Bab 18. Lorong Rumah Sakit

152 4 0
                                    

Alisha duduk di kursi koridor rumah sakit dengan wajah gelisah, matanya terus mengawasi pintu masuk ruang gawat darurat. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang kondisi Dion, terutama setelah melihat pemuda itu muntah darah tadi. Hatinya berharap agar Dion bisa selamat dari kecelakaan tersebut.

Tak lama kemudian, pintu IGD terbuka dan dokter serta perawat keluar dari sana. Alisha segera bangkit dari kursinya dan melangkah mendekati mereka dengan langkah cepat.

"Dok, gimana keadaan Mas Dion?" tanya Alisha dengan suara agak gemetar.

"Pasien mengalami cidera kepala dan pendarahan internal pada lambung yang cukup serius. Setelah ini pasien akan kami pindahkan ke Unit Perawatan Intensif untuk kami lakukan perawatan medis intensif dan monitoring ketat," jawab dokter paruh baya dengan suara yang tenang.

"Tolong lakukan yang terbaik, Dok," ucap Alisha.

"Pasti kami akan lakukan yang terbaik demi menyelamatkan pasien. Kami permisi dulu," kata dokter tersebut sebelum dia dan perawatnya meninggalkan koridor itu.

Alisha duduk kembali di kursinya dengan perasaan campur aduk.

Dari arah lain, Farhan dan Lian berjalan tenang di koridor rumah sakit, diiringi oleh helaan napas lega baby Cio yang tertidur pulas dalam gendongan Lian. Saat melewati koridor dekat IGD, mata Farhan tiba-tiba terperangah saat melihat Alisha duduk di sana. Alisha juga tampak terkejut melihat Farhan, namun segera bangkit dan menghampiri mereka.

"Mbak? Kamu ngapain di sini?" tanya Farhan, agak cemas melihat Alisha duduk di koridor ruang gawat darurat. "Kamu sakit?"

Alisha menggeleng cepat. "Nggak, Farhan. Tadi mbak nggak sengaja liat kenalan mbak kecelakaan, makanya mbak langsung nganterin ke rumah sakit. Kamu sendiri ngapain ke rumah sakit?"

"Lagi nganter bos aku, nih." Farhan menjawab sambil menoleh pada Lian, "Kak Lian, kenalin—ini kakak ipar gue."

Lian segera mengulurkan tangannya dengan ramah untuk bersalaman. "Halo, saya Lian, temannya Farhan, bukan bosnya."

Alisha menerima uluran tangan itu, menyambutnya dengan senyuman. "Alisha," jawabnya singkat.

Mendengar nama itu, Lian tampak sedikit terkejut. "Alisha? Jangan-jangan, tadi kamu yang nelpon Om Damar dan ngasih tau kalo Dion kecelakaan?"

Wajah Alisha berubah bingung. "Kok mas tahu?"

"Iya, soalnya barusan Om Damar nelepon saya, ngasih tahu bahwa ada anak mantan ART-nya dulu yang namanya Alisha, yang ngabarin Dion kecelakaan. Om Damar sekarang masih otw balik dari London, makanya ngabarin saya dulu, buat liat keadaan Dion," jelas Lian. "Tadi katanya telpon kamu tiba-tiba putus, terus nggak bisa dihubungin lagi, makanya om Damar nelpon saya."

"Maaf, Mas. Tadi ponsel saya lowbat. Saya bahkan belum sempat menghubungi orang rumah, buat ngabarin saya masih di rumah sakit," jelas Alisha, lalu menoleh pada Farhan. "Farhan, sebenarnya tadi mbak dari pasar. Belum sempat pulang malah langsung ke rumah sakit. Orang rumah pasti bingung karena mbak belum pulang. Bisa tolong kabari mereka dulu ya, kalau mbak masih di rumah sakit?" pintanya.

Farhan terdiam, terlihat ragu. "Aku bukannya nggak mau bantuin mbak Alisha, tapi aku kuatir kalau mbak Alisha malah dituduh yang nggak-nggak lagi, kalau aku yang ngabarin," ujar Farhan, mengungkapkan kekhawatirannya.

Alisha termenung, mengerti bahwa apa yang dikatakan Farhan ada benarnya. "Iya juga sih."

Lian langsung mengeluarkan ponselnya, "Gimana kalau kamu pakai hp saya aja?" tawarnya dengan ramah.

"Gapapa, Mas?" tanya Alisha.

"Gapapa, pake aja," jawab Lian, menyodorkan ponselnya pada Alisha.

Alisha tersenyum bersyukur dan menerima ponsel yang disodorkan Lian padanya. Tanpa menunda lagi, Alisha segera menekan nomor Faisal dan menghubungi nomor tersebut.

***

Sementara itu, di rumah, Faisal terlihat sangat marah karena Alisha tidak kunjung kembali dari pasar hingga jam satu siang. Faisal bahkan sudah selesai mengajar dan pulang ke rumah, namun istrinya itu masih belum kelihatan— ponselnya juga tidak bisa dihubungi.

"Ibu udah nggak habis pikir lagi sama istri kamu, Faisal," keluh Nur. "Tadi pamitnya ke pasar, tadi ibu udah pesen biar dia cepet kalau belanja, soalnya kasihan kalau Farida berangkat kuliah nggak sarapan dulu. Tapi malah sampe jam segini dia nggak pulang juga."

Faisal menghela napas panjang, "Maafin aku ya, Bu. Aku emang nggak becus didik istri aku, sampe dia bikin ulah tiap hari."

Nur menggeleng, "bukan salah kamu. Emang dasar istri kamu aja yang bebal."

Ketika itu Hp Faisal tiba-tiba berdering. Faisal segera meraih ponselnya yang ada di saku, kemudian melihat layarnya. Ada panggilan dari nomor tak dikenal. Faisal segera mengangkat panggilan tersebut, "Halo?"

"Mas, ini aku..." ucap Alisha. "Maaf, tadi hp aku lowbat, makanya nggak bisa ngabarin orang rumah—"

"Alisha?!" Faisal menyela penjelasan Alisha. Suaranya terdengar sangat marah. "Kamu dari mana aja sih? Tadi pamitnya pergi belanja ke pasar, kenapa sampe jam segini belum balik? Kamu keluyuran ke mana?"

"Maaf, mas. Sekarang aku lagi di rumah sakit."

"Ngapain kamu ke rumah sakit? Siapa yang sakit?" Tanya Faisal heran.

Alisha mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Mas Dion, anak mantan majikan ibu aku dulu, Mas. Tadi aku nggak sengaja liat dia kecelakaan, makanya aku langsung anterin dia ke rumah sakit."

Faisal mengerutkan keningnya dengan ekspresi yang semakin kesal. "Oh, jadi kamu lebih mentingin orang lain daripada keluarga kamu sendiri? Bisa-bisanya kamu sibuk ngurusin orang, tapi keluarga kamu sendiri bahkan kelaparan, gara-gara kamu belum masak."

Alisha merasa tertekan karena bentakan suaminya. "Bukan gitu, Mas. Tapi ini kondisinya emang darurat, tolong mas ngertiin dong," ujarnya dengan nada memohon agar Faisal bisa memahami keadaannya.

"Halah, kebanyakan alasan! Kebanyakan drama! Bisa aja alasan barusan itu cuma kamu buat-buat, bilang aja sebenernya kamu emang pengen keluyuran!" Faisal memaki dengan suara keras.

"Astaghfirullah, kenapa mas selalu aja mikir buruk soal aku?" Suara Alisha terdengar agak keras dan bergetar, seolah tak sanggup lagi menahan frustrasi.

Farhan dan Lian sontak menoleh ke arah Alisha, terkejut mendengar nada suaranya yang agak meninggi. Alisha merasa terhimpit oleh perhatian yang tiba-tiba terfokus padanya dari Farhan dan Lian. Dengan langkah berat, dia memutuskan untuk agak menjauh dari mereka. "Mas, aku beneran ada di rumah sakit. Kalau Mas Faisal nggak percaya, mending kita video call aja."

"Aku nggak peduli, mau kamu di rumah sakit, atau di luar angkasa kek! Pokoknya aku mau kamu pulang sekarang juga!" Faisal menegaskan dengan keras, tanpa sedikit pun ruang untuk membicarakan opsi lain.

"Tapi, Mas..." Alisha mencoba berbicara, tapi langsung dipotong oleh Faisal.

"Gak ada tapi-tapi, pokoknya pulang sekarang juga!" Faisal bersikeras, membuat Alisha terdiam karena merasa tidak ada pilihan lain kecuali menuruti perintah suaminya. 

*** 

Terima kasih sudah baca cerita ini. Jangan lupa kasih bintang dan komen ya, biar makin semangat update

Menikahi Mantan Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang