IX. Salapan

68 5 0
                                    

Lagi males nulis😭 padalah udh punya planning klo cerita ini harus tamat tahun kemaren😭

Maaf ya sodara sodara🙏

Tapi Insya Allah sebelum bln ramadhan aku tamatin cerita ini🫶 soalnya berapa punya hutang huhuhu😅🥺

Happy New Year....!!!!! Woahhh maaf telat ya ini padahal udh mau abis januari nya juga🤣

Oh iya ini aku sisipin Point Of View nya Sang Maharaja kita Prabu Hayam Wuruk🫶

Rekomemdasi lagu Cintanya Aku - Tiara feat Arsy




Suatu hari pada saat itu, dimana telah sampai ke telinganya bahwa rombongan sang calon permaisurinya telah tiba di tempat yang sudah di sediakan olehnya. Ia sangat ingin melihat istri dan keluarga besannya, namun Mahapatih menyuruhnya untuk diam di istana.

Entah mengapa hatinya gelisah. Ia tak bisa berhenti memikirkan sang calon permaisuri yang jauh disana. Untuk itu ia bergegas keluar istana sembari membawa peralatan berburunya. Yah, dengan alasan itu ia akan pergi menemui keluarga Putri Dyah Pitaloka Citraresmi.

Ia sudah mempersiapkan rencananya. Ia membawa kuda itu pergi kedalam hutan agar apa yang ia katakan bahwa alasannya betul untuk berburu. Dan ia sampai dimana sudah terlalu jauh menelusuri hutan yang hasilnya ia tak dapat menangkap buruannya. Bukan karena ia tak bisa berburu, hanya saja entah mengapa hari itu di dalam hutan ia tak dapat menemukam hewan barang sekali.

Hingga suara gemuruh seperti sorakan membuat ia turun dari kudanya dan mengikat kuda itu di pohon yang tak jauh ia berdiri. Lalu ia melihat seorang gadis kecil yang tengah berlari menujunya dengan teriakan, "Kisana!" Ah sepertinya gadis itu tidak mengetahui identitasnya.

Namun saat matanya melirik pada golongan para lelaki yang mengejar gadis itu, ia mengerutkan keningnya. Hatinya sangat bergejolak. Ada apa ini?!
Bukankah dari tahun-tahun sebelumnya mereka selalu meminta untuk dirinya segera menikah. Meresmikan siapakah yang dapat bersanding menjadi permaisurinya. Namun hari ini ia melihat dengan mata kepalanya sendiri sebuah penghinaan terhadap dirinya begitu memalukan.

Pernikahan antara Kerajaan Wilwatikta dengan Sunda Galuh memang untuk pernikahan politik atau aliansi dimana kedua kerajaan akan mendapatkan keuntungan yang sama. Kerajaan Wilwatikta akan mendapatkan wilayah kekuasaan yang besar sehingga sumpah palapa sang Mahapatih dapat terlaksana dan bagi kerajaan Sunda Galuh mereka tentu memiliki kekuatannya sendiri dengan menjadikan putri mereka sebagai Ratu di kerajaan Wilwatikta. Serta dengan begitu hubungan persaudaraan kedua kerajaan bisa lebih erat lagi.

Hayam Wuruk tersenyum kecil saat mendengar gumaman dari sang permaisurinya yang telah mengetahui semua tentang nya. Namun suara lantang yang menyuarakan bahwa gadis itu akan membatalkan pernikahan membuat hatinya tidak senang. Beberapa detik kemudian gadis itu pingsan dan langsung saja ia membawanya kedalam istana dan di periksa kesehatan tubuh sang putri.

Setelah mengetahui kronologisnya, Hayam Wuruk tak banyak berbicara. Ia hanya menginstruksikan untuk memakamkan jenazah Prabu Lingga buana sesuai dengan adat dan agama Buddha. Dan anak gadisnya yang tengah berbaring belum sadar jua. Bahkan hingga lusa gadis itu tetap memejamkan matanya.

***

"Prabu!!!...." Suara dari tangan kanannya menggema di kediamannya.
Ia yang sedang memeriksa beberapa berkas langsung menoleh kala sebuah kalimat mengusik hatinya. Di dalam hati ia bertekad untuk menuntaskan sesegera mungkin lalu kembali menjalani pernikahan yang telah di rencanakan. Untuk itu permasalahan ini ia meminta kepada seluruh orang di kerajaan untuk merahasiakannya dari putri Dyah Pitaloka.

Hingga saat ia mengajaknya pergi jalan-jalan ke luar istana, ia dengan sengaja memilih kedai dimana para pemberontak itu sedang menyantap dengan lahap sembari memikirkan strategi juga hendak menguping pembicaraan mereka. Namun sepertinya mereka tahu siapa ia dan wanita yang bersamanya. Ia sedikit gugup saat putri Dyah Pitaloka menelaah kedai itu.

Waktu demi waktu telah berlalu melawati hari-hari yang indah saat ia bersama gadisnya. Sejujurnya sang putri memaksanya untuk di pulangkan, ia memutarkan otaknya mencari cara untuk mengulurkan waktu. Atau mungkin sedang berusaha agar gadis itu melupakan niatnya.

Namun entah bagaimana ceritanya sang ibunda terlihat sangat dekat dengan gadisnya. Itu melegakan hatinya. Ada kemungkinan Dyah Pitaloka akan tetap berada disini. Didekatnya. Di istananya. Wilwatikta.

Senyum tersungging di bibirnya yang terpancar dari wajahnya itu hanya bisa ia lihat kala bersama gadis pelayan bawaannya juga utusan ia dan sang ibunda, lalu dihadapan sang ibunya. Hanya bersamanya terkadang ia melihat gurat ketakutan.

Yah ini adalah kesalahan kurangnya komunikasi diantara mereka.

Untuk itu ia perlu berbicara dengan tegas pada mereka.

Hingga malam ini ia sedang memikirkan bagaimana mengatasi para pemberontak yang ingin mengadu domba kedua kerajaan yang sudah mulai membaik walau memang sebetulnya masih ada gesekan.

Namun apa yang terjadi pada malam ini? Tetiba saja gadis itu menemuinya. Hanya untuk sekedar menemaninya makan malam. Ia tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Untuk itu ia segera mendatangi paviliun yang di janjikan sang putri Dyah Pitaloka.

***

"Ada apa? Aku yakin kau tidak hanya sekedar ingin berterimakasih karena telah membawa Asih kemari." Kalimat yang terlontar di bibir Hayam Wuruk buat ia tersentak sedikit lalu menatapnya dan tersenyum malu. Aneh saja sebetulnya ia juga tak paham, tetiba ingin melakukan ini. Apakah salah?

"Itu memang benar aku mengatakan dengan tulus untuk berterimakasih atas kebaikanmu selama ini padaku. Kau tahu kan maksudku, aku disini hanyalah tamu. (Atau mungkin putri sanderaan). Tetapi sudah meminta banyak sekali dan engkau selalu mengabulkannya."

Hayam Wuruk mengepalkan tangannya di atas lutut dengan hati yang gusar.

"... Aku tidak tahu balasan apa yang pantas kau dapatkan dariku. Namun aku tak hentinya selalu mendokaanmu. Keberkahan untukmu. Umur yang panjang. Atau suatu saat kau berkeluarga bisa menjadi keluarga yang harmonis," sambung Dyah Pitaloka.

Ia mendongak kala tak ada kalimat balasan dari ucapannya. Sedetik kemudian kala matanya menatap mata hitam pria dihadapannya hatinya bergetar. Tidak sepertinya seluruh tubuhnya bergetar di bawah tatapannya.
Apakah aku salah sebut kata? Oh tidak! Ia tersinggung karena ucapanku?

Kemudian tangan lentiknya mengambil cangkir berukuran mini itu yang berisi teh melati. Meminumnya dengan gugup berusaha menutupi kegugupan itu walau ia tahu pasti akan tercium jua.

Bolehkah kita ajukan kembali pernikahan itu? Pikir Hayam Wuruk. Sepertinya ini waktu yang tepat dimana ia bisa saja meminta imbalan pada gadis di hadapannya.

"Bagaimana kabar pelayanmu?" Nah untung saja otaknya bisa berpikir cepat. Kalau saja ia lontarkan kalimat sebelumnya ada kemungkinan gadis itu kembali mundur dan langkahnya pasti akan jauh.

Dyah Pitaloka tak menyangka Hayam Wuruk menanyakan orang yang statusnya rendah apalagi bertanya kesehatannya? Ia tersenyum tulus sembari menjawab, "Sekarang ia mulai bisa memakan apapun. Tabib juga mengatakan ia sudah jauh lebih baik."

Dilihat sepertinya Dyah Pitaloka ragu untuk mengutarakan pikirannya dan itu buat ia semakin resah. Apakah akan menanyakan kapan gadis itu dipulangkankah? Atau—

"Anu,.. Prabu."

Hayam Wuruk diam menanti kalimat selanjutnya. Sementara Dyah Pitaloka mengernyitkan keningnya dan menggigit bibirnya. Matanya bergerak dengan gelisah.

"Ah tidak jadi."

Kalimatnya mungkin terdengar begitu hambar. Tapi senyum dalam wajahnya sangat manis. Aneh jantungnya berdegup kencang. Haruskah setelah ini ia memanggil tabib istana untuk memeriksa apakah ia dalam keadaan baik-baik saja?

Pria itu berdeham supaya menormalkan tubuhnya.

Suasana kembali canggung. Dyah pitaloka berpikir bahwa ia telah menyinggung sang Maharaja. Ini harus bagaimana? Ketika ia berhadapan langsung semua kata-kata seakan terhapus begitu saja di dalam kepalanya.

Namun dalam benak sang Maharaja, apapun yang bakal terjadi di masa depan ia tidak akan melepaskan gadis dihadapannya dengan mudah. Sekalipun itu adalah musuh dalam selimut.


Kalau ada typo yolong tandai yaa🥰😘

Maaf klo banyak salah tengang gelar atau pengucapan. Aku cuma bermodalkan si mbah🥲

Sumedang, 27 Januari 2024 Sabtu 20:26

PadmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang