dia kirimi teluh melalui tidurnya. Jadi saat ini selain kami sedang berusaha membantu melepaskan Mahesa dari teluh itu, kami juga sedang berusaha membuat Mahesa tetap terjaga."

Semua orang semakin merasa cemas. Bahkan Ridho--yang sudah biasa melihat bagaimana cara kerja Ziva berserta semua anggota timnya--ikut merasa cemas akan keadaan Mahesa saat itu. Sama sekali tidak ada yang menutupi bagaimana perasaan mereka saat itu, terutama setelah tahu kalau Mahesa bisa saja meninggal jika sampai tertidur.

"Baiklah, saya akan mulai bertanya," ujar Rasyid. "Pertama, saya ingin tahu apakah selama ini Mahesa memiliki musuh? Baik itu orangtua dan teman dekatnya boleh menjawab lebih dulu. Silakan."

Farhan dan Mawar saling menatap satu sama lain. Keduanya terlihat menggelengkan kepala, karena sepertinya tidak tahu menahu soal adanya musuh di dalam hidup Mahesa. Lebih-lebih lagi Juniar dan Ridho. Mereka sudah jelas tidak tahu dan sudah menjawab pertanyaan itu sejak masih di perjalanan, tadi. Rasyid dan Alwan sudah bisa menebak bahwa pihak keluarga sama sekali tidak pernah mendengar soal adanya musuh dalam hidup Mahesa. Kini harapan mereka untuk mendapat jawaban hanya ada pada teman-teman dekat Mahesa saja. Ada kemungkinan mereka tahu sesuatu. Karena bagaimana pun, Mahesa pasti sering bercerita soal kehidupannya sehari-hari.

"Kalau di lingkungan sini, Esa sama sekali tidak punya musuh, Kak. Esa selalu baik sama siapa saja. Dia tidak pernah bersikap sombong pada orang lain. Dia juga sopan saat bicara, baik itu pada yang lebih tua ataupun pada yang lebih muda. Jadi kalau indikasi adanya musuh, kami bisa memastikan seratus persen kalau Esa tidak punya musuh," ujar Miki.

"Iya, Kak. Dia tidak akan punya musuh di lingkungan rumah. Saya juga bisa pastikan itu, meski rumah saya ada di gang sebelah. Soalnya dari dulu, Esa selalu baik sama siapa saja. Bahkan sama yang baru kenal sekalipun," tambah Deri.

Rasyid mencatat semua jawaban itu. Tatapan Alwan kini beralih pada dua orang lagi yang sama sekali belum mengatakan apa pun.

"Di kampus pun sama, Kak. Esa tidak punya musuh. Dia baik sekali orangnya dan sering bantu siapa saja tanpa tebang pilih. Orang tidak kenal pun akan dia bantu, kalau memang butuh sekali bantuan," ujar Zaki.

"Hanya memang ada beberapa orang yang sering agak iri pada Esa, karena nilai Esa serta absensinya selalu mendapat nilai A dari Dosen di jurusan kami. Esa memang rajin. Dia selalu hadir dan selalu mengerjakan tugas tepat waktu. Makanya banyak yang iri sama dia. Tapi kalau untuk sampai menjadi dendam, rasanya tidak mungkin, Kak. Karena seiri apa pun mereka yang merasa iri, Esa tetap berteman dengan mereka dan sering memberikan bantuan setiap kali mereka sedang kepepet," jelas Saif.

Semua jawaban itu akhirnya tetap membawa mereka pada jalan buntu. Rasyid dan Alwan kini mulai bingung saat akan menentukan ke arah mana akan mencari jawaban yang dibutuhkan. Karin mengangkat tangannya meski agak ragu-ragu. Hal itu membuat Alwan dan Rasyid langsung menatap ke arah wanita itu. Namun tatapan Karin hanya tertuju pada orang-orang yang sejak tadi ditanyai oleh kedua pria tersebut.

"Kalau ... uhm ... orang yang mungkin pernah suka sama Mahesa, apakah ada? Dan, apakah ada di antara orang-orang itu yang ... ditolak?" tanya Karin.

* * *

TELUH BANYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang