VII. Tujuh

149 8 0
                                    

Haloooo adakah yg menanti?😂

Sebenarnya pasti udah pada tau kan daun lontar sama pengutik, cuma pengen kasih liat lagi aja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya pasti udah pada tau kan daun lontar sama pengutik, cuma pengen kasih liat lagi aja. Ada yg udh coba nulis pake daun lontar kah?

Rekomendasi lagu lagiii sambil baca juga boleh, disaranin malah😂

Loreen - Tattoo




"Prabu Hayam Wuruk." Seru wanita menghentikan langkah kakinya. Tanpa menoleh sepertinya wanita itu tahu bahwa dirinya sedang menunggu kalimat selanjutnya. "Aku tidak tahu bagaimana kau berpikir tentang seorang gadis kecil yang terpaksa dibudakkan. Tapi, gadis tadi dia adalah orang yang ku kenal. Jika berkenan aku ingin dia bersamaku."

Cerah dan hangat siang ini namun bertolak belakang dengan suasana murung sang putri. Ia berbalik badan dan Dyah Pitaloka buru-buru menundukkan kepalanya. Bukan enggan karena ia sedang merajuk melainkan ia sedang tidak ingin terlihat menyedihkan.

"Pergi istirahatlah," titahnya.

Dyah Pitaloka menatapnya dengan tatapan tak setuju. Satu langkah maju kedepan dan menangkap lengannya. Dengan tatapan tak ingin dibantah Hayam Wuruk kembali berkata, "Pergi dan istirahatlah. Tenangkan dirimu."

Kepalanya mengangguk samar. "Baiklah."

Interaksi keduanya tak luput dari pandangan seorang gadis hingga saat kedua orang tersebut pergi dan berpisah. Ada perasaan aneh dari dalam hatinya seakan tak menyukai situasi itu. Di depan gapura yang kokoh dan tinggi kedua insan seakan tak menghiraukan di lingkungan sekitarnya.

***

Dyah Pitaloka tak langsung beristirahat. Setelah bersih-bersih ia hanya termenung. Kemudian ia memutuskan untuk berkeliling seraya menyingkirkan perasaan tak karuannya itu. Tentu saja ia diperbolehkan untuk melihat kediaman ini karena memang ia tak di kekang. Hanya sedikit diawasi pergerakannya.

Jenar dan Gendhis selalu menjawab ketika sang nona mudanya bertanya tempat apa ini? Atau apa kegunaan tempat ini? Dan sebagainya. Sampai tiba dimana ia berpapasan dengan Ibunda Hayam Wuruk.

Dyah Pitaloka menyapanya dengan sopan. Senyum keibuan dari ratu Tribuana Tunggadewi membuat ia lega kemudian mereka berbincang sebentar. Sampai lah di tempat yang seperti tempat latihan berkuda jelas di pinggir lapang ada terdapat bangunan yang berisikan banyak sekali kuda.

Ini adalah salah satu aset yang dimiliki kerajaan Majapahit. Kuda berkulit coklat gelap dan sangat gagah. Para peternak kuda disana menyapa mereka. Kemudian dengan ragu ia menatap wanita dewasa disampingnya.

"Apa aku diperbolehkan untuk melihat ini semua?"

Tribuana Tunggadewi tersenyum sekilas. "Tentu boleh. Bahkan jika kau ingin berkuda juga diperbolehkan."

Kegembiraan menyambutnya, namun... "Aku tidak bisa berkuda."

"Jangan khawatir disini ada guru yang akan mengajarimu."

PadmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang