Bab 13. Perbedaan Sikap

171 11 2
                                    

Alisha merasa tak tahan jika hanya memerhatikan keakraban antara Faisal dan perempuan lain. Alisha akhirnya memutuskan untuk keluar kamar, kemudian melangkah menuju ruang tamu di mana Faisal masih asyik berbincang dengan seorang wanita cantik berlesung pipi itu. Wajah Faisal berseri-seri, dipenuhi senyuman yang membuat Alisha semakin merasa cemburu.

"Ada tamu? Siapa, Mas?" tanya Alisha begitu tiba di ruang tamu.

Faisal dengan tenang memperkenalkan, "Ini Bu Rahma. Salah satu guru di sekolah tempatku mengajar, guru Bahasa Indonesia."

Rahma dengan sopan berdiri dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Alisha. "Rahma," wanita itu memperkenalkan diri.

Alisha pun menyambut uluran tangan itu dengan canggung, mencoba menyembunyikan perasaan cemburunya. "Alisha."

Setelah Rahma kembali duduk, Alisha tetap diam. Faisal menatap Alisha dengan sedikit keheranan, "Ngapain bengong? Bikinin minum sana," kata Faisal dengan nada memerintah.

Alisha agak tersinggung dengan sikap Faisal yang seolah meremehkannya, bahkan di hadapan tamu.

"Gak usah repot-repot," kata Rahma dengan ramah.

"Sama sekali gak repot, Bu," ucap Faisal lembut pada Rahma, lalu dia menoleh pada Alisha. "Cepetan!!" tegasnya.

"Iya, Mas," jawab Alisha dengan nada kesal, tetapi dia tetap mematuhi permintaan Faisal. Dia memilih untuk mengalah dan menghindari pertengkaran lebih lanjut. Alisha segera menuju dapur untuk membuatkan minuman, tetapi hatinya masih berdesir oleh rasa kesal.

Rahma merasa tidak enak hati setelah Alisha pergi. "Saya jadi gak enak sama istri pak Faisal," ujarnya.

Faisal menjawab dengan tenang, "Emangnya kenapa, Bu?"

"Udah ngerepotin," jawab Rahma.

"Saya kan udah bilang, Bu Rahma sama sekali gak ngerepotin," ujar Faisal memperjelas.

"Terus tadi pak Faisal kenapa nyuruhnya tegas banget gitu?" tanya Rahma penasaran dengan sikap Faisal.

Faisal tersenyum simpul, kemudian menghela napas panjang. "Sebenarnya saya juga gak mau begitu, Bu. Tapi istri saya emang gak bisa diajak ngomong halus— kalau dialusin jadi ngebangkang gitu, Bu. Jadi sebagai suami, saya harus tegas sama dia, buat jaga wibawa saya sebagai kepala keluarga."

Rahma mengangguk mengerti. "Oh gitu ya, Pak? Pantesan, soalnya selama ini saya tahunya pak Faisal ini orangnya kalem, ramah juga."

"Saya sih tergantung lawan bicaranya siapa, contohnya pas lagi ngajar deh, Bu. Kalo muridnya bandel, pasti saya tegas. Tapi kalau muridnya nurut, tertib, saya juga pasti lembut sama mereka," jelas Faisal.

"Menyesuaikan diri gitu ya, pak?" tanya Rahma.

"Betul, Bu," jawab Faisal.

Mereka pun melanjutkan obrolan ringan, sesekali bercanda hingga keduanya tertawa-tawa terlihat sangat akrab.

Alisha yang sedang sibuk di dapur bisa mendengar tawa mereka dari jarak yang jauh, membuatnya kesal dan cemburu karena sikap suaminya yang terlalu ramah pada perempuan lain. Hatinya terasa berat, dan dia merasa semakin terasing di dalam rumahnya sendiri.

"Bisa-bisanya mas Faisal ramah banget kalau lagi bareng perempuan lain? Tapi kalau sama aku, kenapa dia uring-uringan mulu?" kesal Alisha yang mulai muak dengan sikap suaminya. Alisha menghela napas panjang, berusaha sabar. Ia merasa tak boleh terpancing emosi sesaat, sebisa mungkin harus bisa menjaga keutungan rumah tangganya—terlebih sudah ada calon buah hati mereka.

***

Di ruang tamu, Faisal masih berbincang dengan Rahman. Saat itu, Nur kembali bersama Farhan, membawa kantong plastik berisi belanjaan dari pasar. Begitu mereka memasuki ruang tamu, mata mereka langsung tertuju pada Rahma yang duduk di sana. Nur tersenyum ramah pada Rahma, sementara Farhan menatapnya dengan sinis. Dia ingat betul perempuan itu, yang sebelumnya ia lihat bersama Faisal di warung nasi goreng.

"Ada tamu ya? Siapa ini, Faisal?" tanya Nur sambil mendekat ke arah Rahma.

"Mbak ini yang dulu di warung nasi goreng kan? Ngapain ke sini?" tanya Farhan agak sinis. Rahma yang ditanyai demikian oleh Farhan jadi merasa tidak nyaman. Faisal pun melotot, sebagai gestur untuk menegur sikap adiknya yang dianggap tidak sopan.

Nur pun menoleh pada Farhan dan langsung mengingatkan, "kamu bisa nggak sih kalau ke tamu itu yang sopan?"

"Gak tau nih, Bu. Serampangan banget emang tu anak. Padahal Bu Rahma datang ke sini emang atas permintaan kepala sekolah, dia nganterin catatan murid bermasalah buat ditindak lebih lanjut," jelas Faisal. Farhan yang malas menanggapi langsung nyelonong masuk membawa barang belanjaan ibunya. Dia memilih untuk tidak terlibat dalam interaksi tersebut.

Nur geleng-geleng kepala melihat sikap anak tengahnya. Faisal yang tak ingin Rahma terlalu lama merasa canggung, segera mengenalkannya pada ibunya. "Bu Rahma, ini ibu saya, ibu Nur." Faisal lalu menoleh pada ibunya, "Ini Bu Rahma, Bu. Guru bahasa Indonesia di sekolah tempat aku mengajar. Orangnya baik, sopan."

Nur pun menjabat tangan Rahma dengan ramah, "Cantik banget juga," puji Nur.

"Bisa aja, Ibu," Rahma tersenyum malu.

Faisal kemudian menunjukkan bingkisan dari Rahma pada Nur, "Lihat, Bu, tadi Bu Rahma bawain bolu juga."

"Masya Allah, Bu Dek Rahma baik banget, makasih ya, Dek," ucap Nur dengan senang hati.

"Sama-sama, Ibu. Itu saya bikin sendiri. Nanti cobain ya," kata Rahma dengan ramah.

"Jadi, Dek Rahma ini juga pintar bikin kue? Istri idaman banget, udah menikah belum sih?" tanya Nur, menunjukkan rasa kekagumannya.

"Sayangnya belum, Bu. Belum ketemu jodohnya," jawab Rahma dengan sedikit rasa malu.

"Saya doain yang terbaik ya, Dek. Gak usah terlalu terburu-buru, nanti salah pilih," kata Nur, lalu dia mendekat pada Rahma dan berbisik, "kayak Faisal ini."

Rahma kaget mendengar bisikan dari Nur, "Maksudnya, Bu?"

"Ya begitulah, dulu kenal sama istrinya cuma sebentar, nggak nyari tahu lebih dalam. Jadinya ya gitu..." bisik Nur dengan pelan, membagikan sedikit cerita rumah tangga anaknya dari sudut pandangnya kepada Rahma.

Rahma hanya tersenyum, tidak tahu harus menanggapinya bagaimana. Nur kemudian duduk di dekat Rahma, "Boleh Ibu gabung ngobrol juga?"

"Tentu boleh dong, Bu. Saya malah senang kalau Ibu mau ngobrol bareng di sini juga," jawab Rahma sambil tersenyum. Rahma pun lalu mengeluarkan kue bolu dari plastik pembungkusnya, "Sekalian cobain bolu buatan saya dong, Bu. Pak Faisal juga."

"Boleh banget nih," Faisal pun segera meraih sepotong bolu dari kotaknya.

Nur pun mencobanya. Mereka tampak menikmati kue pemberian Rahma. "Enak banget, Dek Rahma," puji Nur.

"Iya, bener. Enak banget," sahut Faisal.

Tak lama kemudian, Alisha muncul membawakan dua cangkir teh untuk Rahma dan Faisal. Dia melihat bagaimana sikap Faisal dan Nur yang begitu ramah memuji Rahma, dan hatinya mulai terasa tak nyaman lagi. Alisha berusaha menyembunyikan rasa cemburunya di balik senyumnya yang dipaksakan.

"Kok minumnya cuma bikin dua? Ibu gak dibikinin juga?" Tanya Nur, dengan nada lembut namun terkesan menyindir.

"Maaf, aku nggak tahu tadi kalau ada Ibu," kata Alisha sambil menyuguhkan cangkir teh untuk Rahma dan Faisal. "Setelah ini aku bikinin juga buat Ibu."

"Yaudah, bikinin cepet ya," ucap Nur.

Alisha pun mengangguk dan langsung kembali ke dapur.

Menikahi Mantan Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang