XX. Dua Puluh

32 2 0
                                    

Rekomendasi lagu untuk chapter ini💗

The wind blows - qian yan

Entah kenapa sangatttttttt pas sekali sama dengan apa yang ada di chapter ini🫶
Kaya berasa haru, sedih, gembira, lega dan kemenangan gitcuuu....
Padahal itu bahasa china dan aku ga tau artinya cuma dari melodynya sih gitu.
Ya itu ilmu sotoynya aku aja😅

Ya itu ilmu sotoynya aku aja😅

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading~~~

🪷

Raut wajah tegang ketakutan itu buat jadi hiburan tersendiri bagi Kinanti. Bagaimana matanya melotot dan hampir mengeluarkan bola mata itu sendiri Kinanti tersenyum miring menatap pembantu dan majikannya yang melihat ayahnya sendiri membuang semua ikan yang berada di akuarium telah habis mati karena keracunan.

Sandy menatap lekat pada Kinanti dan Kinantipun menatapnya balik kemudian kembali masuk ke dalam kamarnya. Pagi ini sudah sangat ramai dan sangat menyenangkan untuk dilihat pertunjukannya. Walau pada akhirnya Kinanti mengetahui bagaimana akhirnya tetap saja perasaan terkejut itu ada dalam hati kecilnya.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ia menatap kembali pada sepiring makan paginya yang di bawa oleh pembantu itu. Mereka masih berani juga, apa gak kapok? Atau sekrang mereka secara terang-terangan ingin melenyapkannya.

Untung saja ia membawa makanan dari Gemintang dan ia memakannya untuk sarapan. Sementara piring yang tersaji dengan lauk pauk yang terlihat lezat itu Kinanti tak sudi menyentuhnya.

"Bik, bawa kembali aja. Aku udah sarapan juga udah minum obat," kata Kinanti yang tak melihat kearahnya. Ia sedang asik bermain dengan bunga anggrek kesayangannya.

"Tapi tetap saja. Non Kinanti harus makan banyak biar cepat sembuh."

Kinanti tertawa mendengarnya. Memangnya dia pikir aku berusia berapa? Aku gak bisa dibodohi.

"Atau ini buat nanti makan siang aja, non. Pak Lingga berkata akan ada peraqat yang memeriksa tubuh non Kinanti."

Kinanti menghela napas panjang kemudian menaruh kembali bunga anggrek ke atas meja kecil dekat jendelanya. Ia berbalik badan dan menatap wanita tua itu dengan lekat. Sudah berapa lamakah dia bersekongkol dengan mereka para pembunuh?

Di sebrang sana pembantu itu hanya bisa menunduk dan tak bergerak sama sekali atau bahkan sekedar meliriknya. Kinanti duduk di sisi ranjang dan berkata, "Maksud bibi, aku boleh makan sisa makanan pagi? Sudahlah bawa saja kembali atau ku berikan saja itu pada bibi. Bibi belum sarapan, kan?"

Napasnya terdengar hingga ketelinga yang sensitif. Ah Kinanti sudah muak. Ia pun menyuruh wanita itu untuk keluar dari kamarnya.

***

Setelah selesai dengan pemeriksaan pada tubuhnya dimana sang perawat datang melihat dan memeriksa langsung yang ternyata selama sebulan ini telah banyak mengalami kemajuan. Dan sepeninggalnya perawat itu tinggalah Kinanti dan ayahnya di kamar. Kinanti duduk diatas kasur melihat ayahnya yang kemudian setelah beberapa menit datang kembali ke kamarnya membawa makan siangnya.

PadmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang