Bab 32. Situasi Bahaya

104 3 0
                                    

Alisha terdiam, terkejut dengan pengakuan tulus Dion. Meskipun merasa tak nyaman dengan situasi tersebut, ia tetap menghargai keberanian Dion untuk berbicara terus terang. "Mas, aku... aku nggak tahu harus ngomong apa," kata Alisha dengan penuh keraguan.

Dion menyadari bahwa perasaannya tidak bisa dipaksakan kepada Alisha.

"Lis, aku gak akan maksa kamu. Aku cuma ingin kamu tahu perasaanku," ujar Dion. "Tapi, tolong pikirkan tawaran aku tadi. Ini bukan cuma demi kamu, tapi juga calon anak kamu nanti," lanjutnya penuh harap.

Untuk beberapa saat, terasa ketegangan di udara saat Alisha terdiam tanpa sepatah kata pun. Hingga akhirnya Dion kembali menegaskan, "Aku tahu mungkin ini terlalu mengejutkan buat kamu. Tapi kalau kamu nerima aku— aku janji akan anggap anak kamu seperti anakku sendiri."

Alisha terlihat semakin bingung, "Mas, aku... Aku baru aja cerai," ujarnya dengan ragu. "Aku belum siap untuk membicarakan hal-hal seperti ini."

Dion mengangguk mengerti. "Maaf. Aku gak bermaksud bikin kamu ngerasa gak nyaman. Aku cuma ingin kamu tahu perasaanku."

***

Dalam kesendirian trotoar rumah sakit, Alisha membiarkan pikirannya melayang bebas, merenungi semua yang baru saja terjadi. Percakapan dengan Dion, pengakuannya, dan tawaran itu membuatnya terkejut dan terdiam dalam pikiran yang penuh dengan keraguan.

"Ibu harus bagaimana, Nak?" Bisik Alisha pelan, mengusap perutnya yang sudah mulai membuncit. "Ibu tahu Mas Dion baik, tapi ibu masih takut untuk memulai rumah tangga lagi." Alisha menghela napas, "kayaknya ibu gak akan mikirin itu dulu, apalagi masih masa iddah gini. Tapi kamu tenang aja, meski ibu cuma sendiri, ibu bakal berusaha buat jaga dan bahagiain kamu."

Alisha tersenyum, merasa sedikit lega setelah berbicara dengan bayinya, seolah-olah janin kecil yang masih dalam kandungannya itu bisa memahami segalanya.

Alisha melanjutkan langkahnya perlahan di trotoar rumah sakit, berusaha memesan ojek online dengan ponselnya. Namun, ketika dia meraih ponsel yang ada di dalam tasnya, dia baru menyadari bahwa ponselnya mati. Lowbat lagi. Alisha menghela napas kecewa, baterai ponselnya memang cepat habis belakangan ini. Dengan ekspresi wajah yang sedikit frustasi, dia memutuskan untuk menunggu angkot yang lewat.

Dia melangkah kecil di sepanjang trotoar, matanya terus memperhatikan setiap angkot yang melintas, berharap untuk segera menemukan satu yang bisa membawanya pulang. Sementara menunggu, dia menikmati keindahan pemandangan senja yang mulai merayap di langit, menciptakan suasana yang tenang dan damai di antara hiruk pikuk kota yang sibuk.

Beberapa saat melangkah, tak ada satu pun angkot yang melintas. Alisha mulai merasa lelah. Namun perasaan itu teralihkan saat tiba-tiba terdengar suara ribut yang memecah keheningan sore itu. Penasaran, dia mengikuti arah suara tersebut, dan tanpa sadar menemukan dirinya berjalan melewati gang sempit yang tersembunyi di antara bangunan.

Semakin mendekat, suara gaduh semakin terdengar jelas. Alisha mempercepat langkahnya, hatinya berdegup kencang ketika dia melihat beberapa preman sedang menyerang seseorang dengan kasar. Namun hal yang lebih mengejutkan, ketika dia menyadari jika korban yang sedang dianiaya itu adalah Farhan!

"Astaghfirullah, Farhan!" Teriak Alisha, jantungnya berdegup hebat melihat Farhan tergeletak di tanah, tampak luka-luka di beberapa bagian tubuhnya. Dengan perasaan campur aduk, Alisha mendekati mereka, tanpa memikirkan risiko apa pun yang mungkin terjadi. Dia mencoba untuk menghentikan aksi kekerasan yang terjadi di depan matanya.

"Berhenti! Berhenti!" Teriak Alisha, mencoba menghalangi para preman yang sedang menyerang Farhan. Dia tidak peduli dengan bahaya yang mengancam dirinya. Yang terpenting baginya saat itu adalah menyelamatkan Farhan.

Dengan hati yang berdebar kencang, Alisha menempatkan dirinya di antara para preman dan Farhan, berdiri tegak di depan tubuh pemuda yang tergeletak itu. Meskipun takut, dia memilih untuk mempertaruhkan keamanannya demi melindungi Farhan dari serangan para preman itu.

"Tolong, berhenti!" Suaranya terdengar gemetar, namun teguh.

Preman-preman itu semakin mendekat, dengan wajah-wajah sangar mereka. Alisha tidak gentar meskipun hatinya berdebar-debar. Matanya tetap tajam menatap mereka, tekadnya bulat untuk melindungi Farhan.

"Lo gak usah ikut campur, minggir lo!" desak salah satu preman dengan nada tinggi, sementara yang lain mengancam dengan tatapan ganas.

Alisha meneguhkan dirinya, tangan-tangannya mulai gemetar, tapi dia tetap berdiri tegak. "Aku gak akan biarin kalian nyakitin dia!" bentaknya tegas, meski suaranya bergetar.

Farhan yang masih terkapar berusaha bangkit dari tanah dengan kekuatan terakhirnya, dia terus melihat Alisha dengan pandangan penuh kekhawatiran. "Mbak, pergi dari sini, gak usah peduliin aku," ujarnya dengan napas tersengal-sengal, tubuhnya terasa lumpuh oleh rasa sakit.

Alisha menoleh padanya, "Gimana mungkin aku gak peduliin kamu? Kamu babak belur gini," ucapnya.

Farhan mencoba menegakkan tubuhnya, meskipun lemah. "Bahaya, Mbak, mending cepet pergi! Aku gak mau terjadi sesuatu sama kamu dan anak kamu," pintanya dengan suara parau.

"Aku gak akan ninggalin kamu," tegas Alisha. Dalam pandangannya, keselamatan Farhan adalah prioritas utama, dan dia bersedia melakukan apa pun untuk melindunginya.

Ketika itu salah satu preman semakin emosi. Dengan wajah yang dipenuhi kemarahan, dia maju dengan langkah-langkah yang berat, mengisyaratkan bahwa dia tidak akan segan-segan menggunakan kekerasan.

Farhan segera menarik Alisha ke belakang punggungnya, berusaha melindunginya dari serangan yang akan datang. Tubuhnya menegang, matanya fokus pada preman yang marah itu, siap menghadapi apa pun.

Preman itu melayangkan tinjunya dengan cepat, tapi Farhan tidak tinggal diam. Dengan gerakan yang gesit, dia menangkis serangan tersebut, lalu dia mengarahkan pukulan balasan yang keras. Untuk beberapa saat, mereka terlibat saling baku hantam yang cukup seimbang.

Alisha melihat mereka bertarung dengan hati yang berdebar kencang. Meskipun dia ingin membantu, tapi dia juga sadar bahwa dia tidak bisa berbuat banyak dalam situasi seperti ini. Dia menggenggam erat tasnya, menahan napasnya.

Alisha makin panik saat beberapa preman itu kembali menyerang Farhan secara bersamaan. Tubuh Farhan kembali terhuyung-huyung dan akhirnya kembali jatuh tersungkur di tanah, lalu serentetan tendangan dari mereka membuatnya Farhan semakin tak berdaya. Alisha tak bisa menahan teriakan histerisnya melihat pemandangan itu.

"Farhan!!!" serunya sambil menangis. Tubuhnya gemetar saat melihat Farhan terus menerima pukulan dan tendangan yang keras dari para preman.

Dengan tindakan nekat, Alisha menerobos kerumunan. Dia segera bersimpuh dan memeluk tubuh Farhan dengan erat, sebagai upaya terakhir untuk melindunginya. Alisha berteriak histeris, "Tolong berhenti!! Dia sudah terluka parah, tolong jangan sakiti dia lagi!" Suaranya pecah oleh tangisnya yang memilukan, tapi dia tidak peduli. Yang terpenting baginya saat ini adalah melindungi Farhan dari serangan para preman.

Menikahi Mantan Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang