XXIX. Dua puluh Salapan

25 2 0
                                    

Selamat malam. Selamat beristirahat~~~


Happy Reading guys~~~

enjoy it!!!!








Ketukan pintu membangunkan dirinya dari pikirannya yang lelah. Ia menengadah dan memberinya izin untuk masuk ke dalam ruangannya. Itu Mayang yang datang dan memberitahunya bahwa ada pesanannya yang telah sampai. Tak menunggu lama ia segera melihat.

Di tempat ruang penyimpanan ini sudah ada beberapa karyawan dan juga ayahnya di sana. Kinanti mendekati barang-barang tersebut yang ia pesan. Ada busana pakaian, hiasan kepala, dan beberapa alat keperluan untuk seni pertunjukan. Ia melihat ayahnya sedang memberikan penilaian pada barang-barang tersebut lalu menatapnya dan berkata, "Ini kamu yang membelinya?"

"Ya, pak Lingga. Saya melihat barang-barang kita sudah tak layak pakai. Ada yang sudah robek, kotor dan terdapat bercak-bercak hitam yang susah hilang."

Lingga tersenyum bangga mendengar penjelasan dari putrinya. "Mengapa kamu tidak memberitahu pada saya terlebih dahulu?"

"Maafkan saya atas keteledoran saya. Saya melupakan perihal ini semua." Tidak seperti itu sebetulnya. Kala itu Kinanti masih belum mempercayai ayahnya, makanya ia diam-diam membeli beberapa barang tanpa memberitahukan pada ayahnya.

Lingga mengangguk. "Ya sudah. Ini terakhir kalinya kamu bertindak tanpa memberitahu saya terlebih dahulu."

Kinanti menganggukkan kepalanya paham. Setelah kepergian ayahnya ia melihat dan segera membereskan barang-barang tersebut dan melihat apakah ada yang cacat atau tidak. Setelah semuanya beres ia pun meminta pak Anwar untuk menemuinya di ruangan meeting bersama Vera.

Kinanti duduk di seberang mereka. Ia menatap keduanya sebelum mulai pembicaraan. "Aku tak ingin berbasa-basi. Langsung saja kita keintinya." Ia mengeluarkan sebuah map dan melemparkannya pada mereka yang menatapnya bingung.

Vera mendengus dan tersenyum miring. "Sudah berani sekali kamu pada saya!"

"Nak Kinanti, kamu tahu apa? Saya bisa menuntut kamu dengan tuduhan pencamaran nama baik. Ini semua fitnah dan kamu ingin menyebarkan hoax? Saya ini tangan kanan ayah kamu!" Sembari melemparkan kembali map itu padanya dengan kasar sehingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring.

Kinanti melipatkan kedua tangannya di dada dan duduk dengan santai bersandar menatap mereka yang seakan hilang urat malunya. "Sudahlah, mau sampai kapan kalian akan terus bersembunyi? Bau busuk bangkai yang kalian sembunyikan lama-kelamaan akan tercium juga, bukan?" Kemudian ia mengirimkan sebuah file tambahan pada e-mail mereka berdua. Sebetulnya ia tak ingin memberikan kartu AS ini pada mereka, ia masih memiliki hati dan empati.

Saat membuka sebuah file berformat PDF itu mereka langsung diam bak patung yang dikutuk. Mereka tak bisa berkata-kata hanya bisa melontarkan cacian dan makian padanya. "Kinanti!"

"Anda pikir ayah saya tidak tahu? Anda pikir ayah bisa Anda bohongi begitu saja? Dan Anda pikir ibu saya tak mengetahui apapun selama ini? Kalian semua salah! Untuk itu sebelum saya hilang respect lebih baik kalian segera mengundurkan diri dari perusahaan sebelum saya menuntut kalian semua!"

PadmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang