Bab 25. Pekerjaan

68 3 0
                                    

Farhan meletakkan rantang makanan di depan pintu kos Alisha, kemudian langsung melangkah hendak pergi. Namun sebelum langkah Farhan jauh, terdengar suara pintu dibuka. Alisha muncul dari balik pintu dan kaget melihat rantang di depan pintu kosnya. Alisha menoleh, melihat punggung seseorang yang dikenalnya sedang melangkah menjauh, "Farhan," panggilnya.

Farhan balik badan, lalu tersenyum saat melihat Alisha. "Mbak."

"Kamu yang bawa ini?" tanya Alisha sambil mengangkat rantang yang sebelumnya diletakkan Farhan.

Farhan mengangguk santai, "Aku bawain buat makan hari ini. Kayaknya cukup sampe nanti malam."

Alisha melangkah mendekat lalu mengembalikan rantang itu pada Farhan, "Makasih, Farhan, tapi kamu gak perlu ngelakuin ini."

Farhan terdiam, enggan menerima kembali rantang itu. Dan wajahnya pun berubah kesal, "Mbak, menolak pemberian orang itu gak baik, apalagi aku udah susah payah masak, sampe nganterin ke sini."

"Farhan, aku hargain kebaikan kamu. Tapi aku gak bisa nerima ini." Alisha mendesak agar Farhan membawa kembali makanan itu, tapi Farhan terus menggeleng. "Kenapa kamu nolak?" Tanya Farhan.

"Tolong pikirin juga apa kata orang, kalau ada yang sampai tahu, mereka pasti mengira kita punya hubungan," jelas Isabella.

Farhan terdiam sejenak, lalu dia menghela napas. "Mbak, omongan orang itu cuma sepanjang lidah mereka, setelah itu mereka mungkin lupa dengan apa yang pernah mereka omongin—jadi ngapain sih kamu cemasin itu?"

Alisha menatap Farhan dengan ekspresi keberatan. "Aku—" Alisha baru akan bicara, tapi Farhan lebih dulu menyela, "Yang harusnya kamu pikirin sekarang adalah diri kamu sendiri dan calon anak kamu. Jadi mending kamu terima aja makanan dari aku."

Alisha akhirnya menerima makanan dari Farhan, tetapi dengan hati yang berat. "Ini yang terakhir kali, ya," ujarnya tegas. "Aku gak mau terus bergantung sama kamu atau siapa pun."

Farhan mendengus, ekspresinya agak kesal. "Aku tahu mbak cuma pengen jaga harga diri, tapi menerima bantuan saat kamu membutuhkan itu bukan sesuatu yang memalukan, bukan aib. Jadi mending kamu syukuri aja daripada debat sama aku."

Alisha hanya diam mendengarkan gerutuan Farhan. Melihat Alisha hanya diam, Farhan lalu meraih dompetnya, mengambil beberapa lembar uang ratusan ribu dari sana, dan memberikannya pada Alisha.

Alisha kaget saat Farhan menyodorkan sejumlah uang padanya. "Apa lagi ini?"

"Terima ini, sebagai bantuan. Kalau gak mau terima sebagai pemberian, anggap aja pinjaman. Mbak bisa balikin nanti, pas kamu udah punya."

Alisha ragu sejenak, tetapi akhirnya menerima uang tersebut. "Makasih, Farhan. Aku pasti segera balikin," ucapnya.

Farhan hanya tersenyum tipis, "Santai aja, Mbak," sahut Farhan. "Aku mau balik dulu, ya."

Alisha mengangguk. "Sekali lagi, terima kasih. Kamu udah banyak banget bantu aku."

Tetapi Farhan hanya menggeleng pelan. "Gak usah makasih terus," katanya dengan tulus. "Assalamualaikum."

Alisha tersenyum ramah. "Waalaikumsalam," jawabnya, membalas salam Farhan dengan hangat.

Farhan berjalan melangkah melewati lorong kos. Alisha memerhatikan kepergian Farhan hingga sosoknya tak terlihat lagi setelah berbelok. Alisha terdiam, memerhatikan beberapa uang yang diberikan Farhan sebelumya. Ada perasaan campur aduk yang sulit diungkapkan. Dia merasa bersyukur karena masih ada orang yang peduli padanya, namun Alisha juga merasa miris karena terus menerus menerima bantuan dari orang lain.

***

Cantika duduk di balik meja kerjanya, sambil menelusuri daftar pesanan terbaru di laptopnya. Di seberang meja, Farhan duduk dengan wajah gelisah. "Kak, kayaknya kita harus cepet cari pengganti Rini nih."

Cantika mengangguk, memahami kekhawatiran Farhan. "Iya, kayaknya memang harus, Farhan. Rini bener-bener andalan kita. Kalo gak ada dia, gimana bisa kita nyelesein segambreng pesanan klien ini."

"Aku nggak nyangka sih, Rini tiba-tiba resign pas kita lagi sibuk-sibuknya," Farhan menghela napas panjang.

"Tenang aja, kita pasti bisa nemuin yang baru. Mungkin bisa dapet yang lebih hebat dari Rini!" Cantika nyengir, terlihat optimis. "Atau barangkali, kamu punya kenalan, atau siapa gitu yang kira-kira bisa gantiin Rini??"

"Belum, Kak. Tapi kita bisa mulai nyari sekarang."

Cantika mengangguk setuju, "Oke, kita mulai melakukan perekrutan sekarang. Kamu bisa handle gak sih?"

Farhan tersenyum mantap. "Bisa kok. Kalo gitu, aku mau bikin postingan lowongan pekerjaan dulu," katanya penuh semangat.

"Oke, thanks ya," jawab Cantika sambil senyum lega, merasa lega bahwa Farhan bersedia mengambil alih tanggung jawab tersebut.

Beberapa hari setelah Farhan memasang pengumuman lowongan pekerjaan di media sosial, begitu banyak email lamaran pekerjaan yang masuk. Farhan duduk di meja kerjanya, membaca satu persatu lamaran yang masuk, memeriksa kualifikasi dan pengalaman kerja calon karyawan.

Namun, ada salah satu yang menarik perhatiannya. Farhan melihat nama Alisha Listiani di daftar pelamar yang masuk. "Mbak Alisha?" gumamnya, agak kaget. "Apa namanya doang yang sama?" Farhan memutuskan untuk membuka lampiran lamaran pekerjaan dan file daftar riwayat hidup.

Setelah memastikan, ternyata yang mendaftar memang Alisha. Farhan duduk termenung sejenak, berpikir tentang bagaimana cara menangani situasi ini dengan baik.

Farhan terdiam sejenak, merasa iba karena kini mantan kakak iparnya itu harus berjuang sendiri untuk menghidupi dirinya. Farhan terenyuh dengan semangat wanita itu, yang terus berusaha berdiri di atas kakinya sendiri tanpa bantuan orang lain.

Dengan agak berdebar, Farhan memutuskan untuk menghubungi nomor Alisha menggunakan telepon butik yang ada di meja kerjanya. Setelah beberapa terdengar nada tunggu, akhirnya suara lembut di seberang telepon menjawab. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Farhan, dia berusaha menyamarkan suaranya agar Alisha tidak mengenalinya. "Dengan mbak Alisha?"

"Iya, dengan saya sendiri," jawab Alisha.

"Saya dari butik Cantika. Saya ingin memberitahu mbak bahwa kami tertarik dengan lamaran mbak untuk posisi penjahit di butik kami. Kami ingin mengundang mbak untuk datang ke butik besok untuk melakukan wawancara dan tes menjahit."

"Terima kasih banyak. Saya sangat senang mendengarnya. Tentu, saya akan datang besok. Jam berapa saya harus datang?"

"Kami akan mulai wawancara dan tes menjahit pukul 10 pagi. Tolong datang setidaknya 15 menit sebelumnya untuk persiapan. Jangan lupa membawa portofolio atau contoh hasil karya menjahit mbak ya."

"Baik. Insya Allah saya akan usahakan datang tepat waktu dan membawa semua yang diperlukan. Terima kasih banyak untuk kesempatannya!"

"Sama-sama. Sampai jumpa besok!"

Setelah menutup telepon, Farhan merasakan kelegaan di hatinya. Dia berharap Alisha adalah kandidat yang tepat dan bisa menjadi tambahan berharga untuk tim Butik. Farhan juga berharap bekerja di tempat yang sama tidak membuat Alisha merasa tidak nyaman.

Menikahi Mantan Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang