XXVIII. Dua puluh Dalapan

33 2 0
                                    

PERINGATAN!!!

MOHON PARA PEMBACA DIBAWAH UMUR 18+ CERITA INI MENGANDUNG ADEGAN DEWASA!

DIMOHON KEBIJAKSANAANNYA!





Hari ini dari pagi hingga sore ada banyak sekali pekerjaan yang harus ia tangani dikarenakan ketidakhadiran Lingga. Ia memijat pundaknya sembari berjalan menuju kamar tidurnya yang sekarang sudah dipindahkan ke kamar miliknya yang berada di lantai atas.

Pada saat membuka kamarnya ia terkejut melihat sebuah paper bag berukuran besar tersimpan di atas kasur ranjangnya dengan merek yang besar yang semua orang tahu bahwa itu adalah salah satu merek luxury. Dan saat membukanya ada sebuah dress berwarna merah, sepatu dengan warna yang senada juga sebuah kotak buludru yang di dalamnya terdapat perhiasan. Ia membentangkan baju itu dan melihat kearah cermin dimana sepertinya ukuran baju itu pas di tubuhnya.

Tanpa berpikir panjang Kinanti langsung pergi ke kamar mandi di ujung untuk bersih-bersih dan melepaskan penatnya. Setelah selesai dengan ritualnya ia segera memakaikan baju pemberian ayahnya dan berdandan setelah mendapatkan pesan bahwa mereka akan berpesta kecil-kecilan di rumah ini.

Tepat pada pukul tujuh malam mereka mengadakan acara di luar ruangan yang ternyata telah dihias sedemikian cantiknya. Apalagi tempatnya mengarah langsung pada tanaman bunga-bunga milik ibunya. Ada berbagai macam makanan nusantara, juga kue dan minuman. Ini sangat mewah rasanya dan Kinanti tersadar bahwa ini pertama kalinya mereka mengadakan pesta lagi setelah Vera datang kehidupan dirinya dan ayahnya.

Ia duduk di samping kanan ayahnya. Dan ia tak menyangka jika ayahnya mengundang Anwar, lalu apa yang selanjutnya akan di lakukan ayahnya? Apa rencana ayahnya?

"Terima kasih sudah mengundang saya acara Pak Lingga," katanya sembari mengulurkan tangan. Dilihat dari mata Kinanti sepertinya ayahnya tak memberitahukan pada ibu tirinya itu. Karena Vera tentu sangat terkejut melihat kedatangan Anwar.

Lingga tertawa renyah sembari menerima uluran tangan pria tersebut. "Ya, sama-sama. Saya dengan sengaja mengundang kamu untuk bergabung di sini karena saya tahu bahwa kamu di rumah tak ada yang mengurus hidupmu."

Anwar tertawa canggung menanggapi candaan Lingga. Benar ia memang sudah bercerai sejak sepuluh tahun yang lalu, alasannya katanya karena sudah tak sejalan lagi.

"Saya bercanda. Kamu tahukan bahwa saya suka ngabodor (bercanda). Tentu saja hari ini saya undang kamu ke sini untuk merayakan hasil kerja Kinanti yang ternyata dia buat saya terkejut, dia cukup kompeten. Saya beritahu kamu karena kamu adalah orang kepercayaan saya, Anwar."

"Apanya yang kompeten," gumam Vera yang terdengar langsung oleh semua orang yang berada di sana buat mereka langsung menatap Vera dengan heran.

Sedangkan Kinanti tersenyum miring. Masuk juga kamu ke dalam lubang jebakanku...

"Ada yang ingin kamu sampaikan, Vera?" tanya Lingga dengan datar.

Anwar yang melihat dan merasakan suasana menjadi berubah, ia dengan perlahan mengambil telapak tangan Vera untuk menenangkan wanita itu. Dan ia melupakan bahwa di depannya ada Kinanti, Sandy dan Arawinda yang melihat perlakuan pria itu kepada Vera.

Sandy berdeham sebelum berkata, "Sebaiknya kita tak usah membicarakan perihal pekerjaan, Pak Lingga."

Lingga mengangguk menyetujui ucapan Sandy. "Ya, ya itu benar. Kalau begitu mari silakan duduk."

Pada saat hendak mencicipi nasi kuning, ayahnya memberinya satu sendok besar oreg tempe. "Kamu sangat suka oreg tempe, kan? Mungkin ini gak seenak masakan ibumu, tapi menurut ayah sudah lumayan cukup mendekati rasanya." Kinanti tersenyum kecil.

PadmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang