Farhan tiba di depan sebuah butik mode yang megah, dengan bangunan yang tinggi dan modern— terlihat menonjol di antara bangunan sekitarnya. Cahaya matahari menyinari kaca-kaca besar yang menghiasi fasad butik, menciptakan kilauan yang mengundang pelanggan untuk datang. Logo butik bertuliskan 'Cantika Maharani' yang elegan terpampang dengan jelas di pintu masuk, menunjukkan keanggunan merek tersebut.
Setelah memarkir motornya di tempat yang disediakan, Farhan mengamati sekitar dengan kagum, terpesona oleh keriuhan aktivitas yang terjadi di sekitar butik. Para pelanggan keluar masuk dari butik dengan tangan penuh tas belanja, sementara beberapa pengunjung lainnya berhenti sejenak untuk memeriksa pajangan terbaru di jendela butik.
Farhan melangkah masuk ke dalam, disambut oleh suara lembut musik latar yang mengalun dari dalam. Interior butik didominasi oleh rak-rak berisi pakaian dan aksesori desainer yang ditempatkan dengan indah, menarik mata setiap pengunjung yang masuk.
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?"
Farhan menoleh pada salah satu pegawai butik yang menyambutnya dengan ramah.
"Saya mau ketemu sama Bu Cantika," jawab Farhan.
Pegawai tersebut mengangguk mengerti, "Mas Farhan ya? Sudah ditunggu dari tadi. Mari saya antar." Pegawai tersebut memandu Farhan melalui lorong butik yang elegan menuju ruang kerja kantor pusat, di mana Cantika, pemilik butik, menunggu untuk bertemu dengannya.
Tak lama kemudian mereka tiba di depan ruangan pemilik butik. Setelah mengetuk pintu sebentar, pegawai itu membukanya.
"Kak Can, Mas Farhan sudah datang," kata pegawai tersebut. Dia kemudian mengisyaratkan Farhan untuk masuk. Farhan mengangguk sopan, "Makasih, Mbak."
Pegawai tersebut pun meninggalkan mereka. Farhan segera melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut.
Di dalam ruangan itu, seorang wanita cantik sudah duduk di balik meja besar. Wajahnya terhiasi senyuman ramah saat melihat Farhan memasuki ruangan. Mereka berjabat tangan dengan hangat sejenak.
"Halo, ini yang namanya Farhan? Masih muda ternyata. Kirain sudah bapak-bapak," sapa wanita tersebut dengan ramah.
Farhan tersenyum, "Sama, saya kira yang namanya Bu Cantika sudah ibu-ibu."
Cantika membalas, "Memang sudah ibu-ibu. Anak saya tiga loh."
Farhan membalas bercanda, melihat Cantika yang masih terlihat begitu muda, "Bercanda nih. Orang masih kayak cewek kuliahan gitu."
Cantika tersenyum menyambut bercandaan Farhan, "Bisa aja kamu. Silakan duduk." Dia mempersilakan Farhan untuk duduk di kursi yang telah disediakan.
"Selama ini saya suka banget sama desain kamu," puji Cantika.
"Makasih, Bu," jawab Farhan dengan senyum.
"Terus kok tiba-tiba kamu pengen kerja offline? Bukannya lebih enak daring ya?" Tanya Cantika.
Farhan tersenyum tidak enak hati dan menjelaskan kejadian yang sebenarnya, "Ibu saya berisik, Bu. Kalau saya kerja di rumah, katanya kayak pengangguran."
Cantika mengangguk mengerti, "Kebanyakan orang pasti mikir gitu."
Tiba-tiba pintu ruangan Cantika terbuka. Mendengar suara itu, Farhan dan Cantika menoleh ke arah pintu.
Seorang pria muda dan tampan sedang menggendong seorang bayi dengan Wrap Carrier. Bayi itu tampak tenang dengan empeng di mulutnya, menambah kesan menggemaskan.
"Loh, lagi ada tamu? Maaf, maaf," ucap pria tersebut dengan wajah terkejut, seakan hendak meninggalkan ruangan.
Namun sebelum pria itu melangkah lebih jauh, matanya menangkap kehadiran Farhan. Seolah ragu, dia mengurungkan niatnya untuk pergi. "Farhan?" Tanya pria itu, suaranya penuh keheranan.
Farhan yang mendengar namanya dipanggil terdiam sejenak, alisnya mengernyit mencoba mengingat siapa pria yang menyapanya itu. Pikirannya berputar cepat, mencari di dalam ingatannya.
Setelah beberapa saat merenung, Farhan akhirnya mengenali pria tersebut. "Kak Lian?" desisnya dengan kebingungan, tetapi kemudian senyumnya merekah saat akhirnya mengenali sosok itu sebagai kenalan lamanya.
Cantika menatap Lian dan Farhan dengan keheranan, bingung melihat kedua pria itu sepertinya sudah akrab satu sama lain. Farhan segera bangkit dari duduknya, melangkah cepat menuju pria yang menggendong bayi itu, menyapa dengan candaan ringan, "Beneran kak Lian? Lo jadi babysitter sekarang?" Tawa riang terdengar di antara keduanya.
"Sialan lo, ini anak gue," balas Lian sambil tertawa, menunjuk wajah bayi kecil yang dipeluknya, "Lihat mukanya aja mirip gue kan?"
Farhan tersenyum sambil memperhatikan bayi tersebut, membalas candaan, "Bercanda kak. Kelihatan kok kalo ini anak lo. Umur berapa nih?"
"Dua minggu lagi ulang tahun yang pertama dia," jawab Lian.
"Wah, udah mau ulang tahun nih jagoan." Farhan mengusap lembut pipi gembul putih bayi itu. "Tapi bentar deh, lo ngapain di sini? Apa jangan-jangan..."
Kata-kata Farhan terputus saat dia menoleh ke arah Cantika. Cantika dengan senyum simpul mengangguk, menjawab pertanyaan yang tersirat dalam pikiran Farhan, "Iya, dia suami aku."
Farhan melongo seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Cantika kemudian bangkit dari duduknya dan mendekati mereka berdua, bertanya dengan rasa penasaran yang terpancar dari matanya, "Kalian kok bisa kenal?"
"Farhan ini tetangga sebelah rumah aku pas di Garut, Yank," jawab Lian dengan nada yang penuh kehangatan, "Dulu dia bocil yang suka banget ngikut aku kemana-mana." Lian tersenyum, teringat kembali pada masa kecil hingga remaja yang mereka habiskan bersama di kampung halaman.
"Oh, jadi kalian tetangga?" Cantika terkejut, senyumnya cerah terpancar. "Gak nyangka, ternyata desainer favorit aku tetangga kamu, Yank."
"Apalagi saya, Bu," tambah Farhan sambil tertawa. "Mana nyangka Kak Lian udah nikah, sama bos saya lagi."
Cantika tergelak lalu menepuk bahu Farhan, "Gak usah formal gitu ah, kamu temennya Lian, kan. Jadi santai aja, gak usah manggil bu juga meski aku udah ibu-ibu."
Mereka akhirnya mengobrol ringan, membagi cerita dan kenangan masa lalu yang membuat suasana semakin hangat di ruangan itu. Setelah beberapa saat, seorang pegawai dengan seragam butik yang rapi membawa set tray berisi tiga gelas minuman.
"Permisi," ucapnya sopan. Dengan senyum ramah, dia menyajikannya di atas meja. Setelah selesai, dia mengangguk hormat dan meninggalkan ruangan.
Bayi yang sedang digendong oleh Lian—dengan raut wajah yang penuh kegembiraan, melihat minuman di dalam cangkir. Dengan cepat, dia melepas empengnya dan mengulurkan tangannya ke arah cangkir tersebut.
Sebelum Lian atau siapapun bisa bereaksi, tangan bayi yang putih dan gemuk itu seperti kilat, meraih cangkir dengan kecepatan yang mengejutkan. Sambil berceloteh dengan bahasa bayi yang ceria, dia menarik cangkir dengan cepat.
"Astaga, Cio!!" teriak Lian, suaranya penuh kepanikan, saat dia menyadari apa yang akan terjadi.
BYUR!!! Minuman dalam cangkir pun seketika tumpah mengenai setelan yang dikenakan oleh Farhan, membuatnya belingsatan karena kepanasan.
Cantika bangkit dari kursinya dengan cemas, segera mengambil tisu dan berusaha membersihkan baju Farhan, "Farhan, sorry banget. Kamu jadi basah semua gini."
Farhan mengebaskan kemejanya yang basah, namun bibirnya tersenyum santai. "Gapapa kok."
"Beneran sorry banget, Han. Cio dari tadi anteng, gue kira udah ngantuk. Taunya..." Lian tidak enak hati melihat Farhan yang basah kuyup.
"Beneran gapapa, Kak. Selow aja, abis ini juga kering," sahut Farhan. Cantika menggeleng. "Gak, gak, mending kamu ganti baju aja. Ukuran baju kamu apa? Biar aku ambilin gantinya buat kamu."
Farhan hanya nyengir, jadi tidak enak hati jika baju lusuhnya harus diganti dengan yang baru.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Mantan Kakak Ipar
RomanceAlisha mengira jika dia menikah dengan pria yang agamis, maka kehidupan rumah tangganya akan harmonis. Namun tampilan seseorang memang bisa menipu, Faisal Rizqi yang dikenal sebagai guru agama yang sholeh, ternyata pria yang hanya pandai mengaji, na...