XVI. Genep Belas

58 3 1
                                    

Halooo
Selamat malam💐 Selamat menikmati ceritakuu~~
Happy reading guys🫶

It's beautiful how this deep normality settles down over meI'm not bored or unhappy, I'm still so strange and wildYou're in the wind, I'm in the waterNobody's son, nobody's daughterWatching the chemtrails over the country club

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

It's beautiful how this deep normality settles down over me
I'm not bored or unhappy, I'm still so strange and wild
You're in the wind, I'm in the water
Nobody's son, nobody's daughter
Watching the chemtrails over the country club

(Lana del rey — chemtrails over the country club)

📢PERINGATAN : INI TAK ADA KAITANNYA DENGAN SEJARAH ASLI⚠️

🪷

Pada jalan yang sudah berada hampir diujung ini kemana lagi ia akan berlari? Terkurung dalan sangkar emas atau merencanakan pelarian untuk kembali ke tempat yang terlah berubah.

Sama seperti hari-hari sebelumnya. Tak pernah adanya hal yang begitu istimewa dengan kehidupannya. Saat matahari tengah diatas kepala mereka, Kinanti tahu tatapan sang pria itu yang akan sirat kemarahan saat melihat goresan luka sepanjang lima sentimeter di kulit lehernya yang putih mulus.

Kinanti tak mengetahui bagaimana perasaan Prabu Hayam wuruk kepada Putri dyah pitaloka citraresmi. Disebutkan perasaan pria itu hanya sekedar memanfaatkannya namun tak juga karena Kinanti selalu melihat ketulusan Prabu Hayam wuruk. Benarkah ia mencintai gadis ini? Mencintai Galuh jua? Asalkan semua aman, damai dan tentram. Dan semua akan baik-baik saja mungkin ia bisa menerima takdirnya yang akan menjadi bagian dari Majapahit.

Karena ia tak mau dan benci terhadap peperangan.

"Kau! Bagaimana bisa berjalan sendirian di bawah gelapnya langit? Jangan pernah sekalipun kau tak ditemani oleh Asih atau Gendhis dan juga Jenar. Mulai sekarang aku tak mau mendengarkanmu berjalan sendirian."

Kinanti tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca. Dahulu saat ia terjatuh kakinya terkilir atau ia terluka atau tergores tak pernah ada yang mempedulikannya atau mengobatinya. Bahkan mengkhawatirkannya. Sungguh putri Dyah pitaloka beruntung mendapatkan apa yang Kinanti idamkan.

Melihat gadisnya berkaca-kaca buat Prabu Hayam wuruk menurunkan volume suaranya dan menghembuskan napas seakan membuang perasaan kekesalannya. "Maafkan aku. Aku tak bermaksud membuatmu sedih. Aku hanya khawatir."

Kinanti mengangguk paham. "Aku mengerti. Tapi, untuk apa kau sampai membuang waktumu untuk menemuiku dan melihat keadaanku. Ini bukan sesuatu masalah yang besar."

Tidak! Putri Dyah potaloka tak paham. Ketakutannya bagaikan ia akan segera ditinggal pergi oleh gadis itu untuk selamanya. Dan semalam ia melihat sosok pria asing yang mencurigakan dan benar saja pria paruh baya itu adalah salah satu dari kelompok yang berencana menghancurkan gadisnya.

Kinanti maju satu langkah kedepan kemudian mengambil tangan kekar yang selalu melindunginya itu ke area luka goresan di lehernya. "Lihat dan rasakan, aku baik-baik saja. Dan engkau tak perlu mengkhawatirkanku lagi. Mana ada yang berani menyakitiku? Hm?"

PadmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang